Manfaat Penelitian Justifikasi Kerangka Penelitian

7 Forecasting Kesejahteraan Nelayan Kegiatan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kawasan Selat Bali Tingkat Kesejahteraan Interaksi Komponen Kawasan Analisis Indikator Kesejahteraan BPS, 1991 Analisis NPV,IRR,ROI, BC ratio Usaha Layak Dikembangkan Outcome Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan mencakup :  SDI yang lestari  Pasar yang terjamin,  Pengelolaan usaha penangkapan yang layak  industri pengolahan yang efisien  kewenangan otonomi yang efektif,  Kesejahteraan yang meningkat dan pembangunan perikanan yang berkelanjutan Model Pengelolaan Perikananan Tangkap di Kawasan Selat Bali Potensi SDI Usaha Penangkapan Industri Pengolahan Pasar Produk Permasalahan Dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap di Selat Bali : a. Overfishing perairan Selat Bali dan produksi perikanan fluktuatif b. Kelayakan usaha belum diketahui pasti dan kelembagaan pengelolaan perikanan belum berjalan efektif c. Pengelolaan perikanan belum didasarkan pola interaksi komponen kawasan dan sering terganggu kewenangan tiap daerah Gambar 1 Kerangka pemikiran Lembaga Perikanan Strategi Kelembagaan Analisis SEM Analisis : Simple Moving Average,Moving Average Berbobot, Exponential Smoothing Analisis AHP 8 Kawasan Selat Bali merupakan kawasan perairan sangat penting bagi pemerintah otonomi dari 3 kabupaten Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Buleleng dan 2 provinsi Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali. Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi 2010 dan Dinas PKL Kabupaten Jembrana 2009, sekitar 80 kegiatan ekonomi Kabupaten Banyuwangi bergerak di bidang perikanan Selat Bali dengan basis di Muncar, dan sektor perikanan dan kelautan penyumbang terbesar PAD Kabupaten Jembaran 27,45. DKP Jawa Timur 2009 dan DKP Bali 2009 menyatakan bahwa kawasan perikanan Selat Bali menjadi basis perikanan unggulan bagi daerah, disamping karena kegiatan penangkapan berkembang dengan baik, juga karena di lokasi banyak terdapat industri, usaha pengolahan skala RT, usaha pendukung, dan melibatkan banyak masyarakat pesisir yang telibat. Industriusaha pengolahan dengan basis perikanan di kawasan Selat Bali mencapai 5015 unit, dan produk olahan Jawa Timur asal Selat Bali mencapai 31.656.357 kg tahun 2008. Potensi sumberdaya ikan SDI yang unik terutama dari jenis lemuru merupakan penyebab utama dari kegiatan perikanan berkembang di lokasi. Perkembangan kegiatan perikanan ini kemudian dikuti oleh berkembangnya kegiatan ekonomi lain, diantaranyapasar produk, pasar bahan pendukung, industri pengolahan, dan jaringan pemasaran hasil. Hal ini dapat dilihat dari kerangka pemikiran penelitian ini Gambar 1. Fakta data dan informasi ilmiah sudah tersedia secara baik dan relatif cukup di kawasan Selat Bali. Namun, hingga saat ini belum ada model pengelolaan perikanan kawasan yang applicable dan workable secara holistik yang memadukan kegiatan produksipemanfaatan potensi sumberdaya ikan dengan aspek kesejahteraan nelayan, kegiatan ekonomi berbasis perikanan, pencapaian tujuan pembangunan nasional. Terkait dengan ini dipandang perlu agar model yang dikembangkan dapat mengakomodasikan secara terpadu kegiatan pengelolaan yang ada yang didukung oleh pelaksanaan kewenangan otonomi daerah tanpa merusak potensi sumberdaya ikan, ekosistem dan lingkungan sekitarnya. Pengembangan modelanalisis forecasting Simple Moving Average, Moving Average Berbobot, Exponential Smoothing Moving Average dapat mengetahui pola dan trend produksipemanfaatan potensi sumberdaya ikan yang ada, analisis indikator kesejahteraan dapat tingkat kesejahteraan yang ada saat ini, analisis Analisis NPV, IRR, ROI, BC ratio dapat mengetahui tingkat kelayakan usaha perikanan yang ada, serta analisis model kompleks menggunakan SEM dapat 9 mengembangkan pola perbaikan kesejahteraan, pencapaian tujuan pembangunan, serta pola pelaksanaan otonomi daerah dan interaksi komponen dan susbistem perikanan lainnya. Kemampuan model dalam analisis detail dan menyeluruh ini merupakan keunggulan model dalam memanfaatkan data dan informasi faktual untuk mengembangkan pola-pola pengelolaan yang tepat guna mendukung pembangunan perikanan berkelanjutan di kawasan Selat Bali. Selama ini sudah banyak penelitian di kawasan Selat Bali, namun belum melihat secara menyeluruh keterkaitan komponen sistem perikanan yang ada. Penelitian Tinungki 2005 misalnya, lebih banyak mengkaji tentang stock assessment ikan lemuru, penelitian Martinus, et al. 2004 mengkaji tentang daerah penyebaran ikan lemuru, dan penelitian Wudiyanto 2001 tentang sebaran ikan lemuru menggunakan metode akustik. Penelitian Budiharja, et al. 1990, fokus pada estimasi pertumbuhan dan kematian ikan, dan penelitian Dwiponggo 1972 juga fokus terhadap kecepatan pertumbuhan lemuru S. Longiceps. Secara umum penelitian-penelitian tersebut banyak terkait dengan sumberdaya ikan, sedangkan penelitian ini akan melihat keterkaitan semua komponen sistem perikanan yang ada di kawasan. Ada lima komponen besar subsistem yang saling terkait dan diduga mempunyai korelasi kuat pada pergerakan sistem pengelolaan perikanan, yaitu subsistem penangkapan ikan subsistem pasar, subsistem industri pengolahan, subsistem sumberdaya ikan, dan subsistem pemerintah daerah. Dalam pemikiran peneliti, model yang dikembangkan nantinya dapat menemukan interaksi yang siginifikan diantara komponen besar subsistem perikanan tersebut berdasarkan analisis terhadap indikator dan kriteria yang dipersyaratkan, sehingga dapat ditentukan tindakan pengelolaan yang tepat. Secara operasional, model ini diharapkan dapat menemukan pola pengelolaan kawasan yang menjamin efektifitas pelaksanaan kebijakan perikanan, mendukung perekonomian nasional dan kesejahteraan nelayan, menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya, memberi arah interaksi harmonis kelembagaan, dan lainnya. Seperti disebutkan sebelumnya, kawasan perairan Selat Bali melibatkan dua provinsi dan tiga kabupaten dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, setiap daerah terkait harus memperoleh manfaat secara sosial dan ekonomi, memberi arahan bagi pengembangan kebijakan perikanan di daerah dan sekaligus secara bersama bertanggung jawab atas keberlanjutan sumberdaya perikanan di kawasan. 10 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Perikanan Selat Bali 2.1.1 Potensi Lestari Perikanan Selat Bali Pendugaan stock ikan lemuru Sardinella lemuru 1 Wilayah Karang Ente yang berdekatan dengan wilayah Banyuwangi , telah dilakukan para peneliti. Hasil survei akustik menunjukkan potensi lestari sumberdaya ikan pelagis di Selat Bali mencapai sekitar 60,000 ton Sujastani, Amin dan Merta, 1972. Menurut Wudianto, 2001, berdasarkan hasil survei akustik menunjukkan konsentrasi ikan pelagis kecil terutama ikan lemuru terdapat di empat wilayah yaitu: 2 Wilayah tengah Selat Bali, yang merupakan konsentrasi tertinggi 3 Dekat dengan bagian timur Selat Bali 4 Sekitar Tanjung Blambangan, Banyuwangi Menurut Martosubroto 2001 penelitian tentang ikan lemuru masih terfokus pada aspek biologi dan stock assesment sedangkan penelitian yang menyangkut aspek ekologi dan sosial ekonomi masih sangat terbatas. Untuk melindungi cadangan ikan lemuru diperlukan riset mendalam tentang ekologi khususnya lingkungan hidup dan penyebaran larva ikan lemuru. Hasil penelitian tentang stock ikan lemuru disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pendugaan stock ikan lemuru atas dasar Model Surplus Produksi Tahun Model MSY ton Tingkat Eksploitasi 1986 Schaefer 66,317 overfishing Fox 62,317 overfishing 1986 Schnute 80,332 overfishing Gulland 60,559 overfishing Schaefer 49,440 overfishing Jacknife 49,581 overfishing 1992 Schaefer 40,000 overfishing Sumber: Martosubroto 2001 11

2.1.2 Perkembangan Produksi

Di Selat Bali terdapat tiga jenis ikan utama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu ikan lemuru, ikan tongkol dan ikan layang. Produksi ikan lemuru di Selat Bali terbagi dalam tiga daerah yaitu kabupaten Buleleng 1,208.17 ton per tahun atau 4 dari total produksi ikan lemuru di Selat Bali, kabupaten Jembrana 13,574.91 ton per tahun atau 49 dari total produksi, dan Muncar 13,099.65 ton per tahun atau 47 dari total produksi. Secara rinci, perkembangan produksi ikan lemuru dalam 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Perikanan lemuru bersifat multi gear multi species yang artinya bahwa ikan lemuru dapat ditangkap oleh lebih dari satu jenis alat tangkap dan satu jenis alat tangkap dapat menangkap lebih dari satu jenis species. Ikan lemuru dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, pukat pantai, gill net, bagan dan alat tangkap lainnya. Alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap aktif yang paling dominan produksi tangkapannya yaitu sebesar 21,552.74 ton per tahun atau sekitar 85 dari total tangkapan rata-rata per tahun 27,882.73 ton. Secara rinci perkembangan produksi ikan lemuru per alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Lemuru Berdasarkan Daerah di Selat Bali 1994-2003 ton Tahun Buleleng Jembrana Muncar Jumlah 1994 1,218.34 14,658.47 5,060.43 20,937 1995 1,123.10 18,162.40 2,689.24 21,975 1996 435.2 9,152.53 4,050.42 13,638 1997 1,263.30 19,544.92 40,274.30 61,083 1998 1,564.23 24,587.14 2,256.09 28,407 1999 496.32 5,127.15 4,020.31 9,644 2000 954.2 5,217.09 7,831.20 14,002 2001 1273.3 3,515.80 16,307.37 21,096 2002 1432.3 22,638.91 25,610.46 49,682 2003 468.3 13,144.74 22,896.68 36,510 Rata-rata 1,022.86 13,574.92 13,099.65 27,697 Sumber: DKP, 2005