Kesimpulan Model pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Selat Bali

185 9 KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan : a. Tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali termasuk kategori ”sedang” total skor=25.80. Tingkat kesejahteraan yang sedang ini lebih karena konsumsi rumah tangga yang baik diukur dengan konsumsi beras per tahun skor indikator 3.33 pada skala 1-4, kesehatan anggota keluarga nelayan yang cukup baik skor indikator 2.33 pada skala 1-3, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan skor indikator 3 pada skala 1-3, kehidupan beragama dengan toleransi tinggi skor indikator 2.70 pada skala 1-3, dan rasa aman dari gangguan kejahatan yang cukup baik skor indikator 2.27 pada skala 1-3. b. Ikan potensial hasil produksi perikanan di kawasan Selat Bali umumnya terdiri dari lemuru, tongkol, dan layang, dengan kontribusi masing-masing 81.08, 12.75, dan 4.22 dari dari total produksi ikan di lokasi. Produksi ikan lemuru cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir, namun pada tahun 2010 diduga menurun menjadi 44,899.30 ton. Produksi ikan tongkol cenderung menurun, dan pada tahun terakhir 2010 diduga mencapai 2,035.30 ton. Produksi ikan layang juga cenderung menurun dan produksi pada tahun terakhir 2010 diduga mencapai 1,967.01 ton. c. Usaha perikanan yang dominan dan berkontribusi besar bagi kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali ada empat, yaitu purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang. Keempat usaha perikanan tersebut tersebut termasuk ‘sangat layak’ untuk dikembangkan lanjut guna mendukung kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali, karena mempunyai nilai NPV, IRR, ROI, maupun BC Ratio yang lebih baik dari yang dipersyaratkan. d. Berdasarkan urutan prioritasnya, strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan SDI lestari berbasis otonomi daerah di Selat Bali adalah pengembangan pengelolaan dilakukan oleh lembaga khusus yang dibentuk bersama oleh PEMDA terkait RK=0.284, pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam kontrol alokasi alat tangkap dan konflik RK=0.243, pengembangan semua bentuk kegiatan pengelolaan oleh PEMDA masing- 186 masing RK=0.216, pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam setiap aktivitas pengelolaan RK=0.148 dan pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam kontrol alokasi alat tangkap dan lokasi tangkap RK=0.109. Dalam implementasinya, lembaga khusus bentukan bersama PEMDA terkait strategi terpilih dapat berperan sebagai pelaksana program konservasi SDI, mengatur pemanfaatan SDI sesuai SKB kuota tangkap, jumlah alat tangkap, lokasi tangkap potensial, mengontrol harga jual dan operasi alat tangkap secara periodik, pusat informasi tenaga kerja perikanan dan pembinaannya, dan fasilitator dalam perencanaan PAD dari sektor perikanan. e. Hasil analisis model menunjukkan beberapa halkomponen yang harus dijaga untuk menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali adalah : a dalam pengelolaan pasar berupa kinerja pasar lokal, kinerja pasar ekspor, dan supply produk industri pengolahan ke pasar; b dalam pengelolaan SDI berupa keanakeragaman hayati ikan dan biota laut lainnya; c dalam pengelolaan usaha penangkapan ikan berupa kesejahteraan nelayan, penyerapan tenaga kerja usaha penangkapan ikan, dan pertumbuhan usaha penangkapan ikan; d dalam pengelolaan industri pengolahan berupa penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan, pendapatan industri pengolahan, dan pajak; e dalam upaya peningkatan kesejahteraan berupa pendapatan, tempat tinggal, pendidikan dan kesempatan kerja bagi nelayan; f untuk mencapai tujuan pembangunan nasional berupa sustainable keberlanjutan kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali. Pelaksanaan hal ini dapat dilakukan dalam koordinasi lembaga bentukan bersama Badan Pengelola Perikanan Selat BaliBP2SB yang menerapkan konsep co-management perikanan.

9.2. Saran