Kepentingan Kriteria Pengembangan Kelembagaan

131

7.2 Kepentingan Kriteria Pengembangan Kelembagaan dan Faktor Pembatas Pengelolaan

7.2.1 Kepentingan Kriteria Pengembangan Kelembagaan

Hasil kajian pada bagian sebelumnya telah mengidentifikasi lima kriteria penting terkait pengembangan kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan di Selat Bali. Supaya sesuai format tampilan AHP maksimum 8 karakter, maka kriteria tersebut disingkat dengan kata atau akronim yang mudah dimengerti. Kelima kriteria tersebut dan singkatnya adalah : a. Potensi SDI lestari, disingkat POT-SDI b. Pendapatan rumah tangga nelayan RTN meningkat, disingkat PEND-RTN c. Kesempatan kerja meningkat, disingkat KS-KERJA d. Selektifitas alat tangkap baik, disingkat SELEK-AT e. PAD meningkat, disingkat PAD. Gambar 37 menunjukkan bahwa potensi SDI lestari POT-SDI merupakan kriteria yang paling berkepentingan dengan pengembangan kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan di Selat Bali, yaitu dengan rasio kepentingan RK 0.309 pada inconsistency terpercaya 0.03. Sedangkan batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah tidak lebih dari 0,1. Gambar 37. Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan kelembagaan 132 Tingginya rasio kepentingan kriteria potensi SDI lestari POT-SDI ini terlihat dari komulasi perbandingan berpasangan format AHP diantara kriteria terkait seperti pada Gambar 38. Gambar 38 menunjukkan bahwa kepentingan kriteria potensi SDI lestari POT-SDI sekitar 2 dua kali lebih penting daripada kepentingan kriteria pendapatan RTN meningkat PEND-RTN dan kriteria selektifitas alat tangkap SELEK-AT. Kondisi ini menunjukkan potensi SDI lestari menjadi prasyarat utama dari kegiatan perikanan Selat Bali termasuk dalam mengimplementasikan suatu strategi kelembagaan pengelolaan. Menurut Bjorndal dan Zug 1995 kelestarian sumberdaya hayati menjadi faktor penentu utama kegiatan pemanfaatan di perairan laut, dan oleh karenanya kegiatan pemanfaatan yang bertanggung jawab dan konservasi habitat yang harus dikedepankan dalam semua kegiatan pengelolaan. Kriteria kesempatan kerja meningkat KES-KERJA merupakan kriteria yang berkepentingan kedua terhadap pengembangan kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan di Selat Bali, yaitu dengan rasio kepentingan RK 0,262 pada inconsistency terpercaya 0,03. Gambar 38. Komulasi perbandingan berpasangan format AHP diantara kriteria terkait 133 Kesempatan kerja juga menjadi kriteria penting dalam pengelolaan perikanan termasuk pengembangan kelembagaannya karena hampir semua masyarakat Selat Bali menggantungkan hidupnya pada kegiatan perikanan tangkap. Disamping itu, nilai transaksi perikanan yang melibatkan tenaga kerjanelayan dari masyarakat sekitar sangat dominan, misalnya transaksi perikanan di Muncar mencapai 80 dari perputaran ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Menurut Griffin dan Ronald. 1991 transaksi ekonomi yang berkembang dengan melibatkan masyarakat sekitar harus dipelihara, karena transaksi tersebut menjadi kekuatan lokal dan mendukung perekonomian daerah. Kriteria selektifitas alat tangkap SELEK-AT dan kriteria pendapatan RTN meningkat PEND-RTN merupakan kriteria yang berkepentingan ketiga dan keempat terhadap pengembangan kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan berbasis otonomi daerah di Selat Bali, yaitu masing-masing dengan RK 0.186 dan 0.162 pada inconsistency terpercaya 0.03. Kriteria pendapatan asli daerah PAD meningkat merupakan kriteria dengan rasio kepentingan paling rendah terkait dengan pengembangan kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan berbasis otonomi daerah di Selat Bali. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah terkait sebaiknya tidak terlalu mengharapkan PAD besar dari kegiatan perikanan yang ada, yang penting diharapkan adalah perbaikan ekonomi masyarakat dan kelangsungan pemanfaatan dapat terjaga dengan baik. Hal ini cukup wajar mengingat masyarakat kecil banyak terlibat pada kegiatan perikanan tersebut, sementara sumber PAD lainnya seperti potensi wisata, pelayaran, kegiatan ekonomi pendukung perikanan belum terlalu dikembangkan dengan baik. Menurut Hanna 1995 dalam pengembangan ekonomi yang berbasis masyarakat, pemerintah daerah harus lebih banyak berperan sebagai pembina dan pengayom yang memberikan berbagai kemudahan. Bila ini dapat berkembang baik, perekonomian kawasan akan tumbuh dan dengan sendirinya akan memberikan feedback kepada pembangunan daerah. 7.2.2 Kepentingan Faktor Pembatas Pengelolaan Analisis AHP memerlukan faktor pembatas yang berpengaruh dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali, disingkat dengan ketentuan : a Faktor pembatas kondisi perairan, disingkat Kond-Air b Faktor pembatas kewenangan otonomi, disingkat K-Otonom c Faktor pembatas kualitas SDM perikanan, disingkat SDM-Per 134 d Faktor pembatas lingkungan sosial, disimbulkan Ling-Sos Gambar 39. Hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengelolaan perikanan orientasi kriteria POT-SDI Keempat faktor pembatas pengelolaan tersebut perlu dipertimbangkan untuk setiap kriteria terkait, dalam upaya mencari strategi kelembagaan pengelolaan SDI berbasis otonomi daerah di Selat Bali. Hasil pertimbangan terhadap setiap faktor pembatas pengelolaan untuk setiap kriteria akan menjadi penentu bagi pemilihan alternatif strategi kelembagaan pengelolaan SDI berbasis otonomi daerah di Selat Bali. Hasil analisis kepentingan dari setiap faktor pembatas pengelolaan untuk setiap kriteria disajikan pada Gambar 39 – Gambar 42. Bagi pemerintah, faktor pembatas kondisi perairan KOND-AIR merupakan faktor pembatas yang paling penting yang harus diperhatikan dalam memenuhi kriteria potensi SDI lestari, yaitu dengan rasio kepentingan RK 0.340 pada inconsistency terpercaya 0.08. Hal ini cukup wajar karena kondisi perairan mempunyai hubungan dan pengaruh langsung dengan perkembangan sumberdaya ikan, sehingga bila kondisi perairan baik, maka sumberdaya ikan bisa tumbuh dan berkembang dengan cepat. Faktor pembatas lingkungan sosial LING-SOS dan faktor pembatas kualitas SDM perikanan SDM-PER merupakan faktor pembatas pengelolaan perikanan yang paling penting kedua dan ketiga orientasi kriteria potensi SDI lestari POT-SDI. Sedangkan faktor pembatas kewenangan otonomi K-OTONOM merupakan faktor pembatas pengelolaan yang paling rendah 135 kepentingannya terkait pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali, yaitu hanya dengan rasio kepentingan RK 0.121 pada inconsistency terpercaya 0.08. Gambar 40. Hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengelolaan perikanan orientasi kriteria PEND-RTN Diantara empat faktor pembatas pengelolaan yang ada dengan orientasi kriteria pendapatan RTN meningkat PEND-RTN, faktor pembatas lingkungan sosial merupakan faktor pembatas faktor pembatas pengelolaan yang paling penting dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan faktor pembatas tersebut yang paling tinggi diantara empat faktor pembatas pengelolaan yang ada, yaitu 0.364 pada inconsistency terpercaya 0.09 Gambar 40. Tingginya rasio kepentingan faktor pembatas lingkungan sosial ini kemungkinan besar dikarenakan usaha perikanan seperti purse-seine dan gillnet yang banyak melibatkan masyarakat, berkembang dengan baik di lokasi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Faktor pembatas kualitas SDM perikanan dan kondisi perairan merupakan faktor pembatas pengelolaan berkepentingan kedua dan ketiga orientasi PEND-RTN dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali, yaitu dengan rasio kepentingan RK masing- masing 0.280 dan 0.186 pada inconsistency terpercaya 0.09. Kualitas SDM memang juga berpengaruh dalam meningkatkan pendapatan karena hanya SDM yang terampil dan kreatif beraktivitas yang dapat menciptakan tambahan pendapatan. Kondisi perairan yang baik akan dapat menyediakan sumberdaya ikan potensial untuk ditangkap nelayan sebagai pendapatan. Menurut Musick, et. al 136 2008, kondisi perairan, stock sumberdaya ikan juga harus selalu dijaga, sehingga hasil tangkapan yang baik dinikmati secara berkelanjutan. Sedangkan faktor pembatas kewenangan otonomi K-OTONOM merupakan faktor pembatas pengelolaan yang paling rendah kepentingannya terkait pencapaian kriteria pendapatan RTN meningkat dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali RK = 0.171 pada inconsistency terpercaya 0.09. Hal ini cukup wajar, karena bagi nelayan, kewenangan otonomi tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan penangkapan di kawasan Selat, termasuk terhadap pengusahaan purse seine OBS, purse seine TBS, gill net, dan payang, sehingga dapat diabaikan mendukung peningkatan pendapatan nelayan di kawasan Selat Bali. Orientasi pada kesempatan kerja KS-KERJA, faktor pembatas lingkungan sosial merupakan faktor pembatas yang paling berkepentingan dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali, yang ditunjukkan oleh nilai RK paling tinggi 0.389 pada inconsistency terpercaya 0.03 Gambar 41. Hal ini lebih dilandasi oleh keprihatinan dan sikap moral dari semua stakeholders terkait sebagai anggota masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya ikan yang selama ini cenderung eksploitatif. Gambar 41. Hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengelolaan perikanan orientasi kriteria KS-KERJA Faktor pembatas kualitas SDM perikanan juga penting dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali urutan kedua terkait orientasi kesempatan kerja. Hal ini karena SDM yang berkualitas akan mempunyai kesempatan dan alternatif lapangan kerja yang lebih banyak. Hal ini misalnya terlihat di Kabupaten Buleleng, 137 di mana nelayan yang mampu berbahasa Inggris dapat berkerja sebagai pemandu wisata pada saat kegiatan melaut sepi. Gambar 42. Hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengelolaan perikanan orientasi kriteria SELEK-AT Kondisi perairan merupakan faktor pembatas yang paling berkepentingan terkait orientasi kriteria selektifitas alat tangkap SELEK-AT Gambar 42. Hal ini karena kondisi perairan yang baik dan kaya sumberdaya ikan akan memudahkan kegiatan penangkapan, sehingga nelayan menghindari praktek penangkapan yang destruktif untuk mendapatkan hasil tangkapan yang layak. Gambar 43. Hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengelolaan perikanan orientasi kriteria PAD 138 Sedangkan menurut Martin dan Tony, 1996, interaksi alat tangkap dalam mendapatkan hasil tangkapan yang diinginkan akan minimal pada perairan yang potensial, dan hal ini dapat menjadi kondisi yang baik bagi ekologi dan kelangsungan sumberdaya hayati. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menciptakan kondisi tersebut. Kewenangan otonomi K-OTONOM merupakan faktor pembatas yang paling berkepentingan dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali terkait orientasi PAD, yaitu dengan rasio kepentingan RK 0.391 pada inconsistency terpercaya 0.04 Gambar 43. Hal ini karena dengan pelaksanaan kewenangan otonomi, daerah dapat mengatur dan menentukan sendiri, tidak hanya terkait jenis pelayanan yang diberikan, tetapi jenis pajakretribusi daerah, sumber-sumber PAD yang dianggap potensial, dan besaran nilai retribusi tersebut. Menurut Yusron, et.al 2001, di era otonomi, pemerintah daerah memegang peranan penting bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya, karena daerah dapat menentukan sendiri orientasi pembangunan yang dilakukan dan sumber pendanaan yang mungkin dari masyarakatnya. Kondisi perairan KOND-AIR merupakan faktor pembatas pengelolaan yang tidak begitu penting dibandingkan tiga faktor pembatas lainnya RK = 0.126 pada inconsistency terpercaya 0.04 dalam pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali terkait orientasi PAD.

7.3 Kepentingan Alternatif Strategi Kelembagaan Pengelolaan