1.942.54 Model pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Selat Bali

15 Produksi ikan layang di Selat Bali adalah rata-rata sebesar 2,786.01 ton per tahun, terbagi ke dalam tiga daerah yaitu kabupaten Buleleng sebesar 96.61 ton per tahun atau 3.47 dari total produksi, kabupaten Jembrana sebesar 812.67 ton per tahun atau 29.17 dari total produksi dan Muncar 1,876.73 ton per tahun atau sebesar 67.36 dari total produksi, Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Ikan layang di Selat ini dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, pancing, gillnet dan pukat pantai. Alat purse seine merupakan alat tangkap paling dominan produksi tangkapannya yaitu sebesar 1,942.58 ton per tahun atau 80 dari rata-rata total produksi ikan layang per tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. 2.2 Kemiskinan dan Kesejahteraan Nelayan 2.2.1 Kemiskinan Nelayan Menurut Dahuri 2001, kemiskinan merupakan kondisi dimana kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah tidak dapat dipenuhi dengan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan merupakan persoalan yang mendasar dalam kehidupan nelayan. Ada tiga jenis kemiskinan yang biasanya terjadi di kalangan nelayan, yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural maupun kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural dapat terjadi bila kondisi struktur sosial nelayan yang tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Hal ini umumnya terjadi pada nelayan kecil yang tidak mempunyai akses kepada pasar sehingga mereka tidak ikut menikmati harga riil dari hasil produksinya, dan disisi lain marjin harga lebih banyak dinikmati oleh pedagang atau pengusaha. Kemiskinan kultural terjadi karena faktor kultur dari nelayan, yaitu budaya nelayan yang belum mampu mengelola ekonomi rumah tanga secara baik karena budaya hidup konsumtif. Disamping itu belum kuatnya budaya organisasi dikalangan mereka menyebabkan secara kolektif nelayan belum mampu memberdayakan dirinya. Sedangkan kemiskinan alamiah di kalangan nelayan lebih banyak disebabkan karena rusaknya sumberdaya pesisir dan laut. Kerusakan sumberdaya pesisir dan laut tersebut dapat disebabkan oleh karena faktor alam maupun oleh faktor manusia seperti pemboman ikan, pencemaran dan sebagainya. 16 Adapun penyebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan diantaranya kurangnya akses kepada sumber modal, kurangnya akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam ini. Sedangkan menurut Dahuri 2000, kemiskinan nelayan dapat disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, berkembangnya kriminalitas, serta alasan-alasan lain seperti minimnya sarana dan prasarana umum diwilayah pesisir, lemahnya perencanaan spasial yang mengakibatkan tumpang tindihnya beberapa sektor pada satu kawasan, polusi dan kerusakan lingkungan. Studi yang dilakukan pada dua propinsi pada dua pulau yaitu di Pulau Sumatera Propinsi Riau oleh IPB Monintja, 2001, menunjukkan bahwa tidak selamanya peluang- peluang ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir dan lautan dapat diadopsi dan menguntungkan mayoritas nelayan miskin kawasan. Hasil penelitian di Propinsi Riau menunjukkan bahwa kesederhanaan alat tangkap, terbatasnya modal, keterampilan dan kesempatan kerja lain, telah menyebabkan rendahnya tangkapan nelayan dan kalah bersaing dengan nelayan yang lebih kuat. Di samping itu, hambatan geografis, kelemahan organisasi dan kehadiran kelompok pemangsa predatory group menyebabkan KUD, TPI dan Program Penyuluhan perikanan tidak berfungsi. Kondisi ini memaksa nelayan terjerat hutang berkepanjangan dengan tengkulak yang justru mengekalkan kemiskinan Muchtar, 1985 dan Hermawan, 2006. Dalam kaitan dengan usaha penangkapan, kemiskinan nelayan dapat terjadi karena sumberdaya perikanan sulit diramalkan, investasi modal dan teknologi penuh risiko, sasaran tangkap tergolong liar, sehingga hasil tangkapan nelayan bersifat untung untungan. Isu kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pedesaan, khususnya nelayan memang sangat menarik untuk dikaji, nelayan merupakan kelompok masyarakat relatif lebih miskin di antara masyarakat miskin lainnya. Menurut Tridoyo 2003 dalam lingkungan masyarakat nelayan tercipta suasana kesenjangan pendapatan yang sangat memprihatinkan antara nelayan pemilik patron dan nelayan buruh pandega klien. Tingkat kesenjangan ini ditunjukkan dengan angka koefisien gini KG yang dihitung dengan pendekatan tingkat pendapatan yaitu mencapai 0.73. Angka tersebut menunjukkan betapa kesenjangan pendapatan antara dua kelompok nelayan tersebut sudah mendekati titik kritis BPS, 2008.