Saran Model pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Selat Bali

186 masing RK=0.216, pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam setiap aktivitas pengelolaan RK=0.148 dan pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam kontrol alokasi alat tangkap dan lokasi tangkap RK=0.109. Dalam implementasinya, lembaga khusus bentukan bersama PEMDA terkait strategi terpilih dapat berperan sebagai pelaksana program konservasi SDI, mengatur pemanfaatan SDI sesuai SKB kuota tangkap, jumlah alat tangkap, lokasi tangkap potensial, mengontrol harga jual dan operasi alat tangkap secara periodik, pusat informasi tenaga kerja perikanan dan pembinaannya, dan fasilitator dalam perencanaan PAD dari sektor perikanan. e. Hasil analisis model menunjukkan beberapa halkomponen yang harus dijaga untuk menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali adalah : a dalam pengelolaan pasar berupa kinerja pasar lokal, kinerja pasar ekspor, dan supply produk industri pengolahan ke pasar; b dalam pengelolaan SDI berupa keanakeragaman hayati ikan dan biota laut lainnya; c dalam pengelolaan usaha penangkapan ikan berupa kesejahteraan nelayan, penyerapan tenaga kerja usaha penangkapan ikan, dan pertumbuhan usaha penangkapan ikan; d dalam pengelolaan industri pengolahan berupa penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan, pendapatan industri pengolahan, dan pajak; e dalam upaya peningkatan kesejahteraan berupa pendapatan, tempat tinggal, pendidikan dan kesempatan kerja bagi nelayan; f untuk mencapai tujuan pembangunan nasional berupa sustainable keberlanjutan kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali. Pelaksanaan hal ini dapat dilakukan dalam koordinasi lembaga bentukan bersama Badan Pengelola Perikanan Selat BaliBP2SB yang menerapkan konsep co-management perikanan.

9.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan terkait penelitian ini adalah : a. Fasilitas tempat tinggal seperti saluran air bersih dan listrik, dan fasilitas pelayanan kesehatan seperti poliklinik, layanan alat kontrasepsi, konsultasi KB perlu dilengkapi pada semua lokasi tempat tinggal nelayan termasuk yang terpenciljauh dari kota di Kabupaten Buleleng. Hal ini karena fasilitas tersebut dapat mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan di Selat Bali. 187 b. Pemerintah daerah perlu lebih menggiatkan usaha pengolahan skala rumah tangga sehingga dapat memberi nilai tambah bagi nelayan, terutama bila produksi ikan mengalami penurunan. Lembaga khusus bentukan bersama PEMDA terkait strategi terpilih dapat menjadi fasilitator pembinaan tersebut. c. Usaha perikanan purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang perlu ditertibkan dengan alokasinya di perairan Selat Bali, sehingga tidak menimbulkan efek destruktif terhadap lingkungan perairan, mengingat usaha perikanan tersebut telah menjadi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali. d. Supaya implementasi model pengelolaan melalui Badan Pengelola Perikanan Selat Bali BP2SB dapat berhasil maksimal, maka untuk tahap awal perlu dilakukan komunikasi dan sosialisasi kepada perwakilan stakeholderspemangku kepentingan di lokasi. Dalam sosialisasi tersebut, berbagai masuk yang ada juga perlu diakomodir untuk penyempurnaan konsep implementasi yang telah disusun sehingga dapat diterima dan dijalankan bersama. 188 DAFTAR PUSTAKA Alfred. 1998. Personal Communication About Deveploment of Fisheries in Malalayang Village, Manado. Jurnal Depdagri Vol 12. Jakarta. Arimoto T, S.J. Choi, and Y.G. Choi. 1999. Trends and Perspectives for Fishing Technology Research towards the Sustainable Development, Tokyo University of Fisheries. Asri, M. 2000. Peningkatan Usaha Pengembangan Perikanan di Pantai Barat Sumatera Barat. UNAND. Padang. 127 hal. Badan Pusat Statistik BPS. 2008. Data Statistik Usaha Kecil dan Menengah UKM. Jakarta. 184 hal. Biro Pusat Statistik [BPS]. 1991. Metode Indikator Kesejahteraan Masyarakat Desa. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Bahari, R. 1989. Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Jakarta, 18-19 Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI. Jakarta. Baiquni M. 2005. Sesat Pikir Perencanaan Pembangunan Regional: Refleksi Kritis di Era Otonomi. Forum Perencanaan Pembangunan – Universitas Gadjah Mada Jogjakarta: Edisi Khusus, Januari 2005. hal. 1-10. Baharsyah S. 1995. Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Kerangka Penanggulangan Kemiskinan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Penanggulangan Kemiskinan , 20-24 Mei 1995, dalam Kolopaking , LM dan Aminah editor. Menyusun Rencana Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Bank Indonesia BI. 2007. Pengembangan Kredit Usaha Kecil dan Menengah Dalam Mendukung Investasi di Sektor Rill. www. bi.co.id Berkes, F. 1994. Property Rights and Coastal Fisheries, p. 51-62. In Pomeroy, R.S. ed. Community Management and Common Property of Coastal Fisheries in Asia and The Pasific: concepts,methods and exeriences. ICLARM Conf. Proc. 45, 189 p. Bintoro G. 1995. Tuna Resources In Indonesia’s Waters : Status, Possible Management Plan, and Recommendations for The Regulation of Fishing Effort. M.Sc Dissertation, Unpublished. Hull University. England. Bjorndal, K. A., and G. R. Zug. 1995. Growth and Age of Sea Turtles. In K. A. Bjorndal, editor. Biology and Conservation of Sea Turtles. Smithsonian Institution Press, Washington, D.C. Biro Pusat Statistik [BPS]. 1991. Metode Indikator Kesejahteraan Masyarakat. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 189 Bungin, B. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Bollen, K. A. 1989. Structural Equations with Latent Variables. John Wiley Sons. Inc. New York. Brown, D and S. Smith. 2005. Mainstreaming Fisheries Co-management in the Asia Pacific. FAO Regional Office for Asia and The Pacific. Bangkok. Dari website www.fao.org Budiharja, Amien, dan Rusmadji. 1990. Estimasi Pertumbuhan dan Kematian Ikan Lemuru di Selat Bali. Juranl Perikanan Indonesia. Jakarta. Bygrave, W. D. 1997. The Portable MBA Entrepreneurship. John Wiley dan Soons, Inc, USA. 248 halBadan Pusat Statistik [BPS]. 2008. Data Statistik Usaha Kecil dan Menengah UKM. Jakarta. Cahyono, B. T. 1995, Manajemen Strategi Pemasaran. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Program Magister Manajemen. Badan Penerbit IPWI Jakarta. Chaffee, E. E. 1985. Three Models of Strategy. Academic of Management Review. 10 hal 89-98. Charles, A. T. 1992. Fishery Conflicts, a Unified Framework, Marine Policy 16 5. 370pp. Clark, J.R. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. Lewis Publishers. Cochrane, K. L. 2002. A Fishery Manager’s Guidebook. Management Measures and Their Application. Senior Fishery Resources Officer. Fishery Resources Division, FAO Fisheries Department. Rome. 231pp. Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting, M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2001. Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia yang Maju, Makmur dan Berkeadilan. Makalah Pada Acara Temu Akrab CIVA-FPIK, tanggal 25 Agustus 2001. Bogor. Dahuri, R. 2000. The Application Of Carrying Capacity Concept For Sustainable Coastal Resources Development In Indonesia. Center For Coastal And Marine Resources Studies Ccmrs, Bogor Agricultural University IPB. Bogor. Dahuri, R., J. Rais, S. Putra, and M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu Integrated Coastal and Marine Resource Management. PT. Paradya Paramita, Jakarta. Darsono. 2008. Metodologi Riset Agribisnis. Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur. Surabaya. 190 Departemen Dalam Negeri [Depdagri]. 2005. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2008. Studi Pengembangan Kebijakan Perikanan Berbasis Kawasan. Program Kerjasama Ditjen KP3K-DKP. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. Co-Fish, 2005, Studi Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Untuk pengelolaan Penangkapan di Wilayah Perikanan Lokal dan Evaluasinya Terhadap Angka JTB, Unibraw. Malang Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2005. Penanggulangan Kemiskinan Serta Strategi Dan Program Dalam Mengatasi Isu. Lokakarya, tanggal 25-7 Mei 2005. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2004. Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2001-2004. DKP, Jakarta. 96 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. 2004. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. DKP, Jakarta. 101 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. 2004. Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2001-2004. DKP, Jakarta. 96 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. 2010. Pengelolaan Potensi Perikanan Selat Bali, Tantangan dan Permasalahannya. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. 2008. Laporan Produksi Tahun 2007. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. 2007. Laporan Produksi Tahun 2006. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng. 2009. Prospek Pengelolaan Potensi Perikanan Wilayah Barat Kabupaten Buleleng. Laporan Kegiatan. Singaraja. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng. 2009. Data Perikanan dan Kelautan Tahun 2008. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng. Singaraja. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur. 2009. Prospek Pengembangan Perikanan di Kawasan Selat Bali Berbasis Potensi Lokal. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur. Surabaya. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali. 2009. Data Statistik Perikanan Tahun 2008. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali. Denpasar. 191 Dinas Pekerjaan Umum PU Propinsi Bali. 2010. Sistem Pengairan Untuk Usaha Pertanian, Peternakan, dan Perikanan di Bali. Dinas Pekerjaan Umum PU Propinsi Bali. Denpasar Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan PKL Kabupaten Jembrana. 2009. Dinamika Produksi Perikanan Selat Bali dan Peluang Pengembangannya. Laporan Kegiatan. Jembrana Ditjen Perikanan Tangkap 2009. Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2008. Ditjen Perikanan Tangkap, DKP RI. Jakarta. Djadijono, M., I. M. L. Wiratma, dan T. A. Legowo. 2006. Membangun Indonesia dari Daerah , CSIS, Kanisius, Yogyakarta Djalal, H. 2002. Hak Perikanan Tradisional. Dalam Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Dutton, I. M. 1998. Personal Communication About Co-Management in Fisheries Sector. Jurnal Depdagri vol. 12. Jakarta. Dwiponggo. 1972. Kecepatan Pertumbuhan Lemuru S. Longiceps di Muncar, Selat Bali. Departemen Pertanian. Jakarta. Elfindri. 2002. Ekonomi Patron-klien. Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Fauzi, A. dan S. Anna. 2005. Studi Valuasi Ekonomi Perencanaan Kawasan Konservasi Selat Lembah, Sulawesi Utara. Mitra Pesisir Sulawesi Utara. Manado. Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Feeny, D. 1995. Optimality, Sub-Optimality, Nirvana, and Transaction Cost: Foraging on the Commons. Jurnal of the Fifth Meeting of the International Association for the Study of Common Property, Bodo, Norway, May 25. Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Food Agriculture Organization [FAO]. 2005. The State of World Fisheries and Agriculture SOFIA. FAO. Garrod, G. dan K. G. Willis. 1999. Economic Valuation on the Environment, Method and Case Studies. Edward Elgar, Massachusetts, USA. Gaspersz, V. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito Press. Bandung. Griffin, A. and C. Ronald. 1991. The Welfare Analytics of Transaction Costs, Externalities and Institutional Choice. American Journal of Agricultural Economics, 733: 601-614. 192 Hamdan, D. R. Monintja, J. Purwanto, S. Budiharsono, dan A. Purbayanto. 2006. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Buletin PSP 153:86-101. Hanley, N. D. and C. Spash. 1993. Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham, UK. Hanna, S. 1995. Efficiencies of User Participation in Nautral Resource Management. In Hanna, S. and M. Munasinghe eds. In Property Rights and the Environment - Social and Ecological Issues. Biejer International Institute of Ecological Economics and The World Bank. Washington, D.C. Hartoto, D. I., L. Adrianto, D. Kalikoski, and T. Yunanda eds. 2009. Building capacity for mainstreaming fisheries co-management in Indonesia. Course book. FAOJakarta, DKPJakarta: Rome, dari website : ftp:ftp.fao.orgdocrepfao012i0989ei0989e .pdf Hayduk, L.A. 1987. Structural Equation Modeling with LISREL. John Hopkins University Press. Baltimor and London. Hendriwan, M. F. A. Sondita, J. Haluan, dan B. Wiryawan. 2008. Analisis Optimasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Strategi Pengembangannya di Teluk Lampung. Buletin PSP 171:44-70. Hermawan, M. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Hou, W. C. 1997. Practical Marketing: An Asia Prespective. Pemasaran Praktis Cara Asia. Penerbit Mega Asia. Jakarta. Hyndman, R. J., M. L. King, I. Pitrun and B. Billah. 2005. Local Linear Forecast using Scubic Smoothing Spline. Australian and New Zealand Journal of Statistics, 47 Jusuf, G. 1999. The Indonesian Fishery Policy. Proceedings of The 3 1, 87–99. Ihsan. 2000. Kajian Model Pengembangan Perikanan Tangkap dalam Rangka Pengelolaan Laut Secara Optimal di Daerah Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Thesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. 106 hal. International co-operation on fisheries and Environment [ICOFE] . 2000. Regional Co-Operation In Fisheries and Environment edited by Line Kjelstrup et al.. Page 37-41. Jusuf, N. 2005. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap Dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Selatan Gorontalo. Disertasi telah di publikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 hal. rd Kaho J.R. 1998. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area. Bali Island – Indonesia, 19–21 August 1999. 193 [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. KKP dan CPR Kembangkan Kawasan Minapolitan. http:www.indonesia.go.ididindex.php? option=com_content task=viewid=11949Itemid=696. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 32MEN2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Kompas. 2003. Mampukah Indonesia Jadi Pemain Utama di Pasar Dunia?, http:www.kapet.orgarticlesarticledetail.asp?id=22 Kusrin, J. 1997. Matra Laut Sebagai Sektor Andalan Abad 21: Perspektif Hankam. Proseding Workshop Program Pelita VII PUSLITBANG Oseanologi LIPI dalam Rangka Menyongsong Penelitian Kelautan Abad 21, Jakarta 2-4 April 1997. Jakarta. Liana, T. M., M. F. Elmer, P. C. Lenore, and G. C. Alan. 2001. The Bolinao Community-Based Coastal Resource Management Project. Jurnal of Community Organizer, Haribon Foundation. Linting, M. L. dan A. P. Anung A.P. 1994. Studi Penggunaan Atraktan pada Rumpon Laut Dangkal. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 91. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembanagn Pertanian, DEPTAN Jakarta. Hal 82 – 91. Maarif, S. 2004. Analisis Hierarki Proses. Bahan Kuliah Program Studi PSL-SPS IPB. Bogor. Mamuaya, G. E., J. Haluan, S. H. Wisudo, dan I. W. Astika. 2007. Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Daerah Kota Pantai : Penelaahan Kasus di Kota Manado. Buletin PSP 161:146-160. Manetsch P.G.W and Park. 1977. System Analysis and Simulation with Application to Economic and Social Science. Michigan State University. USA. Mantjoro E. 1997. An Ecological and Human History of Bentenan and Tumbak Villages. Coastal Resource Management Project - Indonesia, Manado. Martinus, Sutjipto dan Setyohadi. 2004. Pendugaan Stock dan Daerah Penyebaran Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali. Departemen Pertanian. Jakarta Martin, V. A. and L. R. Tony. 1996. The Ecology of The Deep Ocean and Its Relevance to Global Waste Management. Journal of Essay Review. Southampton Oceanography Centre\ Empress Dock\ Southampton So03 2zh. United Kingdom Martosubroto, P. dan B. A. Malik. 1989. Potensi Sumberdaya Ikan Tuna dan Prospek Pengembangan Perikanannya. Makalah Lokakarya Perikanan Tuna. 5–6 Juni 1989, Warta Mina. Jakarta. Muchtar, A. 1999. Kebijakaan Pengembangan Perikanan Laut di Indonesia dalam Prosiding Seminar Tentang Oseanologi dan Ilmu Lingkungan Laut. Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta. Hal : 1-7 194 Muchtar, L. 1985. Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian Pengabdian Pengembangan Ekonomi dan Sosial Masyarakat LP 3 ES Universitas Riau. Pekanbaru. Mumby, P. J., E. P. Green, A. J. Edwards, and C. D. Clark. 1999. The cost- effectiveness of remote sensing for tropical coastal resources assessment and management. Journal of Environmental Management 1999 55, 157– 166. Munasinghe, M. 1993. Environment Economics and Sustainable Development. The World Bank. Washington. Musick, J. A., S. A. Berkeley, G. M. Cailliet, M. Camhi, G. Huntsman, M. Nammack, and M. L. Warren. 2008. Protection of Marine Fish Stocks at Risk of Extinction. Fisheries of Jr. Maret 2008. Muslich, M. 1993. Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 445 hal. Mustaruddin. 2009. Pola Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Menggunakan Pendekatan Analisis Persamaan Struktural. Buletin PSP, FPIK IPB, Oktober 2009. 15 hal Monintja, D. M. 2007. Sumberdaya Ikan dan Alat Penangkapan Ikan Potensial Bahan Kuliah. Program Studi Teknologi Kelautan, SPS-IPB. Bogor. Monintja, D. M. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal. Nontji, A. 1997. Pendirian Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Kelautan PUSPIPTEK KELAUTAN: Implementasi Pembangunan Benua Maritim Indonesia di Bidang IPTEK. Proseding Workshop Program Pelita VII PUSLITBANG Oseanologi LIPI dalam Rangka Menyongsong Penelitian Kelautan Abad 21, Jakarta 2-4 April 1997. Jakarta. Nikijuluw, V. P. H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta. Nyebakken. 1988. Kualitas Perairan bagi Kehidupan Berbagai Jenis Ikan dan Biota Lainnya. Di dalam Taslim Arifin Disertasi SPS IPB, 2008. SPS-IPB. Bogor Pomeroy, R., and M. D. Pido. 1995. Initiatives Towards Fisheries co-management in the Philippines: The case of San Miguel Bay. Marine Policy 193:213-226, dari website: http:www.sciencedirect.com Pemerintah Daerah PEMDA Kabupaten Jembrana. 2008. Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Jembrana, Bali. Jembrana. Pemerintah Daerah PEMDA Kabupaten Banyuwangi. 2007. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kabupaten Banyuwangi. Laporan Kegiatan. Banyuwangi. 195 Pemerintah Daerah PEMDA Kabupaten Buleleng. 2009. Rencana Aksi Pembangunan Perikanan Kabupaten Jembrana. Laporan Kegiatan. Singaraja. Pinkerton and Evelyn. 1989. Co-Operative Management of Local Fisheries – A New Directions for Improved Management and Community Development. Jurnal of Fisheries Vol 32. Vancouver: University of British Columbia Press. Pomeroy, R. S. 1998. A Process for Community-Based Fisheries Co-Management. AFSSRNews Section. Phuket, Thailand Putra, S. 2000. Konflik Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Sulawesi Utara Dapat Mengancam Kelestarian Pemanfaatannya. Jurnal Depdagri Vol 12. Jakarta. Rossiter, W. W. 1997. Fisheries Conservation Crisis in Indonesia: Massive Destruction of Marine Mammals, Sea Turtles and Fish Reported from Trap Nets In Pelagic Migratory Channels. This information is taken from internet: William Rossiter, President Cetacean Society International and Steve Morris. Ruddle, K., E. Hviding, and R. E. Johannes. 1992. Marine Resource Management In The Context Of Customary Tenure. Marine Resource Economics, 7, pp. 249-273. Saaty, T. L. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Pressindi. Jakarta. Safi’i, H. M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah Perspektif Teoritik. Cetakan I. Averroes Press. Malang. Satria, A., A. Umbari dan A. Fauzi. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Cetakan Pertama, Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Kajian Agraria IPB, Partnership for Governance Reform in Indonesia dengan PT. Pustaka Cidesindo. Bogor. Sayogyo. 1977. Metode Pengukuran Kesejahteraan Rumah Tangga Petani dan Masyarakat Pedesaan. IPB. Bogor. Senge, P. 1990. The Fith Disciplene : the Art and Practice of Learning Organization Double Day. New York. 293 hal Setiawan, I., D. R. Monintja, V. P. H. Nikijuluw, dan M. F. A. Sondita. 2007. Analisis Ketergantungan Daerah Perikanan sebagai Dasar Pelaksanaan Program Pemberdayaan Nelayan : Studi Kasus di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Buletin PSP 162:188-200. Sheppard, C. R. C., K. Matheson, J. C. Bythell, A. J. Edwards, P. Murphy, C. M. Blair and B. Blake. 1995. Habitat Mapping in the Caribbean for Management and conservation: use and assessment of aerial photography. AquaticCon servation: Marine and Freshwater Ecosystems. 5:277–298. 196 Siegal, A. 1991. The Implementation of Kruskal-Wallis Method to Management of Natural dan Human Resources. Boston. Soenarno, S. M., D. R. Monintja, R. C. Tarumengkeng dan A. V. S. Hubeis. 2007. Analisis Gender Terhadap Kegiatan Perikanan Pantai Kabupaten Subang, Jawa Barat. Buletin PSP 161:105-119. Sparre, P. dan S. C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan tropis Terjemahan Oleh: Widodo, J., I. G. S. Merta, S. Nurhakim dan M. Badrudin. FAO-Puslitbangkan-Balitbangkan. Jakarta. 438 hal. Subani, W. dan H. R. Barus. 1989. Alat Tangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50, 248 hal Tamba, H. 2004. Mencari Format Kebijakan Pemasaran UKM. dalam Majalah Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004. hal. 90-98. Proyeksi Pengembangan UKMK Menuju 2010. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. www.smecda.comdeputi7file_InfokopEDISI2025 kebijakan_ pemasaran_ukm.pdf. Tinungki, G. M. 2005. Evaluasi Model Produksi Surplus Dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali, Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Tuhepaly, D. K. 2006. Otonomi Khusus Bidang Kelautan: Suatu Pendekatan Multiaspek Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di Maluku. Cetakan I. Penerbit Galangpress Anggota IKAPI. Yogyakarta. Undang-Undang UU Nomor 45 Tahun 2009, Perubahan dari Undang-undang UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Yusran, A. Setiawan, A. Haris, A. Santoso, F. Djufry, F. Hamzah, H. Winarsi, H. Hernawan, Imron, L. Siahaineia, Mahfudz, M. Efendy, M. Sultan, N. Subandi, Pujiyanto, R. Latief, S. Tubalawony, dan Wardah. 2001. Tinjauan Ekonomi dan Ekologi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dalam Perspektif Otonomi Daerah. http:www.hayati-ipb.comusersrudyctgrp_paper01 kel2_012.htm. Wahab, S. A. 1997. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Waroi, D. 2010. Persyaratan Menjadi Kawasan Minapolitan. Http:Desmanwardi. Blogspot.Com201003Persyaratan-Menjadi-Kawasan-Minapolitan.Html. White, A.L. L. Z. Hale, Y. Renard, and L. Cortesi. 1994. Collaborative and Community Based Management of Coral Reef: lessons from experience. Kumarian Press, Inc., West Hartford, Connecticut. Whitehead, P. J. P. 1985. FAO Species Catalogue.Vol 7 Clupeid Fisheries of The World. FAO Fish. Synop. 7 25 Pty. 1 : 303. 197 Widodo, J. dan S. Nurhakim. 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Training of Trainers of Fisheries Resource Management. Hotel Golden Clarion. Jakarta. Wiranto, T. 2004. Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Laut Dalam Kerangka Pembangunan Perekonomian Daerah. Makalah Disampaikan pada Sosialisasi Nasional Program MFCDP. 22 September 2004, Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKepala BAPPENAS Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, BAPPENAS. Jakarta. Wudianto. 2001, Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853 di Perairan Selat Bali: Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan, Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. ABSTRAK SYAFRIL FAUZI. Model Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kawasan Selat Bali. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, dan EKO SRI WIYONO. Kegiatan perikanan menjadi tumpuan dominan sekitar 80 dari ekonomi nelayan dan masyarakat di kawasan Selat Bali. Namun hal ini tidak akan berarti banyak bila potensi yang ada tidak dikelola dengan baik dan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat nelayan. Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat kesejahteraan nelayan, meramalkan produksi ikan potensial, menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan, menyusun strategi kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan, dan membangun model pengelolaan kawasan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan. Metode yang digunakan terdiri dari analisis tingkat kesejahteraan, analisis peramalan forecasting, analisis kelayakan usaha, analisis strategi menggunakan AHP, dan analisis model menggunakan SEM. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali termasuk kategori ”sedang” total skor=25.80. Produksi ikan lemuru kecenderungan meningkat dalam 10 tahun terakhir, namun pada tahun 2010 diduga menurun menjadi 44,899.13 ton. Produksi ikan tongkol cenderung menurun, dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,035.30 ton. Produksi ikan layang juga cenderung menurun dan produksi pada tahun terakhir 2010 diduga mencapai 1,967.01 ton. Sebagai usaha perikanan yang dominan, purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang termasuk ‘sangat layak’ untuk dikembangkan lanjut di kawasan, karena mempunyai nilai NPV1, IRR6.25, ROI1, dan BC Ratio1. Pengembangan pengelolaan dilakukan oleh lembaga khusus yang dibentuk bersama oleh PEMDA terkait RK=0.284 merupakan strategi kelembagaan yang paling tepat mengelola sumberdaya ikan di lokasi. Lembaga khusus tersebut dapat berperan sebagai pelaksana program konservasi SDI, mengatur pemanfaatan SDI sesuai SKB, mengontrol harga jual dan operasi alat tangkap secara periodik, pusat informasi tenaga kerja perikanan dan pembinaannya, dan fasilitator dalam perencanaan PAD dari sektor perikanan. Model pengelolaan kawasan yang dikembangkan dapat memenuhi kriteria goodness of fit Chi-square, signifance probability, RMSEA, GFI, AGFI, CMINDF, TLI, dan CFI dengan cukup baik. Berdasarkan hasil analisis model ini, beberapa halkomponen yang perlu dijagadiperhatikan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali adalah kinerja pasar lokal, kinerja pasar ekspor, supply produk industri pengolahan ke pasar, keanekaragaman hayati, kesejahteraan nelayan, penyerapan tenaga kerja usaha penangkapan ikan dan industri, pertumbuhan usaha penangkapan ikan, pendapatan industri pengolahan, dan pajak. Kata Kunci : kawasan Selat Bali, model, pengelolaan, usaha perikanan ABSTRACT SYAFRIL FAUZI. The Model of Capture Fisheries Management in the area of Bali Strait. Under supervision of BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, and EKO SRI WIYONO. The fisheries activity was being prime mover around 80 of the fishermen and the society economic in the area of Bali Strait. However, it would be very much trivial if the potency was not well managed and unable to give the prosperity for the fishermen society. The research purposes were to determine the level of fishermen prosperity, to forecast the production of major catch of fishes, to determine the level of fisheries business feasibility, to formulate the management of the capacity building for strategy of fisheries resources, and to build the management model of the area that guarantees the sustainability of fisheries development. The method used consisted of the level of prosperity analysis, forecasting analysis, business feasibility analysis, strategy analysis by using AHP, and model analysis by using SEM. The results of analysis showed that the level of fishermen prosperity in the area of Bali Strait was ‘moderate’ total score=25.80. The production of lemuru tended to increase within the last several years and at the year of 2010 was forecasted to decrease 44,899.13 tonnes. The production of tongkol tended to decrease, and at the year of 2010 was forecasted to reach 2,035.30 tonnes. The production of layang also tended to decrease, and at the year of 2010 was forecasted to reach 1,967.01 tonnes. As the dominant fisheries business, purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net and ‘payang’ were very feasible to be developed in the area indicatively the values, NPV1, IRR6.25, ROI1, and BC Ratio1. The development managed by the spesific institution establised by local governments RK=0.284 was the right strategy of capacity building in order to manage the fisheries resources in the area. This specific institution roled to organize the fisheries resources conservation programs, to regulate the exploitation of fisheries resources based on local governments policy SKB, to supervise selling price and fishing gears operation periodically, to provide the information centre of job opportunity and the vocational centre, and to facilitate the local revenue planning of the sector of fisheries. The management model of the area developed could fit some criteria such as goodness of fit Chi-square, signifance probability, RMSEA, GFI, AGFI, CMINDF, TLI, dan CFII. The results of analysis of the model showed that some concerned components for sustainability guarantee of fisheries development in the area required were local market performance, export market performance, product supply of processing industry to the market, biodiversity, prosperity of fishermen, work force absorption of capture fisheries business and industry, growth of capture fisheries business, income of processing industry and tax. Keywords : Bali Strait Area, model, management, fisheries business RINGKASAN SYAFRIL FAUZI. Model Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kawasan Selat Bali. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, dan EKO SRI WIYONO. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan, pembangunan perikanan bertujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya. Tujuan tersebut belum berjalan dengan baik, karena 60 dari 47 juta jiwa penduduk Indonesia yang miskin berasal dari kalangan nelayan. Di samping itu, kelestarian ikan juga terancam karena 52 pada tingkat eksploitasi penuh hampir overfishing, 16 sudah overfishing, 5 pada tingkat penurunan produksi secara terus menerus status deplesi dan hanya 1 pada tingkat dalam proses pemulihan melalui program konservasi FAO, 2005. Kondisi ini banyak terjadi di perairan tropis termasuk di perairan Kawasan Selat Bali. Selat Bali merupakan satu-satunya perairan di Indonesia yang produksi perikanannya didominasi oleh satu spesies, yaitu ikan lemuru Sardinella lemuru. Kegiatan pemanfaatan ikan lemuru dan ikan potensial lainnya menjadi tumpuan dominan sekitar 80 dari ekonomi nelayan dan masyarakat di kawasan Selat Bali. Namun produksi hasil perikanan di lokasi ini terkadang tidak stabil disamping karena kawasan Selat Bali overfishing juga karena pengaruh musim. Koordinasi lembaga perikanan yang ada belum berjalan dengan baik, karena cukup banyak fungsi pengelolaan yang tumpang-tindih dan cenderung saling menghambat. Kondisi ini akan semakin sulit bila usaha perikanan yang dikembangkan juga tidak layak secara finansial, kelestarian sumberdaya ikan semakin terancam, sementara masyarakat nelayan mengharapkan kesejahteraan. Sejauh ini belum ada strategi dan model pengelolaan yang tepat untuk mengatasi hal ini, padahal kawasan Selat Bali berada di wilayah perbatasan pemilik wewenang otonomi Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali yang tentunya membutuhkan pola pengelolaan khusus yang berbeda dengan wilayah non perbatasan. Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali, melakukan pendugaan produksi ikan potensial di kawasan Selat Bali, menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan yang mendukung kesejahteraan nelayan, menyusun strategi kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan lestari berbasis otonomi daerah, dan membangun model pengelolaan kawasan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan. Penelitian ini dilaksanakan di tiga kabupaten yang terdapat di Kawasan Selat Bali, yaitu Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Waktu penelitian sekitar 9 sembilan bulan dimulai dari bulan Desember 2009 sampai dengan Agustus 2010. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, mencakup data perikanan data sumberdaya ikan, kapal perikanan, alat tangkap, produksi, musim tangkap, dan lainnya, data kesejahteraan pekerjaan, pendapatan, konsumsi, pemukiman, pendidikan anak, agama, kesehatan keluarga, dan lainnya, data sosial, budaya dan kelembagaan, data dinamika pengelolaan perilaku pasar, barang substitusi, kemitraan stakeholdersperilaku perikanan, pola penangkapan dan pola produksi industri pengolahan, dan lainnya, dan data kebijakan otonomi SKB, dan beberapa petunjukan teknis perikanan lainnya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara responden, pengamatan langsung di lapangan, studi literatur, dan diskusi pakar. Analisis data yang dilakukan secara umum terbagi dalam lima analisis besar, yaitu : a analisis tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali, b analisis pendugaan forecasting produksi perikanan, c analisis kelayakan usaha perikanan, d analisis strategi menggunakan Analitycal Hierarchy Process AHP, dan e analisis Structural Equation Modeling SEM untuk mengembangkan model pengelolaan kawasan perikanan yang menginteraksikan semua komponen yang ada seperti pasar, industri pengolahan, industri penangkapan ikan, pengelolaan SDI, dan otonomi daerah. Hasil analisis data lapangan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali termasuk kategori ”sedang” total skor=25.80. Tingkat kesejahteraan yang sedang ini lebih karena konsumsi rumah tangga yang baik diukur dengan konsumsi beras per tahun skor indikator 3.33 pada skala 1-4, kesehatan anggota keluarga nelayan yang cukup baik skor indikator 2.33 pada skala 1-3, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan skor indikator 3 pada skala 1-3, kehidupan beragama dengan toleransi tinggi skor indikator 2.70 pada skala 1-3, dan rasa aman dari gangguan kejahatan yang cukup baik skor indikator 2.27 pada skala 1-3. Konsumsi rumah tangga mempunyai skor indikator paling tinggi dipengaruhi oleh pendapatan nelayan yang tidak begitu jelek dari usaha penangkapan ikan 48,33 berpendapatan Rp 750,000,- – Rp 2,500,000,- per bulan dan berkembangnya usaha sampingan, seperti berkebun, menjadi pemandu wisata dan lainnya. Kesehatan anggota keluarga juga dianggap mempunyai kontribusi besar skor indikator 2.33 pada skala 1-3 bagi kesejahteraan nelayan dominan karena semakin baiknya kondisi kesehatan anggota keluarga nelayan, dimana hanya 12.90 RTN yang pernah sakit 50 dari anggota keluarganya. Ikan potensial hasil produksi perikanan di kawasan Selat Bali umumnya terdiri dari lemuru, tongkol, dan layang, dengan kontribusi masing-masing 81.08, 12.75, dan 4.22 dari dari total produksi ikan di lokasi. Ikan lainnya seperti kembung, teri, layur, selar, cakalang, kuwe, cucut, pari, ekor merah, dan cumi-cumi memberikan kontribusi sekitar 1.95 dari total produksi ikan di perairan Selat Bali. Hasil pendugaan produksi dengan metode spline secara umum lebih baik daripada metode moving average, sehingga digunakan dalam pendugaan hasil produksi ikan tahun 2010. Produksi ikan lemuru kecenderungan meningkat dalam 10 tahun terakhir, dan pada tahun terakhir 2010 diduga menurun menjadi 44,899.13 ton. Produksi ikan tongkol cenderung menurun, dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,035.30 ton. Produksi ikan layang juga cenderung menurun dan produksi pada tahun terakhir 2010 diduga menurun menjadi 1,967.01 ton. Produksi ikan lainnya kembung, teri, layur, selar, cakalang, kuwe, cucut, pari, ekor merah, dan cumi-cumi cenderung meningkat sejak penurunan drastis pada tahun 1995. Produksi ikan-ikan ini pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,921.11 ton. Usaha perikanan yang dominan dan berkontribusi besar bagi kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali ada empat, yaitu purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang. Keempat usaha perikanan tersebut termasuk ‘sangat layak’ untuk dikembangkan lanjut guna mendukung kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali, karena mempunyai nilai parameter yang lebih baik dari yang dipersyaratkan NPV1, IRR6.25, ROI1, dan BC Ratio1. Nilai NPV purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang adalah berturut-turut Rp 1,755,080,046.41,-, Rp 4,070,067,018.54,-, Rp 918,548,267.25,- dan Rp 982,670,737.88,-. Nilai IRR purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang adalah berturut-turut 102.55, 140.15, 53.08, dan 66.25. Nilai ROI purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang adalah berturut-turut 21.22, 25.80, 13.66, dan 14.98. Nilai BC Ratio purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang adalah berturut-turut 1.40, 1.50, 1.27, dan 1.34. Strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan kelembagaan pengelolaan SDI lestari berbasis otonomi daerah di Selat Bali berdasarkan urutan prioritasnya adalah 1 pengembangan pengelolaan dilakukan oleh lembaga khusus yang dibentuk bersama oleh PEMDA terkait RK=0.284, 2 pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam kontrol alokasi alat tangkap dan konflik RK=0.243, 3 pengembangan semua bentuk kegiatan pengelolaan oleh PEMDA masing-masing RK=0.216, 4 pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam setiap aktivitas pengelolaan RK=0.148 dan 5 pengembangan koordinasi intensif PEMDA dalam kontrol alokasi alat tangkap dan lokasi tangkap RK=0.109. Dalam implementasinya, lembaga khusus bentukan bersama PEMDA terkait strategi terpilih dapat berperan sebagai pelaksana program konservasi SDI, mengatur pemanfaatan SDI sesuai SKB kuota tangkap, jumlah alat tangkap, lokasi tangkap potensial, mengontrol harga jual dan operasi alat tangkap secara periodik, pusat informasi tenaga kerja perikanan dan pembinaannya, dan fasilitator dalam perencanaan PAD dari sektor perikanan. Model pengelolaan kawasan yang dibangun dapat memenuhi kriteria goodness of fit dengan cukup baik. Model tersebut mempunyai nilai Chi-square 846,209, signifance probability 0.000, RMSEA 0.125, GFI 0.748, AGFI 0.656, CMINDF 3.486, TLI 0.784, dan CFI 0.828. Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali, maka berdasarkan hasil analisis model, beberapa komponen yang harus dijaga adalah : a dalam pengelolaan pasar berupa kinerja pasar lokal, kinerja pasar ekspor, dan supply produk industri pengolahan ke pasar; b dalam pengelolaan SDI berupa keanakeragaman hayati ikan dan biota laut lainnya; c dalam pengelolaan usaha penangkapan ikan berupa kesejahteraan nelayan, penyerapan tenaga kerja usaha penangkapan ikan, dan pertumbuhan usaha penangkapan ikan; d dalam pengelolaan industri pengolahan berupa penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan, pendapatan industri pengolahan, dan pajak; e dalam upaya peningkatan kesejahteraan berupa pendapatan, tempat tinggal, pendidikan dan kesempatan kerja bagi nelayan; f untuk mencapai tujuan pembangunan nasional berupa sustainability keberlanjutan kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali. Dalam interaksi nyata di kawasan Selat Bali, komponen tersebut harus menjadi perhatian penting dan ditingkatkan kinerjanya, karena bila hal ini tidak dilakukan, dapat mengganggu secara serius kegiatan perikanan yang ada. Kata kunci : kawasan Selat Bali, model, pengelolaan, usaha perikanan 1 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi perikanan laut Indonesia yang mencapai 6,4 juta tontahun memungkinkan Indonesia untuk mewujudkan kegiatan perikanan yang kokoh, mandiri, dan berkelanjutan serta memperluas kesempatan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri dan peningkatan penerimaan devisa negara yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009, tujuan pembangunan perikanan adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya. Namun tujuan tersebut belum berjalan dengan baik, karena 60 dari 47 juta jiwa penduduk Indonesia yang miskin berasal dari kalangan nelayan. Menurut Dahuri 2001 dan Elfindri 2002, kemiskinan atau kesejahteraan rendah dari kalangan nelayan dalam perspektif otonomi daerah terjadi antara lain karena : 1 Kurangnya akses kepada sumber modal, kurangnya akses teknologi, dan kurangnya akses pasar di daerah otonomi. 2 Minimnya sarana dan prasarana umum pesisir di daerah otonomi, dan lemahnya perencanaan spasial yang mengakibatkan tumpang tindihnya program pada satu kawasan di daerah otonomi. 3 Timbulnya berbagai faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, berkembangnya kriminalitas di daerah otonomi. 4 Sifat alamiah sumberdaya perikanan yang sulit diramalkan, yang menyebabkan investasi modal dan teknologi penuh risiko, sasaran tangkap tergolong liar, sehingga pendapatan nelayan di daerah otonomi sulit direncanakan. 5 Struktur sosial nelayan yang umumnya dicirikan dengan kentalnya hubungan patron-klien. Hubungan ini menimbulkan kesenjangan 2 pendapatan yang cukup besar antara nelayan pemilik patron dan nelayan buruh pandega client di daerah otonomi. Kondisi tersebut akan semakin parah bila pemanfaatannya sudah overfishing, dimana nelayan kecil semakin sulit mendapatkan hasil tangkapan dan beberapa upaya perikanan tidak layak dilakukan lagi. Food and Agriculture Organization FAO 2005 menyatakan bahwa sekitar 3 sumberdaya perikanan dunia pada tingkat eksploitasi optimum, 23 pada tingkat eksploitasi moderat, 52 pada tingkat eksploitasi penuh hampir overfishing, 16 sudah overfishing, 5 pada tingkat penurunan produksi secara terus menerus status deplesi dan hanya 1 pada tingkat dalam proses pemulihan melalui program konservasi. Kondisi ini umumnya terjadi pada perairan daerah tropis termasuk Indonesia. NOOA yang melakukan pemantauan terhadap kesuburan perairan seluruh Indonesia melalui citra satelite menyatakan bahwa perairan Indonesia masih kaya sumberdaya ikannya dan masih subur kandungan klorofil, meskipun bervariasi di seluruh kawasan. Namun demikian, kondisi sumberdaya ikan termasuk memprihatinkan, yang mengindikasikan tujuan pembangunan perikanan tentang pemanfaatan tidak diiringi dengan upaya menjaga kelestariannya. Dalam kaitan dengan perikanan tangkap, kebijakan pembangunan perikanan dititikberatkan pada upaya : 1 menjadikan perikanan sebagai salah satu andalan perekonomian dengan membangkitkan industri dalam negeri mulai dari penangkapan sampai ke pengolahan dan pemasaran; 2 rasionalisasi, nasionalisasi, dan modernisasi armada perikanan secara bertahap dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan keberpihakan pada perusahaan dalam negeri dan nelayan lokal; dan 3 penerapan pengelolaan perikanan fisheries management secara bertahap berorientasi kepada kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan. Kebijakan pembangunan perikanan ini tidak akan berjalan dengan baik bila lembaga dan komponen perikanan terkait mendahulukan kepentingan masing-masing dalam pengelolaan perikanan. Menurut DKP 2008, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan kebijakan yang dapat menjamin keberlanjutan pembangunan di suatu kawasan yaitu : terdapat keterkaitan kuat antara kegiatan pengelolaan tersebut dengan kegiatan lainnya di kawasan, ada unsur dari sumberdaya yang digunakan dalam pengelolaan tersebut yang menjadi kewenangan instansi yang lain; dan terdapat desentralisasi sebagian urusan perikanan pada lembaga daerah yang