571.43 912.40 165.29 11,609.25 1995 277.56 812.67 Model pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Selat Bali

14 Tabel 6. Perkembangan Produksi Ikan layang Berdasarkan Daerah di Selat Bali, 1994-2003 ton Tahun Buleleng Jembrana Muncar Jumlah 1994 29.25 2,812.33 732.19 3,574 1995 182.47 1,758.18 598.84 2,539 1996 93.27 721.59 616.46 1,431 1997 102.39 202.34 4,959.80 5,265 1998 25.38 177.23 951.35 1,154 1999 67.49 120.16 1,006.94 1,195 2000 78.37 220.35 1,454.71 1,753 2001 56.69 1,485.41 2,216.75 3,759 2002 45.68 371.49 3,059.20 3,476 2003 94.47 257.61 3,171.05 3,523 Rata-rata

77.55 812.67

1,876.73 2,767 Sumber: DKP, 2005 Tabel 7. Perkembangan Produksi Ikan Layang Berdasarkan Alat Tangkap di Selat Bali, 1994-2003 ton Tahun Payang Pukat Pantai Purse saine Gillnet Pancing Jumlah 1994 139.96 12.80 3,451.92 36.40 178.99 3,820.08 1995 111.82 14.42 2,220.26 26.63 222.86 2,595.98 1996 118.56 45.04 1,033.89 99.66 163.68 1,460.83 1997 810.16 12.72 3,851.12 109.51 429.51 5,213.01 1998 192.66 45.71 676.43 90.06 164.94 1,170.80 1999 238.40 14.97 694.40 79.36 142.58 1,169.71 2000 323.24 31.57 900.14 99.73 353.46 1,708.14 2001 651.73 15.21 2,634.91 51.02 421.94 3,774.81 2002 832.31 23.50 1,973.81 339.86 321.36 3,490.85 2003 832.56 17.12 1,988.95 137.32 479.95 3,455.90 Rata- rata 425.14

23.40 1.942.54

106.96 287.93 2,786.01 Sumber: DKP, 2005 15 Produksi ikan layang di Selat Bali adalah rata-rata sebesar 2,786.01 ton per tahun, terbagi ke dalam tiga daerah yaitu kabupaten Buleleng sebesar 96.61 ton per tahun atau 3.47 dari total produksi, kabupaten Jembrana sebesar 812.67 ton per tahun atau 29.17 dari total produksi dan Muncar 1,876.73 ton per tahun atau sebesar 67.36 dari total produksi, Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Ikan layang di Selat ini dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, pancing, gillnet dan pukat pantai. Alat purse seine merupakan alat tangkap paling dominan produksi tangkapannya yaitu sebesar 1,942.58 ton per tahun atau 80 dari rata-rata total produksi ikan layang per tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. 2.2 Kemiskinan dan Kesejahteraan Nelayan 2.2.1 Kemiskinan Nelayan Menurut Dahuri 2001, kemiskinan merupakan kondisi dimana kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah tidak dapat dipenuhi dengan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan merupakan persoalan yang mendasar dalam kehidupan nelayan. Ada tiga jenis kemiskinan yang biasanya terjadi di kalangan nelayan, yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural maupun kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural dapat terjadi bila kondisi struktur sosial nelayan yang tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Hal ini umumnya terjadi pada nelayan kecil yang tidak mempunyai akses kepada pasar sehingga mereka tidak ikut menikmati harga riil dari hasil produksinya, dan disisi lain marjin harga lebih banyak dinikmati oleh pedagang atau pengusaha. Kemiskinan kultural terjadi karena faktor kultur dari nelayan, yaitu budaya nelayan yang belum mampu mengelola ekonomi rumah tanga secara baik karena budaya hidup konsumtif. Disamping itu belum kuatnya budaya organisasi dikalangan mereka menyebabkan secara kolektif nelayan belum mampu memberdayakan dirinya. Sedangkan kemiskinan alamiah di kalangan nelayan lebih banyak disebabkan karena rusaknya sumberdaya pesisir dan laut. Kerusakan sumberdaya pesisir dan laut tersebut dapat disebabkan oleh karena faktor alam maupun oleh faktor manusia seperti pemboman ikan, pencemaran dan sebagainya.