Pola Pengelolaan Industri Pengolahan

166 baku, bahan pendukung, maupun menjadi pemasaran usaha ekonomi besar, dan sebaiknya usaha ekonomi besar menjadi pelindung usaha ekonomi kecil dalam bentuk jaminan pasar, pembinaan usaha, dan lainnya. Kondisi usaha penangkapan ikan yang ada juga sangat layak, akibat dari tingkat keuntungan yang didapat jauh lebih tinggi dari suku bunga yang bisa diberikan oleh bank, sehingga nelayan yang punya uang lebih, kebanyakan tertarik berinvestasi pada usaha penangkapan tersebut daripada menyimpan uangnya di bank. Kondisi menyebabkan pertumbuhan usaha penangkapan secara signifikan mempengaruhi kondisi usaha penangkapan yang ada saat ini KP = 1.36 pada P = 0.005. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bawa purse seine one boat system OBS, purse seine two boat system TBS, gill net dan payang mempunyai IRR masing-masing 102.55, 140.15, 53.08, dan 66.25, sedangkan suku bunga bank hanya 6.25. Terkait dengan ini, maka pemerintah juga perlu mengatur secara jelas tentang kuota tangkap yang diperbolehkan, tanpa menghambat pengembangan usaha penangkapan ikan yang potensial termasuk yang berskala besar. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan eksplorasi daerah penangkapan ikan yang baru penyerapan tenaga kerja, konservasi sumberdaya dalam bentuk penebaran bibit ikan, dan lainnya. Bila hal ini dapat dilakukan, maka kawasan Selat Bali benar-benar dapat menjadi sentra perikanan strategis yang produktif, ramah lingkungan dan keberlanjutan. Menurut Liana et al. 2001 keberlanjutan ekonomi pesisir berbasis perikanan sangat tergantung pada produktivitas pengelolaan yang menyelaraskan kegiatan pemanfaatan dengan kegiatan konservasi, tidak mutlak karena luasnya perairan yang dikelola.

8.2.4 Pola Pengelolaan Industri Pengolahan

Industri pengolahan juga merupakan komponen penting dan menjadi penentu dalam pengelolaan kawasan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali. Saat ini, industri pengelohan tersebut telah menjadi tujuan utama pemasaran hasil tangkapan ikan nelayan di perairan Selat Bali. Industri pengolahan yang banyak berkembang di lokasi umumnya terdiri dari industri pengemasan, industri pengolahan ikan lemuru, dan industri tepuk ikan. Keberadaaan industri pengolahan ini telah menjadi pendorong penting berkembangnya usaha penangkapan ikan, usaha penyediaan bahan pendukung, dan usaha jasa perikanan dan kelautan di lokasi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi 2009 menyatakan bahwa nelayan tidak pernah kesulitan 167 dalam menjual hasil tangkapan karena industri pengolahan yang ada dapat menampungnya meskipun pada musim puncak. Bahkan beberapa industri pengolahan ada yang mendatang ikan segar hasil tangkapan dari perairan Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku karena produksi perikanan di lokasi tidak mencukupi kebutuhan industri pengolahan yang ada. Terkait dengan ini, maka keberadaan industri pengolahan sangat mempengaruhi interaksi pengelolaan perikanan di kawasan. Dalam model yang dikembangkan, industri pengolahan tersebut dapat berinteraksi dengan komponen pasar, kesejahteraan nelayan, usaha penangkapan, pembangunan nasional, pertumbuhan industri pengolahan lainnya X41, penyerapan tenaga kerja industri pengolahan X42, pendapatan industri pengolahan X43, dan pajak. Tabel 52 menyajikan pengaruh atau posisi tawar dari komponen lainnya terhadap industri pengolahan di kawasan Selat Bali. Berdasarkan Tabel 52, industri pengolahan di kawasan Selat Bali dapat berinteraksi langsung dengan pertumbuhan industri pengolahan lainnya X41, penyerapan tenaga kerja industri pengolahan X42, pendapatan industri pengolahan X43, dan pajak. Sedangkan interaksinya terhadap komponen pasar, kesejahteraan nelayan, pembangunan nasional dan lainnya bersifat tidak langsung. Dari interaksipengaruh yang bersifat langsung, hanya interaksinya dengan pajak bersifat negatif. Dalam kaitan dengan pengaruh terhadap pembangunan nasional, industri pengolahan secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan X51 dan sustainable pembangunan X53, yang ditunjukkan oleh pengaruh tidak langsung yang negatif, masing-masing -0.007 dan – 0.073. Secara sepintas hal ini mengindikasi bahwa ada permasalahan yang terjadi pada industri pengolahan sehingga tidak berjalan seirama dengan pembangunan nasional, atau mungkin ada kebijakan pembangunan yang tidak dapat diterima oleh industri pengolahan di lokasi. 168 Tabel 52 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi pengelolaan industri pengolahan Komponen Direct Effects DE Indirect Effects IE Total Effects TE Pasar Kesejateran_Nelayan Pajak -0.077 -0.077 Pembangunan_Nasional -0.007 -0.007 OTDA Industri Penangkapan SDI X13 X11 X12 X53 -0.012 -0.012 X74 X73 X72 X71 X52 0.019 0.019 X51 -0.007 -0.007 X63 X62 X61 X43 0.117 -0.073 0.044 X42 0.124 0.124 X41 1 1 X31 X32 X33 X21 X22 X23 Menurut Tinungki 2005 pembatasan kuota tangkap atau operasi usaha penangkapan ikan yang diatur dalam SKB No. 238 Tahun 1992674 tahun 1992 menyebabkan banyak industri pengolahan yang kekurangan bahan baku, sehingga beberapa industri tersebut mendatangkan bahan baku ikan dari lokasi lain yang harganya cenderung lebih mahal. Akibat dari hal ini, industri pengolahan tersebut mengalami pembengkakan biaya produksi, sehingga meminta keringanan retribusi kepada PEMDA. Kondisi ini kemudian menurunkan penerimaan pajakretribusi PEMDA dari sektor perikanan, sehingga secara tidak langsung mengganggu sumbangsihnya terhadap pembangunan nasional. Namun demikian, apakah pengaruh pajak tersebut berifat serius atau signifikan di lokasi, Tabel 52 menyajikan 169 hal ini dalam bentuk koefisien pengaruh KP komponen langsung dan probality P pengaruhnya. Tabel 53. Koefisien pengaruh KP dan Probability P dalam interaksi pengelolaan industri pengolahan Tabel 53 menunjukkan bahwa industri pengolahan dipengaruhi oleh pajak dengan koefisien -0.077 bersifat signifikan P0.05. Hal ini dapat dipahami karena industri pengolahan sangat banyak di kawasan Selat Bali, terutama di Muncar Kabupaten Banyuwangi dan kawasan PPN Pengambengan Kabupaten Jembrana, sehingga bila ada permasalahan terkait dengan pajakretribusi misal ada retribusi ilegal untuk masuk kawasan industri, maka akan sangat mudah menyebar di kawasan industri pengolahan, sedangkan besarnya pajakretribusi tersebut akan menentukan besar-kecilnya pendapatan asli daerah PAD di kabupaten terkait. Menurut Tuhepaly 2006, PAD sangat berperan penting bagi pembangunan daerah di era otonomi saat ini, dimana PAD yang didapat setiap tahun tersebut menjadi sumberdaya pembiayaan daerah tersebut pada tahun berikutnya. Disamping itu, pembangunan daerah tersebut sangat dicirikan oleh kontribusi usaha ekonomi utama yang terdapat di daerah tersebut. Dalam kaitan ini, maka Pemerintah Daerah PEMDA perlu mencegah pungutan retribusi di luar ketentuan retribusi ilegal sambil terus mengembangkan mekanisme yang memungkinankan industri pengolahan untuk dapat membayar pajak yang sudah diatur sebagai mestinya, seperti dengan diberlakunya sanksi bagi industri pengolahan yang menunggak. Namun hal ini juga harus disertai dengan kebijakan pemerintah yang mempermudah masuknya bahan baku ikan dari berbagai daerah, seperti dengan mempersingkat jalur birokrasi izin pengiriman, menyederhanakan sistem karantina barang, dan membasmi pengutan liar oleh oknum aparat. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka produksi biaya tinggi dapat dihindari pada industri pengolahan, dan alokasi pajak dapat disediakan dengan mudah oleh industri pengolahan. Industri pengolahan juga dipengaruhi secara positif signifikan oleh penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan X42 dan juga pendapatan Interaksi KP S.E. C.R. P Label X42 -- Industri 0.124 0.05 2.489 0.013 par-5 X43 -- Industri 0.117 0.042 2.785 0.005 par-41 X41 -- Industri 1 Fix Pajak -- Industri -0.077 0.038 -2.008 0.045 par-49 170 industri pengolahan X43 tentunya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien pengaruh KP industri pengolahan terhadap X42 dan X43 yang masing-masing 0.124 pada P = 0.013 dan 0.117 pada P = 0.005. Terkait dengan ini, maka secara sosial keberadaan industri pengolahan tersebut telah bersinergi dengan keberadaan lapanganan kerja bagi masyarakat sekitar, dan hal ini dapat dijamin keberlanjutannya karena industri pengolahan juga tetap mendapat pendapatan dan keuntungan yang layak. Berbeda dengan industri, jumlah pendapatan umumnya tidak begitu penting bagi masyarakat pesisir, tetapi pelibatan mereka menjadi hal yang utama Mustaruddin, 2009. Terkait dengan ini, maka keberadaan industri pengolahan tersebut harus tetap dipertahankan di lokasi, dan supaya masyarakat dapat menjadi bagian industri tersebut, maka pemerintah perlu memberi pembinaan kepada masyarakat sekitar sehingga tetap kompeten dengan kebutuhan industri. Program pendidikan gratis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, misalnya di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Banyuwangi tetap harus dipertahankan. Dalam lingkup lebih luas, pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan karena mereka akan lebih terampil dan siap pakai baik sebagai tenaga kerja industri pengolahan maupun sektor ekonomi lain yang membutuhkannya

8.2.5 Pola Pengelolaan Otonomi Daerah