170
industri pengolahan X43 tentunya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien pengaruh KP industri pengolahan terhadap X42 dan X43 yang masing-masing
0.124 pada P = 0.013 dan 0.117 pada P = 0.005. Terkait dengan ini, maka secara sosial keberadaan industri pengolahan tersebut telah bersinergi dengan
keberadaan lapanganan kerja bagi masyarakat sekitar, dan hal ini dapat dijamin keberlanjutannya karena industri pengolahan juga tetap mendapat pendapatan dan
keuntungan yang layak. Berbeda dengan industri, jumlah pendapatan umumnya tidak begitu penting bagi masyarakat pesisir, tetapi pelibatan mereka menjadi hal
yang utama Mustaruddin, 2009. Terkait dengan ini, maka keberadaan industri pengolahan tersebut harus tetap dipertahankan di lokasi, dan supaya masyarakat
dapat menjadi bagian industri tersebut, maka pemerintah perlu memberi pembinaan kepada masyarakat sekitar sehingga tetap kompeten dengan kebutuhan industri.
Program pendidikan gratis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, misalnya di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Banyuwangi tetap harus dipertahankan.
Dalam lingkup lebih luas, pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan karena mereka akan lebih terampil dan siap pakai baik
sebagai tenaga kerja industri pengolahan maupun sektor ekonomi lain yang membutuhkannya
8.2.5 Pola Pengelolaan Otonomi Daerah
Baiquni 2005, otonomi daerah merupakan sistem pemerintahan yang memberi kewenangan penuh Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengelola
hal-hal tertentu yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak yang terdapat di daerah. Otonomi daerah ini dimaksudkan untuk memperluas ruang gerak daerah
dalam mengatur dirinya sendiri dan dalam berkontribusi pada pembangunan nasional. Untuk mendukung keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan
Selat Bali, maka peran daerah sangat dibutuhkan di era otonomi ini. Daerah yang dalam hal ini PEMDA-nya, sangat dibutuhkan perannya baik terkait tiga hal, yaitu
infrastruktur, perijinan, dan kelembagaan. Secara teknis pada kegiatan perikanan, peran tersebut didukung oleh pengelolaan sumberdaya ikan SDI di perairan Selat
Bali, pengaturan kegiatan produksi terutama yang dilakukan industri, dan penciptaan kesejahteraan rakyat terutama nelayan yang terdapat di kawasan Selat
Bali.
171
Tabel 54. Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi pengelolaan otonomi daerah
Komponen Direct Effects
DE Indirect Effects
IE Total Effects
TE
Pasar Kesejateran_Nelayan
-0.005 -0.005
Pajak -0.006
-0.006 Pembangunan_Nasional
-0.001 -0.001
OTDA Industri
0.016 0.016
Penangkapan SDI
0.048 0.048
X13 X11
X12 X53
-0.001 -0.001
X74 X73
0.004 0.004
X72 -0.015
-0.015 X71
0.003 0.003
X52 0.002
0.002 X51
-0.001 -0.001
X63 0.149
0.149 X62
0.14 0.14
X61 1
1 X43
-0.004 -0.004
X42 0.002
0.002 X41
0.016 0.016
X31 X32
X33 X21
0.011 0.011
X22 0.007
0.007 X23
0.048 0.048
Untuk optimal dan efektifnya pelaksanaan peran tersebut, maka kebijakan pengelolaan yang dilakukan oleh PEMDA harus bersesuaian dengan pola
interaksipengaruh yang bisa diberikan oleh konsep otonomi tersebut terhadap komponen pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali. Tabel 54 menyajikan
posisi tawar atau pengaruh komponen pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali terhadap otonomi daerah baik langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan Tabel 54, pengelolaan otonomi daerah dipengaruhi 6 pengaruh langsung direct effect dan 14 pengaruh tidak langsung indirect effect terhadap
terhadap komponen pembangunan perikanan. Namun seperti sebelumnya, yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaruh atau interaksi langsung, karena
172
menjadi penyebab timbulnya pengaruh lainnya. Dari enam komponen yang berinteraksi langsung, pengaruh pengelolaan otonomi daerah terhadap
kesejahteraan nelayan bersifat negatif -0.005. Pengaruh langsung yang positif pada pengelolaan otonomi adalah industri dan SDI, yaitu masing-masing 0.016 dan
0.048. Dalam kaitan dengan dimensi konstruk, pengelolaan otonomi daerah dipengaruhi oleh kelembagaan X63 sekitar 0.140. perijinan X62 sekitar 0.14, dan
infrastruktur X61 sekitar 1. Pengaruh negatif terhadap kesejahteraan nelayan memberi indikasi bahwa ada konsep otonomi daerah yang dalam pelaksanaannya
justru merugikan nelayan. Hasil survai menunjukkan bahwa otonomi daerah yang juga melingkupi perairan laut, cenderung membatasi ruang nelayan dalam
melakukan penangkapan ikan, sehingga hasilnya terkadang tidak maksimal. Menurut Antara News 2010, pelayanan sosial yang diberikan oleh PEMDA
Banyuwangi masih terlalu birokratis, sehingga kebanyakan masyarakat tidak mengerti dan malas mengurusnya. Hal ini misalnya terlihat dalam pengurusan surat
keterangan tidak mampu untuk berobat, surat usaha, penanganan konflik perikanan, dan lainnya.
Terkait hal ini, pemerintah daerah hendaknya dapat lebih mempermudah birokrasi pelayanan sosial yang dibutuhkan masyarakat, terutama menyangkut
kepentingan nelayan kecil. Disamping itu, pemerintah tiga kabupaten berbatasan di Selat Bali harus lebih fleksibel dalam pelaksanaan kewenangannya terkait
pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Selat Bali, sehingga nelayan antar kabupaten dapat menangkap ikan secara bebas di perairan Selat Bali dan
mendukung konsep otonomi daerah. Pelaksanaan SKB No. 238 Tahun 1992674 tahun 1992 cukup membatasi alokasi unit penangkapan saja untuk setiap daerah,
sedangkan fishing ground dibebaskan. Bila hal ini belum dapat berjalan baik, maka pemerintah daerah terkait perlu secara intensif melakukan pertemuan-pertemuan
guna membahas permasalahn bersama dalam pengelolaan kawasan Selat Bali. Hal ini perlu segera dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan kesejahteraan
nelayan yang akan berakibar pula pada keberlanjutan otonomi daerah. Tabel 55 menyajikan sifat pengaruh langsung komponen lainnya
terhadap pengelolaan otonomi tersebut.
173
Tabel 55 Koefisien pengaruh KP dan Probability P dalam interaksi pengelolaan otonomi daerah
Interaksi KP
S.E. C.R.
P Label
Kesejateran_Nelayan -- OTDA
-0.005 0.004
-1.298 0.194 par-13 SDI
-- OTDA
0.048 0.091
0.529 0.597 par-14 Industri
-- OTDA
0.016 0.027
0.596 0.551 par-16 X61
-- OTDA
1 Fix
X62 --
OTDA 0.14
0.103 1.353 0.176 par-6
X63 --
OTDA 0.149
0.091 1.628 0.103 par-7
Berdasarkan Tabel 55, dari enam komponen yang berinteraksi secara langsung, belum ada yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan
otonomi daerah, termasuk terhadap kesejahteraan nelayan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probability P yang di atas 0.05 dari keenam komponen tersebut. Meskipun
tidak signifikan, pengelolaan otonomi daerah dipengaruhi oleh infrastruktur X61 dengan koefisien paling besar. Hal ini bisa jadi karena beberapa fasilitas yang
dibutuhkan untuk kegiatan perikanan seperti pelabuhan telah dibenahi di Muncar dan jalan ke kampung nelayan di Pengambengan telah diaspal. Menurut Tuhepaly
2006, infrastruktur merupakan kebutuhan vital bagi berkembangnya pembangunan perikanan di suatu kawasan. Pelabuhan dapat menjadi pusat bisnis hasil
tangkapan, bahan perbekalan, jasa perikanan yang berimbas positif pada pengembangan kawasan, sedangkan jalan raya dapat memperlancar arus distribusi
dan pemasaran hasil ke pasar-pasar potensial. Terkait dengan ini, maka kelayakan infrastruktur ini perlu diperhatikan di kawasan, sehingga nantinya tidak menimbulkan
pengaruh negatif yang signifikan.
8.3 Pencapaian Target Pengelolaan Kawasan 8.3.1 Peningkatan Kesejahteraan Nelayan