159
penyumbang terbesar produksi ikan lemuru olahan di Jawa maupun Bali, terutama dalam bentuk kemasan. Oleh karena sebagian besar penduduk berada di Jawa
dan pasar terbesar produk perikanan skala nasional ada di Jawa, maka baik buruknya penanganan pasar ikan lemuru Selat Bali akan dipengaruhi oleh kinerja
pasar nasional dari produk perikanan. Terkait dengan ini, maka pola penanganan dan pengembangan pasar produk perikanan Selat Bali, harus memperhatikan
kebutuhan produk perikanan di pasar nasional. Pengelolaan pasar produk perikanan Selat Bali cenderung diganggu oleh
kinerja pasar lokal yang ditunjukkan oleh koefisien pengaruh KP yang negatif, masing-masing -0.018. Hal ini bisa jadi karena kondisi transaksi di pasar lokal Selat
Bali cenderung tidak stabil, dan juga nelayan sering menerima saja nilai jual produk yang diberikan pasar lokal maupun industri sekitar. Posisi pasif ini tentu kurang
menguntungkan bagi usaha penangkapan, terutama bila hasil tangkapan tidak banyak. Hal ini juga semakin diperkuat oleh probalitias pengaruh kinerja pasar lokal
terhadap pengelolaan pasar yang bersifat siginifikan nilai P = 0.026. Terkait dengan ini, kondisi pasar lokal yang ada saat ini perlu dikembangkan lagi, misalnya
dengan melakukan penggiatan pemasaran produk olahan terutama disaat hasil tangkapan kurang, penjualan bentuk segar ke pasar potensial, dan lainnya yang
lebih menjanjikan. Hal ini dapat memperbaiki kinerja pasar lokal yang ada karena intensitas transaksi akan menjadi lebih stabil baik pada musim hasil tangkapan
sedikit maupun banyak. Usaha penangkapan juga tidak perlu merisaukan monopoli harga oleh investor karena aparat PEMDA seperti yang diatur dalam SKB Propinsi
Jawa Timur dan Propinsi Bali, akan terus mengontrol dan mengendalikan kegiatan pengelolaan potensi perikanan Selat Bali Bali termasuk harga jual yang ditawarkan.
8.2.2 Pola Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Sumberdaya ikan merupakan penyebab utama dari ada kegiatan pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali. Potensi sumberdaya ikan yang besar
di peran Selat Bali telah mengundang minat pelaku perikanan baik untuk level pengusaha, nelayan, dagang, pengolah, maupun pekerja jasa untuk menjalankan
usaha yang mendukung kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali. Dalam kaitan ini, maka sumberdaya ikan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan ekonomi perikanan
yang berlangsung selama ini di kawasan Selat Bali, dimana kegiatan tersebut tumbuh dan berkembang karena adanya sumberdaya ikan yang dapat
dimanfaatkan di kawasan. Tabel 47 menyajikan pengaruh atau posisi tawar dari
160
sumberdaya ikan tersebut terhadap komponen lainnya di kawasan Selat Bali baik langsung, tidak langsung, dan maupun berdasarkan pengaruh total.
Tabel 48 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi pengelolaan sumberdaya ikan
Komponen Direct Effects
DE Indirect Effects
IE Total Effects
TE
Pasar Kesejateran_Nelayan
Pajak Pembangunan_Nasional
OTDA Industri
-0.003 -0.003
Penangkapan SDI
X13 X11
X12 X53
X74 X73
X72 X71
X52 X51
X63 X62
X61 X43
X42 X41
-0.003 -0.003
X31 -0.001
-0.001 X32
-0.005 -0.005
X33 X21
0.228 0.228
X22 0.153
0.153 X23
1 1
Berdasarkan Tabel 48, pengelolaan sumberdaya ikan mempunyai tiga pengaruh langsung, yaitu terhadap keanekaragaman hayati X21, konservasi
X22, dan lingkungan perairan X23, yaitu masing-masing dengan koefisien pengaruh KP 0.228, 0.153, dan 1.000. Pengaruh tidak langsung terjadi terhadap
industri, pertumbuhan industri pengolahan X41, pertumbuhan usaha penangkapan X31, dan penyerapan tenaga kerja usaha penangkapan, X32, yaitu dengan
koefisien pengaruh KP masing-masing -0.003, -0.003, -0.001, dan -0.005. Pengaruh tidak langsung tersebut semuanya bersifat negatif. Hal ini diduga karena
161
pengelolaan sumberdaya ikan cenderung berupa upaya perlindungan dan pembatasan pemanfaatan sehingga secara tidak langsung dapat mengancam
pertumbuhan dan perkembangan usaha penangkapan, industri pengolahan, dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini cukup wajar dilakukan, karena intensitas kegiatan
perikanan cukup padat di lokasi, sementara potensi sumberdaya ikan, terutama dari jenis ikan lemuru hanya dapat berkembang dengan baik di wilayah Selat dan tidak
di perairan yang lebih luas. Bila dihubungkan dengan pengaruh langsung, maka pengelolaan
sumberdaya ikan SDI di lokasi bersesuaian dengan kegiatan keanekaragaman hayati, konservasi, dan lingkungan perairan, dan hal ini tentu mendukung
perlindungan dan pembatasan dimaksud di lokasi yang secara legal diatur dalam SKB. Nilai KP yang positif masing-masing 0.228, 0.153, dan 1.000. Untuk
mengetahui, pengaruh langsung terhadap komponen mana saja yang bersifat signifikan, sehinga perlu mendapat perhatian di lokasi, maka Tabel 49 menyajikan
hal tersebut. Tabel 49. Probability P pengaruh interaksi pengelolaan sumberdaya ikan
Interaksi KP
S.E. C.R.
P Label
X23 --
SDI 1
Fix X22
-- SDI
0.153 0.099
1.554 0.12 par-1
X21 --
SDI 0.228
0.099 2.298
0.022 par-2
Berdasarkan Tabel 49, terlihat pengelolaan sumberdaya ikan SDI dipengaruhi secara signifikan oleh keanekaragaman hayati X21 yang ditandai oleh
nilai P sekitar 0.022 di bawah 0.05, sedangkan konservasi X22 dan lingkungan perairan X23 tidak signifikan nilai P masing-masing 0.12 dan fix. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya keanekaragaman hayati mempunyai kaitan serius dengan pengelolaan sumberdaya ikan di perairan Selat Bali. Terkait dengan ini,
perlu diperhatikan secara serius keanekaragam hayati di lokasi seperti penebaran benih ikan potensial, perlindungan jenis spesies langka dari kegiatan penangkapan
dan perdagangannya secara komersial, pemeliharaan spesies terumbu karang dan ekosistemnya yang memungkinkan perkembangan berbagai jenis jenis ikan
termasuk dari jenis langka dan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan kawasan. Hal ini tentunya untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya ikan SDI.
162
Dalam kaitan ini, maka upaya pelestarian keanakeragaman hayati ini perlu dilembagakan di kawasan sehingga berbagai program terkait dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat sasaran. PEMDA terkait dengan berkerjasama dengan pemerintah Pusat perlu membuat lembaga yang secara khusus memonitor dan
menjamin kelestarian hayati perairan Selat Bali, misal berupa Balai Perlindungan Laut dan sejenisnya. Selama ini, tugas-tugas memang sudah dilakukan oleh
lembaga lain sperti BPSPL Bali, BKSDA Jatim, BKSDA Bali, dan lainnya, namun lingkup kegiatannya terlalu luas sehingga tidak bisa fokus pada perlindungan
keanekaragaman hayati di perairan Selat Bali. Oleh karena perairan Selat Bali mempunyai potensi perikanan besar yang unik, potensi riset kelautan, namun
rawan dengan ancaman karena tingginya tingkat pemanfaatan dan padat lalu lintas penyeberangan di lokasi, maka lembaga tersebut tidak ada salahnya
dikembangkan di lokasi.
8.2.3 Pola Pengelolaan Usaha Penangkapan