PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN EXECUTIE ATAU EKSEKUSI

Andi Sofyan 375 membubuhi catatan pada catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disertai dengan salinan petikan putusan.

15. PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN EXECUTIE ATAU EKSEKUSI

Setelah pembacaan putusan pengadilan hakim, apabila terdakwa atau penasihat hukum dan penuntut umum tidak mengajukan upaya hukum atas putusan pengadilan hakim tersebut, maka putusan pengadilan hakim telah berkekuatan hukum yang tetap, maka putusan pengadilan hakim yang telah berkekuatan hukum yang tetap harus segera dilaksanakan eksekusi, dengan pelaksanaan sebagaiman menurut Undang- undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu: 1. Pasal 54 yang berbunyi bahwa: 1 Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. 2 Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan. 3 Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusia-an dan keadilan. 2. Pasal 55 yang berbunyi bahwa: 1 Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 2 Pengawasan pelaksanaan putusan p e n g a d i l a n sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk jelasnya dapat diuraikan pasal-pasal dalam KUHAP yang mengatur tentang pelaksanaan putusan pengadilan, sebagai berikut: 1 Pasal 270 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya”. 376 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar 2 Pasal 271 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut ketentuan undang-undang” 26 . 3 Pasal 272 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu”. 4 Menurut Pasal 273 KUHAP, yang berbunyi bahwa: 1. Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi. 2. Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan. 3. Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa. 4. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 3 dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan. 5 Menurut Pasal 274 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “ Dalam 26 Berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1964, tanggal 27 April 1964 tentang Tata Cara pelaksanaan Pidana Mati Yang dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer, Pasal 2 ayat 1, bahwa “Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan ditembak mati. Jika ditentukan lain, oleh Manteri kehakiman, maka pidana mati dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama”. Pasal 3, bahwa “Kepala Polisi Komisariat daerah Kapolda tempat kedudukan pengadilan tersebut dalam Pasal 2, setelah mendengar nasihat Jaksa TinggiJaksa yang bertanggungjawab untuk pelaksanaannya, menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati. Pasal 4, bahwa “Kepala Polisi tersebutlah yang menjaga keamanan dan menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk itu. Ia bersama-sama dengan Jaksa TinggiJaksa menghadiri pelaksanaan pidana mati. Jaksa TinggiJaksa bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Andi Sofyan 377 hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara putusan perdata”. 6 Menurut Pasal 275 KUHAP, yang berbunyi bahwa: Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang”. 7 Menurut Pasal 276 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “ Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang. Khusus dalam hal pelaksanaan pidana pokok, yaitu hukuman mati perlu dibahas secara singkat, yaitu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 11 KUHPidana, bahwa “Hukuman mati dijalankan oleh algojo ditempat penggantung-an, dengan menggunakan sebuah jerat dileher terhukum dan mengikat jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri”. Hal ini dipandang sangat tidak manusiawi, maka ditetapkanlah Undang-undang No. 2 Penetapan Presiden Tahun 1964 dengan merubah hukuman gantung itu dengan cara ditembak mati dihadapan regu tembak. Sampai sekarang UU No. 2 PNPS Tahun 1964 masih tetap diberlakukan, antara lain menyatakan, bahwa “Hukuman mati tidak dapat dijalankan sebelum keputusan Presiden sampai kepada Kepala Kejaksaan …”. Jadi sekalipun pidana mati yang dijatuhkan oleh hakim sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, artinya terpidana tidak mengajukan banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi, namun pelaksanaan pidana mati belum dapat dilaksanakan sebelum turun keputusan presiden mengenai pelaksanaannya. Hal ini sebagaiama diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1950 yo Pasal 13 Undang-undang No 22 tahun 2002 tentang Grasi, bahwa “ Bagi terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga terpidana yang mengajukan permohonan grasi, pidana mati tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan 378 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana.

16. PENGAWASAN DAN