BIAYA PERKARA ACARA PEMERIKSAAN PERKARA

380 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar dan pengamat dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu”. 7 Menurut Pasal 283, yang berbunyi bahwa: “Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua pengadilan secara berkala”.

17. BIAYA PERKARA

Sebagai tambahan pembahasan dalam bab ini, maka pembahasan tentang biaya perkara perlu dibahas, sebagaimana menurut KUHAP bahwa biaya perkara hanya menyebutkan tentang “biaya perkara” tanpa memperinci bagaimana perhitungannya, yaitu dalam putusan bagaimana yang diharuskan terpidana membayar biaya perkara dan bagaimana penagihannya. Adapun pasal-pasal dalam KUHAP yang menyebutkan biaya perkara itu, yaitu: 1 Menurut Pasal 197 huruf i KUHAP, yang berbunyi bahwa: ”Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti”. 2 Menurut Pasal 275 KUHAP, yang berbunyi bahwa: “Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang”. Jadi di samping KUHAP tidak secara terperinci menyebutkan biaya perkara, juga tidak secara jelas dan tegas mengatur sanksi jika biaya perkara tidak dibayar, jadi jelas akan menjadi piutang negara perdata. Andi Sofyan 381

BAB XVIII KONEKSITAS

1. PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui, bahwa kita mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah antara yang satu dengan yang lain, dengan fungsi dan kompetensi atau wewenang mutlak mengadili yang tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan lainnya, misalnya wewenang peradilan umum untuk mengadili dan memeriksa perkara pidana dan perdata yang tidak tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan militer atau peradilan agama dan demikian sebaliknya Namun demikian dalam hal-hal tertentu, antara lain seperti koneksitas, pembuat undang-undang memberi kemungkinan untuk melakukan penyimpangan dari prinsip-prinsip kompetensi absolut. Dengan ketentuan dan syarat, apabila dalam satu tindak pidana dilakukan secara bersama-sama oleh pelaku yang tunduk pada lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, maka dapat diadili dalam suatu lingkungan peradilan saja, yaitu apakah diperiksa atau diadili di lingkungan peradilan umum danatau di lingkungan peradilan militer.

2. PENGERTIAN

Adapun yang dimaksud koneksitas menurut J.C.T. Simorangkir 1 , yaitu ”bercampurnya orang-orang yang sebenarnya termasuk juridiksi pengadilan yang berbeda dalam suatu perkara. Misalnya seorang sipil dan seorang yang berstatus militer melakukan suatu kejahatan bersama-sama. Sedangkan menurut Harjono Tjitrosoebono 2 , bahwa lembaga 1 J.C.T. Simorangkir, dkk., Kamus Hukum, Aksara Baru, 1983, Jakarta, h. 96 2 Darwan Prints, Hukum Acara Pidana, Suatu pengantar, Pen. Djambatan Yayasan LBH, 1989, h.71