Upaya Hukum verzet atau Perlawanan

Andi Sofyan 321 c. Kejaksaan negeri yang menuntut perkara terpidana; dan d. Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana. 5 Menurut Pasal 13, yang berbunyi bahwa “Bagi terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga terpidana yang mengajukan permohonan grasi, pidana mati tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolak-an permohonan grasi diterima oleh terpidana. 6 Menurut Pasal 14, yang berbunyi bahwa: 1. Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan dengan permohonan peninjauan kembali atau jangka waktu antara kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama, maka permohonan peninjauan kembali diputus lebih dahulu. 2. Keputusan permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 3 tiga bulan terhitung sejak salinan putusan peninjauan kembali diterima Presiden. 3. Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian permohonan grasi sebagai-mana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

4. Upaya Hukum verzet atau Perlawanan

Sebagaimana diketahui, bahwa baik penuntut umum maupun terdakwa mempunyai hak untuk tidak menerima putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan, yaitu suatu keputusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam proses pemeriksaan eksepsi, yaitu bahwa “pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya” atau “pembatalan surat dakwaan” penuntut umum. Dalam hal ini, baik terdakwa atau penasihat hukumnya dan penuntut umum mempunyai hak untuk tidak menerima putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan. Untuk lebih jelasnya proses upaya hukum verzet dapat dikemukakan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 156 KUHAP, yang berbunyi bahwa: 1 Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili 322 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertim-bangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. 2 Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan. 3 Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan. 4 Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu. 5 a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau pennasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenar-kan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatal-kan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk peng-adilan negeri yang berwenang. b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kajaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu. 6 Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu. Andi Sofyan 323 7 Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mendengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak berwenang. Adapun permohonan verzet atau perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya dan penuntut umum, diajukan ke pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang memeriksa perkara tersebut pada tingkat pertama. Bentuk upaya hukum verzet atau perlawanan lainnya yang hanya dapat diajukan oleh penegak hukum penyidik atau penuntut umum kepada pengadilan tinggi adalah putusan praperadilan yang menyatakan “sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penuntutan”, sebagaimana bertitik tolak dalam ketentuan Pasal 83 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi bahwa “ Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding”, kemudian ayat 2 menyebutkan bahwa “Dikecualikan dari ketentuan ayat 1 adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan”. Dalam proses pemeriksaan cepat dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan dapat pula dilakukan upaya hukum verzet atau perlawanan oleh terdakwa atas putusan pengadilan terhadap perampasan kemerdekaan. Sebagaimana menurut Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang ”. Namun apabila terdakwa atau wakilnya tidak hadir dalam persidangan, maka menurut Pasal 214 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi bahwa “ Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan”, kemudian pengadilan menjatuhkan putusan secara verstek. Di dalam putusan verstek berupa pidana perampasan kemerdekaan, maka menurut Pasal 214 ayat 4 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan 324 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan”. Selanjutnya menurut Pasal 214 ayat 5 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu”, maka dengan perlawanan itu menurut Pasal 214 ayat 6 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur”. Namun apabila putusan pengadilan tinggi atas permohoan verzet tetap dijatuhi “perampasan kemerdekaan”, maka menurut Pasal 214 ayat 8 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding”. Andi Sofyan 325

BAB XVII ACARA PEMERIKSAAN PERKARA