KLASIFIKASI TERSANGKA TERSANGKA, TERDAKWA, TERPIDANA

Andi Sofyan 73 undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”. 2. Hak untuk segera menerima dan segera menolak putusan pengadilan. 3. Hak untuk mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam tenggang waktu 7 hari yang ditentukan undang-undang. 4. Hak untuk minta perkaranya diperiksa dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang menolak putusan 5. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, untuk dapat mengajukan Grasi, meneri-ma putusan. 6. Hak untuk mencabut pernyataan tentang menerima atau menolak putusan pengadilan dalm tenggang waktu yang ditentuak oleh undang-undang hukum acara pidana. 7. Hak mengajukan permintaan kasasi. 8. Hak mengajukan keberatan yang neralasan terhadap hasil keterangan ahli. 9. Hak mengajukan Herziening peninjauan kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

3. KLASIFIKASI TERSANGKA

Khusus membahas tentang klasiikasi tersangka sangat penting, oleh karena sebagai titik awal dalam proses pemeriksaan perkara pidana oleh penyelidik dan penyidik, sebagaimana dikemukakan oleh Inbau dan Reid dalam bukunya Criminal Interrogation and Confession , yang mengkalsiikasikan tersangka atas 28 : a. Tersangka yang kesalahannya sudah deinitif atau dapat dipatikan. b. Tersangka yang kesalahannya belum pasti. daripada pidana yang dijatuhkan”. 28 Grerson W. Bawengan, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi, Pen. Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, h. 57 74 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar Dalam menghadapi tersangka menurut tipe a di atas, maka pemeriksaan dilakukan untuk memperoleh pengajuan tersangka serta menyesuaikan pembuktian-pembuktian yang segala sesuatunya ditujukan untuk kelengkapannya bahan-bahan di depan sidang pengadilan, sedangka untuk tipe b maka pemeriksa- an akan merasakan berada di persimpangan jalan, apakah ia menghadapi orang yang bersalah ataukah tidak, jadi harus berpikir dan menggunakan metode pemeriksaan yang efektif untuk menarik suatu kesimpulan yang meyakinkan aau menurut Inbau dan Reid 29 ”.... the interrogator must ’feel his way around’ until the arrives at a decision of guilt or innocence”. Sedangkan menghadapi tersangka menurut tipe b, maka Inbau dan Reid mengemukakan 3 cara pendekatan, yaitu: a. Dalam mengemukakan pertanyaan-pertanyaan, sejak permulaan pemeriksaan hendaklah dianggap bahwa orang itu telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia diperiksa; b. Pemeriksa dapat pula dengan segera menentukan suatu anggapan bahwa yang diperiksa adalah tidak bersalah; c. Pemeriksa dapat pula menempatkan diri secara netral, hemat dengan pernyataan atau jangan memberikan komentar, kecuali melakuakn pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya memberi kesimpulan kepada pemeriksa, apakah yang diperiksa itu bersalah atau tidak. Selanjutnya Inbau dan Reid 30 telah menggolongkan tersangka atas dua jenis, sebagai berikut: 1. emotional offenders; 2. non emotional offenders. Ad. 1. Yang dimaksud dengan emotional offender adalah mereka yang melakukan kejahatan terhadap jiwa orang, misalnya pembunuhan., penganiayaan, yang dilakukan dengan dorongan nafsu, marah, balas dendam dan sebagainya. Ad. 2. Yang dimaksud dengan non emotional offender adalah 29 Ibid. 30 Ibid. Andi Sofyan 75 mereka yang melakukan kejahatan untuk tujuan penghasilan kekuangan inancial gain, misalnya pencurian, perampiokan atau mereka yang melakukan pembunuhan atayu penganiayaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. 76 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar Andi Sofyan 77

BAB V AWAL PROSES HUKUM ACARA