Andi Sofyan
179
pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik”
2. PENUNTUTAN
Pengertian penuntutan sebagaimana menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP, bahwa ”Penuntutan adalah tindakan penuntut umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan”.
Wirjono Prdjodikoro memberikan deinisi penuntutan, cuma perbedaanya bahwa KUHAP tidak menyebutkan secara
tegas ”terdakwa”, sedangkan Wirjono Prodjodikoro disebutkan secara tegas, lebih lebih lengkapnya
1
, yaitu ”Menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara
seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian
memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa”
Yang berwenang melakukan penuntutan sebagaimana menurut Pasal 137 KUHAP, bahwa ”Penuntut umum berwenang
melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan
melim-pahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili”.
Setelah penyidik melengkapi berkas perkara sebagaimana dimaksud pada Pasal 138 ayat 2 KUHAP, selanjutnya menurut
Pasal 139 KUHAP, yaitu ”Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik,
ia segera, menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan”.
Jadi apabila penuntut umum berpendapat ”ya”, maka menurut Pasal 140 ayat 1 KUHAP, yaitu ”Dalam hal penuntut umum
berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan”.
Namun sebaliknya, apabila penuntut umum berpendapat
1
Wirjono Prdjodikoro Prodjodikoro, R. Wirjono,
Hukum Acara Pidana di Indonesia
, Sumur bandung, 1983.Hal. 34.
180
Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar
lain, maka menurut Pasal 140 ayat 2 KUHAP, yaitu: a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan
penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara
ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.
b. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan.
c. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah
tahanan negara, penyidik dan hakim. d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum
dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka. Jadi mengenai wewenang penuntut umum untuk menutup
perkara demi hukum, seperti tersebut dalam Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan
bahwa ”perkara ditutup demi hukum” diartikan sesuai dengan Buku I KUHPidana Bab VIII tentang hapusnya hak menuntut
tersebut dalam Pasal 76, 77 dan 78 KUHPidana.
2
Namun demikian, menurut Pasal 140 ayat 2 huruf d KUHAP, bahwa ” Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut
umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka”. Dalam ketentuan ini bahwa ketetapan penuntut umum untuk
menyampingkan suatu perkara yang tidak didasarkan kepada oportunitas tidak berlaku asas non bis in idem.
Jadi apabila penuntut umum akan melakukan penuntutan kembali terhadap tersangka, maka dilakukan penyidikan kembali,
dan menurut Pedoman pelaksana-an KUHAP
3
, bahwa yang melakukan penyidikan dalam hal ditemukannya alasan baru
tersebut adalah ”penyidik”. Apabila hasil penyidikan penyidik telah diterima oleh
penuntut umum, maka menurut Pasal 143 ayat 1 KUHAP,
2
Pedoman Pelaksanaan KUHAP, dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman R.I., cet. Ke-2, hal. 88.
3
Ibid.
Andi Sofyan
181
bahwa Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar. segera mengadili perkara tersebut
disertai dengan surat dakwaan”.
Selanjutnya menurut Pasal 143 ayat 4 KUHAP, bahwa Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan
disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan
penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri”.
Penuntutan dimaksud di atas adalah pelimpahan berkas perkara sudah dianggap lengkap dari penyidik P21, maka
penuntut umum telah menerima berkas perkara dan tersangka serta barang bukti lainnya sebagai bagian dari tanggungjawab
atau kewenangan penyidik ke penuntut umum, namun sebaliknya apabila berkas perkara menurut penuntut umum masih dianggap
belum lengkap dari penyidik, maka berkas perkara dikembalikan oleh penuntut umum ke penyidik untuk segera dilengkapi
berdasar catatan-catatan dari penuntut umum dan disebut sebagai pra penuntutan atau pemeriksaan tambahan P19.
Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan dan penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima
dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
dapat dilimpahkan ke pengadilan atau ke tahap penuntutan.
Dimaksud prapenuntutan sebagaimana Undang-undang RI No. N016 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Pasal 30 ayat 1 yang
berbunyi, bahwa ”Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: huruf a ”melakukan penuntutan; dan huruf e
yang berbunyi ”melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik
”. Di dalam Penjelasannya huruf a yang berbunyi “ Dalam
melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan”. Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf a, yang berbunyi
“Dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan
182
Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar
prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau
perkembangan penyidikan
setelah menerima
pemberitahuan dimulainya penyidikan dan penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang
diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara
tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf e, yang berbunyi: Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan
tambahan dilakukan dengan rnemperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1 tidak dilakukan terhadap tersangka; 2 hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya,
danlatau dapat meresahkan masyarakat, danatau yang dapat membahayakan keselamatan Negara;
3 harus dapat diselesaikan dala.m waktu 14 empat belas hail setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat Undang-
undang Nomor 8 Tahunl981 tentang Hukum Acara Pidana; 4 prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
2. SURAT DAKWAAN 1 Pendahuluan