348
Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar
b. Masalah Surat Dakwaan Penuntut Umum 1. Syarat Formil
Eksepsi atau tangkisan terdakwapenasihat hukum adalah menyang-kut tentang surat dakwaan penuntut umum yang
tidak memenuhi syarat formil, sebab ”Penuntut umum di dalam membuat surat dakwaan yang tidak diberi tanggal
dan ditandatangani serta tidak memuat secara lengkap, tentang : nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggalalamat, agama dan pekerjaan tersangka; sebagaimana yang
ditentukan Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan penuntut umum menimbulkan
”error of subjektum”
, sehingga dapat dibatalkan oleh hakim
danatau dinayatakan tidak dapat diterima.
2. Syarat Materiil
Eksepsi atau tangkisan terdakwapenasihat hukum adalah menyangkut surat dakwaan penuntut umum yang
tidak memenuhi syarat Syarat materiil sebagaimana yang dimaksud menurut ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b
KUHAP, bahwa surat dakwaan:
Tidak memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan;
Tidak memuat dengan menyebutkan kapan waktu tindak pidana itu dilakukan tempos delictie; dan
Tidak memuat dan menyebutkan di mana tempat tindak pidana itu dilakukan. locus delictie
Sehingga surat dakwaan tersebut di atas menurut ayat 3, bahwa ”Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum.
c. Perkara itu telah ne bis in idem Pasal 76 KUHAP; d. Perkara yang sama sedang diadili di pengadilan negeri lain
atau sedang dalam tingkat banding atau kasasi. e. Terdakwa tidak dapat dipertanggungajawabkan Pasal 44
KUHPidana;
Andi Sofyan
349
f. Dakwaan penuntut umum kabur abscuur libel; g. Penuntutan telah daluarsa Pasal 74 KUHPidana.
5 Proses dan Waktu Pengajuan Eksepsi
Untuk mengajukan eksepsi, terdakwa atau penasihat hukum hendaknya memperhitungkan untung ruginya, misalnya apakah
dengan diajukan eksepsi akan mengutungkan atau merugikan bagi terdakwa klien.
Dalam pengajuan eksepsi pada prinsipnya diajukan di sidang pengadil-an setelah penuntut umum membacakan dakwaannya,
akan tetapi menurut Retnowulan Sutantio dan Oerip Kartawinata Iskandar
8
, bahwa ”eksepsi absolut dapat diajukan setiap waktu persidangan”, jadi selama belum pembacaan putusan hakim.
Dalam pengajuan eksepsi atau tangkisan oleh terdakwa atau penasihat hukum atas dakwaan dakwaan penuntut umum dan
atau ketidak adanya kewenangan pengadilan memeriksa perakara ini, sehingga hakim akan memberikan keputusan sela atas eksepsi,
yaitu ”diterima atau tidak diterima eksepsi terdakwa atau penasihat hukum”.
Untuk lebih lengkapnya masalah eksepsi atau tangkisan, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHAP, yang berbunyi
bahwa:
1.
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkan keberatan
tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan.
2.
Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal
tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan.
3.
Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan
8
Retnowulan Sutantio dan Oeripkartawinata Iskandar, Op. cit., h. 28
350
Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar
tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
4.
Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum-nya diterima olah pengadilan tinggi, maka
dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.
5.
a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya
kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenar-kan perlawanan
terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatal-kan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk
pengadilan negeri yang berwenang.
b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan
kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk
diteruskan kepada kajaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.
6.
Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 berkedudukan di daerah hukum pengadilan
tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan
negeri yang berwenang di tempat itu.
7.
Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mendengar pendapat penuntut umum
dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak berwenang.
Dalam hal eksepsi atau tangkisan tidak diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukunya, maka proses persidangan dilanjutkan
dengan pembuktian, namun apabila eksepsi atau tangkisan diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukunmnya, maka proses
persidangan dilanjutkan sebagaimana diatur dalam Pasal 156
Andi Sofyan
351
KUHAP, kemudian diputus dengan putusan sela sebagaimana telah diuraikan di atas.
8. PROSES PEMBUKTIAN