SENGKETA ANTARA DUA ATAU BEBERAPA PENGADILAN

Andi Sofyan 239 kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan.

e. Waktu Mengambil Keputusan Oleh Pengadilan Tinggi

Menurut ketentuan Pasal 149 ayat 2 KUHAP, bahwa ” Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan” Jadi apabila: • Membenarkan atau menguatkan perlawanan Apabila pengadilan tinggi sependapat dengan penuntut umum dan menguatkan perlawanan, pengadilan tinngi ”membatalkan” surat penetapan pengadilan negeri. Dalam surat penetapan tersebut ”memberikan perintah” kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk memeriksa dan mengadili kembali perkara tersebut. • Menguatkan surat penetapan pengadilan negeri tentang ”tidak ber-wenangnya” mengadili dan memeriksa perkara tersebut pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara kepad pengadilan negeri yang tercamtum dalam surat penetapan. Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi disampaikan ke penuntut umum, baik ”yang membenar-kan perlawanan” atau ”menguatkan surat penetapan pengadilan negeri”.

4. SENGKETA ANTARA DUA ATAU BEBERAPA PENGADILAN

Apa yang telah dibahas di atas yaitu tak berwenangnya pengadilan negeri untuk mengadili dan memeriksa terhadap suatu perkara, yang dituangkan dalam surat penetapan, maksudnya perkara yang dilimpahkan oleh penuntut umum ke pengadilan negeri dan pengadilan negeri secara sepihak menyatakan bahwa ”tidak berwenang”. Jadi sengketa mengadili ini adalah sengketa antara penuntut umum dengan pengadilan negeri. Hal lainnya dalam pembahasan ini yaitu sengketa wewenang mengadili yang terjadi antara dua atau beberapa pengadilan, jadi sengketa ini adalah perselisihan pendapat antara dua atau beberapa pengadilan negeri, masing-masing saling menyatakan 240 Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar diri berwenang mengadili perkara tersebut, atau sebaliknya masing-masing saling menyatakan diri bahwa tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Dengan demikian menurut Pasal 150 KUHAP, bahwa sengketa wewenang mengadili, bisa terjadi: a. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; b. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama. Untuk penyelesaian sengketa wewenang mengadili sebagaimana menurut Pasal 150 huruf a dan b KUHAP, maka untuk penyelesaiannya Pasal 151 KUHAP telah menentukan tata cara penyelesaian dan instansi yang berwenang memutus penyelesaian persengketaan tersebut, yaitu: 1 Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya. 2 Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili : a. antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain; Misalnya: sengketa wewenang mengadili antara peradilan militer pada suatu tempat dengan peradilan umum setempat. b. antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan; c. antara dua pengadilan tinggi atau lebih. Andi Sofyan 241

BAB XV PEMBUKTIAN

1. PENDAHULUAN

Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata., sebab di dalam pembuktian perkara pidana hukum acara pidana adalah bertujuan untuk mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya, sedangkan pembuktian dalam perkara perdata hukum acara perdata adalah bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Jadi hakim dalam mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan ”preponderance of evidence” , sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran materiil, maka peristiwanya harus terbukti beyond reasonable doubt Demikian pula dalam persidangan, hakim dalam perkara pidana adalah aktif, artinya hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh, sedangkan dalam perkara perdata, hakimnya passif artinya hakim tidak menentukan luas dari pada pokok sengketa dan tidak menambah dan mengurangi selain apa yang disengketakan oleh para pihak. Masalah pembuktian adalah yang sangat penting dan utama, sebagaimana menurut Pasal 6 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana , bahwa “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

2. PENGERTIAN 1 Pembuktian

Kata ”pembuktian” berasal dari kata ”bukti” artinya ”sesuatu