Diskursus dan Bahasa Kebijakan dan Analisis Diskursus
mereka, rentang kepedulian yang mereka wakili dan keragaman pengalaman mereka.
Terkait pengkerangkaan, Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999 menyarankan bahwa ”bingkai” digunakan untuk mengaitkan cara
pendefinisian masalah-masalah kebijakan, yang menganalisis secara khusus pertimbangan apa yang dicakup dan tidak dicakup. Hajer 1993 - dalam
Apthorpe dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999 menyarankan bahwa pengkerangkaan bekerja untuk membedakan beberapa aspek dari sebuah
situasi daripada yang lainnya. Dalam hal ini Apthrope dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999 menegaskan, bahwa analisis diskursus kebijakan harus
menguji pengkerangkaan masalah yang akan ditangani dan hubungannya dengan penyiapan jawaban-jawaban yang ditawarkan.
Dalam hal pembuatan solusi kebijakan, Apthrope 1996 – dalam Sutton, 1999 menarik aspek penting lain dari penggunaan bahasa dalam pembuatan
kebijakan. Ia menganalisis berbagai dokumen kebijakan tertulis dan menekankan cara kebijakan di tuliskan terkait kegiatan pemecahan masalah
agar diperoleh sejumlah langkah pemecahan yang jelas. Digambarkan dimana dokumen menata secara jelas apa-apa yang “yang tak terelakan harus
dilakukan”, apa-apa “sebagai alasan” dan tidak dapat dinegosiasikan atau untuk ditawar-tawar. Kebijakan yang mengklaim untuk dicontoh dalam
beberapa cara ”terwakili dalam bahasa yang dipilih terutama untuk menarik dan membujuk salah satunya. Hal ini biasanya tidak mengundang atau
menerima bantahan, terutama ketika sikap moral tertinggi yang diambil, melainkan oleh setiap trik dan kiasan, yang cirinya bersifat tidak dapat
dibantah” Apthorpe dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999 5.
Analisis Diskursus dan Kerangka Pikir
Dalam pengamatan Hawitt 2009
policy-discourse-ina-plus ak.doc
, sebagaimana juga dijelaskan Arts dan Buizer 2009 ada banyak aliran dari analisis
diskursus yang mencakup beragam pendekatan metodologis. Menurutnya, beberapa analis yang meneliti bidang-bidang kebijakan publik telah
mengembangkan mode-mode pelaksanaan analisis diskursus yang diinspirasi
oleh ide-ide Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, sebagai sebuah jalan untuk memahami berbagai dinamika proses-proses politik. Ia lalu secara
ringkas melacak berbagai pendekatan yang berbeda yang telah dilakukan para analisis kebijakan publik yang terinspirasi Foucault, menata sifat-sifat bahwa
berbagai pendekatan itu memiliki poin-point penting dan perbedaan secara umum. Selain itu ia juga mengeksplor atau menggali berbagai implikasi dari
penerapan analisis diskursus atas proyek-proyek penelitian dalam bidang studi kebijakan pedesaan, untuk menggambarkan bagaimana berbagai pandangan
baru dapat diperoleh melalui sebuah pendekatan analisis diskursus. Sutton 1999 memastikan bahwa analisis diskursus diposisikan penting
dalam pendekatan antropologi, sosiologi dan politik. Disebutkan, analisis diskursus merupakan upaya untuk memahami, memecah dan mendekonstruksi
diskursus sehingga perspektif yang diangkat kedalam proses pembangunan dapat dipahami. Analisis diskursus bantu mencari pendekatan alternatif dalam
penyelesaian masalah kebijakan. Apthorpe 1986 – dalam Sutton, 1999 misalnya, menyebutkan ’selalu saja ada alternatif pilihan lain, dimana
beberapa diantaranya mungkin tetap dipertimbangkan lagi, bahkan dari beberapa hal lain yang telah ditolak sebelumnya karena alasan tertentu. Jadi
mendekonstruksi diskursus untuk tujuan yang konstruktif. Ada juga upaya ambisius untuk menganalisis evolusi historis diskursus, sebagaimana
dikatakan Escobar 1995 – dalam Sutton, 1999 antara lain dengan menguraikan struktur sosial mereka, dan mencurahkan berbagai ide yang
mereka wakili. Lebih lanjut Sutton 1999 mengerangka pengertian analisis diskursus
kedalam dua keadaan. Pertama, saat yang dimaksudkan adalah cara berpikir dan cara berargumentasi yang melibatkan aktivitas politik penamaan dan
pengkelasan, maka analisis diskursus coba mengeksplisitkan nilai-nilai dan idelologi-ideologi yang muncul secara implisit dalam diskursus. Kedua, bila
yang dirujuk adalah dialog, bahasa, dan percakapan, maka analisis diskursus berhubungan dengan analisis bahasa yang digunakan dalam pembuatan
kebijakan; misalnya penggunaan pelabelan dalam berbagai diskusi kebijakan,
seperti telah disebutkan di atas, yakni ”petani”, ”miskin desa”, atau ”miskin tanah”.
Sementara Hawitt 2009 menjelaskan secara historis, bahwa tradisi analisis diskursus telah ber-evolusi yang bersandar pada berbagai teori sosial,
seperti Laclau, Mouffe, Bourdieu dan Foucault. Menurutnya, dan juga dijelaskan Arts dan Buizer 2009 gagasan Foucault tentang diskursus telah
digunakan oleh para analis dari berbagai disiplin ilmu. Selanjutnya ia menjelaskan, bawa Analisis Diskursus Kritis CDA yang dikembangkan oleh
Fairclough 1995 dan lainnya misalnya van Dijk, 1997 dalam tradisi analisis diskursus linguistik, diskursus dipahami dari teks dan
komunikasiberbicara, dengan pemahaman bahwa diskursus dibentuk oleh praktek-praktek dan interaksi sosial.