HPHIUPHHK HA Kinerja Usaha Kehutanan Indonesia 1. Kondisi Hutan Alam

IUPHHK AKTIF PER MAY 2010 Unit Kalimantan 161 Sulawesi 19 Maluku 27 Papua 42 Sumatera 14 IUPHHK AKTIF PER MAY 2010 Ha Sumatera 668,169 Kalimantan 11,017,773 Sulawesi 1,291,760 Maluku 1,538,029 Papua 7,362,448 Gambar 10. Sebaran IUPHHK Aktif per May 2010 unit konsesi IUPHHK memiliki kinerja pengelolaan hutan yang buruk, dan kecenderungan buruk ini akan terus meningkat untuk waktu mendatang. Pada 2004 jumlah unit konsesi yang berkinerja buruk mencapai 60 dan hanya 11 yang baik, sisanya 29 masuk kinerja sedang. Namun, data terbaru 2009 mengungkapkan, bahwa sesuai dengan perolehan sertifikasi PHAPL mandatory, tercatat bahwa IUPHHK pemegang sertifikat PHAPL dengan predikat ”baik” dan masih berlaku waktu itu hanya sekitar 17,07 sedangkan yang memperoleh sertifikat dengan predikat ”sedang” yang masih berlaku mencapai 56,10 Dari sertifikat yang masih berlaku ini, tidak ada satu unit IUPHHK HA pun yang mendapat sertifikat dengan predikat ”sangat baik” Dephut, 2010. Sampai 2009, nilai investasi berupa total aset dari IUPHHK berdasarkan laporan keuangan yang masuk ke Kemenhut tercatat mencapai angka Rp. 68,9 T dengan rataan sebesar Rp. 13,8 T per tahun dalam kurun 2005-2009 Tabel 12. Angka ini akan jauh lebih besar, seandainya semua unit IUPHHK-HA menyampaikan laporan keuangannya.

6. Produksi

Sejalan dengan penurunan jumlah dan luas HPHIUPHHK-HA, fluktuasi menurun juga terjadi pada produksi hasil hutan kayu, terutama IU Tabel 12. Jumlah dan Rataan Investasi IUPHHK 2005-2009 Jumlah IUPHHK Nilai Buku Nilai Perolehan Total Aset Th yang Lapor unit Rp jt Rp jt Rp jt 2005 153 7,799,093 3,580,397 15,106,282 2006 154 5,261,655 2,747,301 14,779,781 2007 151 7,735,561 3,955,352 17,307,758 2008 152 7,773,625 2,778,354 9,533,413 2009 157 8,357,074 3,144,373 12,157,399 Rataan 7,385,402 3,241,155 13,776,926 TOTAL 36,927,008 16,205,776 68,884,632 Sumber: Kemenhut 2010 – data diolah kayu bulat. Pada 1990 an produksi tahunan kayu bulat masih sekitar 10 jutaan m3 per tahun dan menurun menjadi sekitar 5,7 jutaan m3 pada 2005. Penurunan ini juga disebabkan oleh diterapkannya kebijakan pengurangan produksi kayu bulat tahunan dari hutan alam secara bertahap dan perlahan soft landing. Melalui kebijakan ini produksi kayu hutan alam pada 2003 mengalami pengurangan sekitar 20 dari angka produksi tahun sebelumnya KepMenhut 192003. Selanjutnya pada 2004 penurunan ditetapkan sekitar 17 dari angka produksi tahun 2003 KepMenhut No. 1562003. Untuk 2005 penurunan ini hanya sekitar 5 saja dari angka produksi 2004 SK Ditjen BPK No. 1952004. Data 2008 menunjukkan adanya kenaikan kembali jatah potensi tebangan tahunan, mulai 2006, 2007 dan 2008 berturut menjadi sebesar 8,16 juta m3, 9,10 juta m3 dan 9,10 juta m3 Dephut, 2009. Data kenaikan ini juga menunjukkan, bahwa Kalimantan dan Papua merupakan dua wilayah dengan jatah tebang paling besar terutama pada 2007 dan 2008 Gambar 11. Jatah Tebang Tahunan 2006-2003 - 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku Nusa Tenggara Papua Wilayah J TT m 3 2006 2007 2008 Gambar 11 Jatah Tebang Tahunan 2006-2008 Sumber: Dephut 2009 – data diolah Data 2008 juga menunjukkan bahwa produksi kayu bulat dari HPHIUPHK HA hanya mencapai 4,61 juta m3. Sedangkan produksi kayu bulat dari Izin Pemanfaatan Kayu IPK sebesar 2,76 juta m3, lebih dari setengah hasil produksi IUPHHK HA. Dephut 2009. Dengan mempertimbangkan tingkat konsumsi kayu bulat dan produksi resmi belum memperhitungkan produk yang tidak dilaporkan dan penyelundupan maka terdapat kesenjangan yang luar biasa antara kemampuan pasok dan angka permintaan. Misalnya, angka konsumsi kayu, termasuk bubur kertas pada 2004 mencapai total 50,5 juta m3, sementara tingkat produksi resmi untuk tahun yang sama total hanya sebesar 13,5 juta m3. Jadi, ada sekitar 37 juta m3 kayu yang tidak dilaporkan dan atau diduga diselundupkan Dephut 2006. World Bank 2006c mencatat kesenjangan seperti ini telah berlangsung relatif lama, setidaknya dalam periode 1985-2004. Melihat struktur sumber pasokan kayu bulat, kesenjangan ini diduga akan terus berlangsung, bila penurunan potensi hutan alam tidak diimbangi dengan peningkatan hutan tanaman dan sumber lainnya. Data 2005 menunjukkan, bahwa sumber utama pasokan 54.1 berasal dari HTI, dan 38 dari hutan alam RKT HPH dan IPK serta lainnya dari Perhutani 6.8 dan dari izin syah lainnyaISL 1.13 Dephut, 2006. Dephut 2010 memberikan gambaran sumber pasokan ini lengkap untuk kurun 2005-2009 Tabel 13