Tonggak Kunci Kebijakan dan Implementasi

memahami, bagaimana kemudian hutan diposisikan dan usaha kehutanan diatur yang dari kedua hal itu, dapat ditarik pengetahuan bagaimana sesungguhnya kerangka pikir dibalik historis pergeseran kebijakan itu. Sementara peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan setingkat PP dan Keputusan Menteri sebagai penjabaran masing-masing UU Kehutanan itu dalam penelitian ini ditempatkan sebagai upaya implementasi dari usaha kehutanan yang telah digariskan dalam UU di atasnya. Dalam hal ini, data dan informasi terkait kondisi dan situasi hutan alam produksi di Luar Jawa maupun dinamika usaha kehutanan yang telah terjadi diposisikan sebagai output dan sekaligus outcome dari kebijakan usaha kehutanan selama ini. Berbagai kecenderungan penurunan kondisi dan kualitas sumberdaya hutan alam dinilai sebagai dampak. Untuk tujuan penyederhanaan dan untuk memudahkan analisis, tonggak kunci kebijakan ini dipilah dalam penggalan kurun sebelum dan sesudah 1998 sebagaimana telah dijelaskan di bab-bab awal.

E. Ringkasan

Dalam empat kurun penguasaan dari mulai masa penjajahan sampai era pasca kemerdekaan – termasuk otonomi daerah, pengelolaan hutan alam di Indonesia mengalami beragam pendekatan dan orientasi pengelolaan yang berbeda yang pada hakekatnya menyiratkan seolah-olah ada keragaman dalam kerangka berpikir dan landasan pengelolaan yang digunakan. Sekalipun keseluruhannya sama-sama berpijak pada landasan konstitutional, yakni menjalankan mandat keramat Pasal 33 UUD 1945. Dalam kurun empat periode ini, semangat eksploitatif begitu dominan dan konsisten, bahkan ditengah kondisi dan situasi hutan alam yang telah mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Konsistensi ini begitu kuat, sekalipun penurunan kondisi tersebut telah menjadi keprihatinan publik yang meluas dan bahkan perhatian dunia internasional. Fluktuasi yang menurun itu, ditandai antara lain oleh besarnya penyusutan luas kawasan dan potensi hutan alam, maraknya pembalakan liar, multidimensi konflik dan meningkatnya angka deforestasi dan degradasi hutan alam. Akibat tingginya laju deforestasi hutan alam tropis Indonesia tercatat sebagai perusak hutan alam tropis terbesar pada Guinnes Book World of Record dan bersamaan dengan itu sekaligus tercatat sebagai emiter gas rumah kaca terbesar ketiga dunia. Sementara itu, kinerja usaha kehutanan juga ditandai oleh fluktuasi menurun, terutama terkait jumlah luasan dan unit HPHIUPHHKHA. Keadaan ini diikuti pula oleh penurunan produksi kayu bulat, sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan pasok dan permintaan. Kesenjangan ini dipenuhi antara lain dari impor kayu yang nilainya mencapai hampir setengah 47.42 pada 2008 dari nilai ekspor kayu Indonesia. Sejalan dengan penurunan ini, kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian pun menurun sampai kurang dari 1. Kontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan pun relatif kecil. Selain dalam peran sosial ekonomi, penurunan juga terjadi dalam hal peran lingkungan dari hutan alam ditandai dengan fenomena ketidakseimbangan alam, antara lain berupa anomali keadaan iklim yang semakin tidak menentu disertai banjir, kekeringan, longsor dan bencana alam lainnya yang semakin sering terjadi dengan periode yang tidak menentu. Berbagai kecenderungan kondisi menurun di atas menunjukkan bahwa secara sosial ekonomi dan lingkungan kinerja usaha kehutanan sejauh ini kurang berhasil – untuk tidak mengatakan gagal, khususnya dalam menjalankan mandat konstitutional tadi. Dengan alasan yang sama, usaha kehutanan di hutan alam produksi di luar Jawa tidak lestari dan sekaligus tidak mensejahterakan dan juga tidak adil. Artinya, kinerja usaha kehutanan masih belum berhasil menjalankan mandat konstitusionalnya. Gambaran kinerja tersebut mengerucut antara lain dan terutama pada persoalan kebijakan, yakni adanya kesenjangan antara tujuan kebijakan dengan kinerja usaha kehutanan sebagaimana digambarkan diatas. Hal ini berkaitan setidaknya dengan dua hal: kerangka pikir dibalik kebijakan itu dikonstruksi dan sekaligus kualitas kebijakan itu sendiri baik sebelum dan setelah 1998.