ada penjelasan dan informasi terkait besaran kubikasi yang setara kayunya round wood equivalent, RWE serta perkiraan total nilai moneternya.
Kegiatan illegal logging terindikasi pula bertali temali erat dengan korupsi dan salah urus mismanagement pengelolaan sumberdaya hutan
sebagaimana ditelaah HRW 2009
5
. Disebutkan bahwa dengan menggunakan metodologi standar industri telah berhasil diduga bahwa
Indonesia mengalami kerugian sekitar USD 2 M per tahun dalam kurun antara 2003 dan 2006 akibat illegal logging, korupsi dan salah urus
sumberdaya hutan. Jumlah tersebut mencakup pajak dan royalty yang tidak terhimpun dari kayu illegal, kehilangan pendapatan dari besarnya
subsidi semu atas industri perkayuan termasuk di dalamnya dasar penetapan pajak dari harga kayu dan nilai tukar yang dibuat rendah, serta
kehilangan akibat praktek menghindari pajak yang dilakukan para ekportir nakal yang dikenal sebagai “transfer pricing”. HRW mengilustrasikan
rincian kerugian ini secara lebih tegas dalam Gambar 6.
Gambar 6 Struktur Kerugian Kehutanan Indonesia 2003-2006
Sumber: HRW, 2009.
Kerugian finansial dari akibat tali temalinya illegal logging dan korupsi serta kejahatan kehutanan lainnya telah pula dianalisis untuk
tingkat dunia oleh Kelompok Bank Dunia, sebagaimana dikemukakan
5
HRW.2009. “Wild Money”: The Human Rights Consequences of Illegal Logging and Corruption in Indonesia’s Forestry Sector. Human Rights Watch. New York, NY 10118-3200 USA.
5 5
5
In I
I I
I I
I I
I I
I I
Kishor, N and Tapani Oksanen 2009
6
. Disebutkan bahwa illegal logging dan beragam kejahatan kehutanan lainnya umum terjadi di banyak bagian
lain di dunia dan umumnya melibatkan pemain baik dari negara-negara produsen maupun konsumen. Bank Dunia memerkirakan nilai pasar dari
kerugian tahunan akibat illegal logging mencapai sebesar USD 10 M. Menurutnya, angka ini lebih dari 8 kali angka resmi dana bantuan
pembangunan internasional yang dialirkan untuk program pembangunan hutan lestari. Disimpulkan, bahwa dibalik ini semua adalah korupsi; dan
korupsi telah mendorong terjadinya berbagai kegiatan illegal, khusunya illegal logging skala besar, seperti ditunjukkan Gambar 7. Dari gambar
tersebut tampak jelas bahwa dibanding negara lainnya, Indonesia berada pada posisi “paling tinggi” baik untuk tingkat korupsi, maupun jumlah
angka kayu bulat yang dicurigai illegal.
Gambar 7. Hubungan Korupsi dan Pasokan Kayu Illegal
Sumber: Kishor, N and Tapani Oksanen, 2009
6
Kishor, N and Tapani Oksanen. 2006. Combating Illegal Logging and Corruption in the Forestry Sector: Strengthening Forest Law Enforcement and Governance. Enviroment Matters 2006 – Annual Review July
2005-June 2006 FY 06. The World Bank Group.
6
Kis s
sho ho
ho ho
ho ho
h ho
h h
h ho
h h
ho h
ho ho
ho h
h ho
ho ho
r, r,
r, r
r, r
r r,
r, r
r r
r, r
r r
r, r,
r, r,
r r
r r
r, r,
r, r
r, r
r r,
r r,
r r
r r
r r
r r
r Stren
n ng
ng g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g g
g th
th th
th th
th t
th th
th th
th th
th th
th th
th th
th th
th th
th t
th th
t th
h h
t th
th t
h t
th t
th th
th h
t t
h th
h h
th h
h h
h th
h h
h h
h th
t t
t th
th h
h e
2005 5
5-J -J
-J J
-J -J
-J J
J -J
-J J
J -J
-J J
-J -J
J J
-J J
J -J
-J J
J J
-J J
J J
J J
J J
J J
J J
J J
J J
J J
J J
J u
u u
u un
un un
u u
u u
un u
u u
u u
u u
u u
u u
u u
u u
u u
un u
u u
u u
u u
u u
un u
u u
un u
u u
u e
3. Multidimensi Konflik
Hutan alam produksi di Luar Jawa juga diwarnai gejala dan fenomena multidimensi konflik. Itu setidaknya digambarkan oleh FWIGFW 2002
dan Wulan et al 2004
7
sebagaimana diuraikan di bawah ini. FWIGFW 2002 berhasil memetakan sebaran konflik berdasarkan
survey. Digambarkan, bahwa penyebab umum konflik antara lain terkait konsesi HPH, penebangan liar, penetapan kawasan lindung dan taman
nasional, pembangunan hutan tanaman dan perkebunan sawit. Ditambahkan, bahwa konflik terjadi lebih sering karena akibat beda
pandangan terkait hak atas lahan land rights issues, pelanggaran atas kontrak perjanjian, dan ketidak jelasan batas kawasan. Diperlihatkan,
bahwa konflik menyebar terjadi di keseluruhan pulau utama di Indonesia. Sementara, Wulan et al 2004 memotret profil konflik ini berdasar
survey media dalam kurun 1997-2003. Disebutkan, bahwa dari 359 konflik, lebih dari seperempat 27 diantaranya terjadi di areal HPH.
Dari 359 konflik, 273 76,04 diantaranya terjadi di Luar Jawa. Adapun penyebab konflik teridentifikasi setidaknya lima hal: perambahan hutan,
pencurian kayu, perusakan lingkungan, tata batas kawasan akses, dan alih fungsi kawasan. Seperti halnya hasil FWIGFW 2002, Wulan et al
2004 juga menunjukkan bahwa konflik juga menyebar terjadi di hampir keseluruhan pulau utama Tabel 9. Sedangkan kecenderungan jumlah
atau frekuensi konflik dari tahun ke tahun berfluktuasi, dimana konflik terbanyak terjadi pada 2000 sebanyak 153 kasus. Gambar 8
Beberapa kebijakan pemerintah terkait langsung dengan keberpihakannya atas kepentingan masyarakat, seperti hutan rakyat, hutan
kemasyarakatan, hutan cadangan pangan, bina desa hutan BDH dan pembinaan masyarakat desa hutan PMDH yang telah berjalan sejauh ini
dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya. Khan 1996 menunjukkan bahwa program BDH yang kini telah mengalami berbagai perubahan
ditingkat aturan itu, misalnya, masih tetap sulit diimplementasikan,
7
Wulan et al 2004 Analisis Konflik Sektor Kehutanan 1997-2003. Center for International Forestry Research. Bogor.
7 7
7
R R
R R
R R
R R
R R
R R
Tabel 9. Frekuensi Konflik Kehutanan per Provinsi 1997-2003
No. Provinsi
Frekwensi Konflik Persentase
1 Nangroe Aceh Darusasalam
10 2,79
2 Sumatera Utara
36 10,03
3 Sumatera Selatan
12 3,34
4 Riau
19 5,29
5 Jambi
16 4,46
6 Kalimantan Timur
109 30,36
7 Kalimantan Tengah
10 2,79
8 Jawa Barat
25 6,96
9 Jawa Tengah
47 13,09
10 Jawa Timur
14 3,90
11 Provinsi lain
61 16,99
Total Jawa 86
23,96 Total Luar Jawa
273 76,04
TOTAL INDONESIA 359
100,00
Sumber: Wulan et al 2004 – data diolah ulang, urutan dimodifikasi
Frekuensi Konflik per Tahun
14 29
52 153
45 31
35
20 40
60 80
100 120
140 160
180 1997
1998 1999
2000 2001
2002 Jun-03
T a
hun
Frekuensi Konflik
Gambar 8 Frekwensi Konflik Pertahun 1997-2003
Sumber: Wulan et al, 2004 – data diolah ulang
antara lain karena program ini bagi pemegang HPH maupun HTI waktu itu pada akhirnya – dan dalam jangka pendek – lebih merupakan beban
biaya tambahan disinsentive yang tidak ada kaitan langsung baik dengan upaya peningkatan efisiensi ataupun kapasitas produksi HPHHTI yang
bersangkutan. Keadaan ini menguatkan dugaan, bahwa program semacam ini kurang memperhitungkan dan mengantisipasi kedudukan dan karakter
HPHHTI sebagai institusi bisnis yang berorientasi pada perilaku memaksimalkan keuntungan.
4. Deforestasi
Sementara itu, kebijakam konsesi melalui sistem HPH selama efektif lebih dari tiga dekade terakhir telah menyebabkan juga kehilangan dan
kerusakan sumberdaya hutan yang sangat menyedihkan. World Bank 2006c mencatat bahwa hampir 30 luas hutan produksi kondisinya
rusak deforested dan laju kerusakan hutan tertinggi terjadi pada hutan alam produksi yang dikelola HPHIUPHHK.
Maka bermunculan berbagai versi angka laju deforestasi hutan Indonesia dengan rentang 700 ribu hatahun sampai 3 jutaan ha pertahun.
Menurut Gautam et al 2000, merujuk pada hasil beberapa riset saat itu, tingkat kerusakan hutan telah mencapai rata-rata 1,5 juta ha per tahun.
Pada 2008, Indonesia bahkan telah masuk Buku Rekor Dunia Guiness dalam hal kerusakan hutan. Disebutkan, dari 44 negara yang secara
kolektif menguasai 90 hutan dunia, Indonesia meraih tingkat laju deforestasi tercepat di dunia dengan angka 1,8 juta ha per tahun antara
2000-2005. Greenpeace 2007
8
menyebutkan, bahwa rekor ini berimplikasi menjadikan Indonesia juga sebagai pencemar gas rumah kaca
ketiga di dunia, setelah Amerika dan Cina, dengan besaran 25 emisi gas rumah kaca akibat penggundulan hutan.
Seikh PA 2008 memberikan gambaran pula bahwa deforestasi menyumbang seperlima dari emisi gas rumah kaca dunia. Sementara
sebuah studi yang disponsori pemerintah Indonesia sendiri memerkirakan bahwa kerusakan hutan Indonesia berkontribusi hampir 80 atas emisi
gas rumah kaca nasional. Level itu dinilainya sangat kritis dan menempatkan Indonesia sebagai emiter terbesar ketiga dunia.
Namun, data resmi Dephut yang tertuang antara lain dalam Statistik Kehutanan 2007 Dephut, 2008 mengonfirmasi lain terkait
tingginya laju deforestasi ini. Dalam kurun lima tahun 2000-2005 tercatat jumlah deforestasi dari tujuh pulau utama di Indonesia mencapi
luasan 5,45 juta ha, dengan laju rata-rata per tahun seluas 1,1 juta ha Tabel 10
8
http:www.greenpeace.orgseasiaidpresspress-releasesindonesia - diunduh 3 Juni 2007
8 8
8 8
8 8
8 8
8 8
8