Outline Disertasi Ringkasan KONTEKS DAN FOKUS PENELITIAN

dari sisi kebijakan, praktis-operasional, kualitas diskursus dan metodologis BAB V. Intisari hasil, kesimpulan dan rekomendasi ditawarkan pada BAB VI. Untuk memudahkan penulisan intisari ini, di setiap Bab telah disiapkan pula ringkasan.

F. Ringkasan

Dua kerangka pemikiran yang pernah melandasi berbagai kebijakan pengelolaan dan usaha kehutanan dunia disebutkan Sfeir-Younis 1991, sebagai the forest first FF dan the forest second FS. Dari telaahnya, FF telah menyebabkan kerusakan hutan yang bahkan tidak dapat balik irreversible, terlebih saat aturan kerja yang sangat bio-centris tidak berhasil ditegakkan. Sementara, ada fakta empiris menunjukkan bahwa kinerja usaha kehutanan kita, Indonesia, sejauh ini sangat rendah ditandai antara lain dengan merosotnya peran ekonomi, sosial dan lingkungan sumberdaya hutan alam produksi menyusul berbagai kerusakan hutan dan lahan dengan laju dan magnitude yang relatif tinggi. Mengaitkan dua pengetahuan empiris ini telah mengundang pertanyaan: apakah kebijakan usaha kehutanan kita selama ini dilandasi sepenuhnya dengan aliran FF?. Pertanyaan itu menjadi fokus atau pertanyaan penelitian ini. Pertanyaan itu identik dengan mempertanyakan diskursus yang telah berkembang dibalik proses konstruksi kebijakan usaha kehutanan, khususnya hutan alam produksi di Luar Jawa. Diskursus dimaksud mencakup baik yang dibangkitkan dari teks peraturan perundangan maupun hasil percakapan dan interaksi sosial para pemangku kepentingan usaha kehutanan. Melalui analisis diskursus itu pertanyaan penelitian ini coba dijawab. Dengan tujuan menghimpun pengetahuan dan informasi terkait diskursus yang berkembang dalam kebijakan usaha kehutanan, melalui penelitian ini diharapkan dapat dipahami aliran pemikiran di balik kebijakan usaha kehutanan itu yang sekaligus menjawab pertanyan penelitian di atas. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain sebagai kerangka dasar bagi agenda pembaruan kebijakan usaha kehutanan, khususnya bagi ihktiar pelurusan kerangka pikir.

II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI A.

Pendahuluan Diskursus dipahami sebagai tatanan kerangka pikir yang mengonstruksi realitas sosial dalam sebuah konteks tertentu – dalam hal ini kebijakan usaha kehutanan lestari. Pada saat situasi hutan dipandang tidak lestari – yang indikasinya begitu kuat muncul dalam diskursus seputar deforestasi dan degradasi hutan, maka pertaruhan mengarah pada substansi dan proses konstruksi kebijakan serta interaksi sosial yang telah terjadi, sekaligus aliran pemikiran yang dominan disebaliknya. Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik kebijakan usaha kehutanan serta tali temalinya dengan ”kualitas” kebijakan dan kinerja usaha kehutanan itu sendiri coba dipahami dan dianalisis dalam penelitian ini dengan berpegang pada konsep dan teori sebagaimana dijabarkan dalam beberapa sub-bab berikut ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mengeksplorasi diskursus yang telah berkembang dibalik proses konstruksi kebijakan usaha kehutanan di hutan alam produksi di Luar Jawa. Esensi penelitian ini, antara lain menggali dan mengomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan usaha kehutanan yang telah ada ex-post. Kecenderungan diskursus para pemangku kepentingan usaha kehutanan dieksplorasi melalui pendekatan analisis kebijakan, khususnya pendekatan antropologi yang fokus pada narasi kebijakan dan diskursus. Dari serangkaian kecenderungan narasi kebijakan dan diskursus dapat sekaligus diamati kecenderungan aliran pemikiran para pihak pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses konstruksi kebijakan.

B. Kebijakan dan Analisis Diskursus

1. Kebijakan: Definisi dan Pengertian

Dalam IDS 2002 digambarkan betapa kata ”kebijakan” yang dikenal begitu saja secara luas ternyata tidak mudah untuk dikenali. Layaknya atas keberadaan seekor gajah, kita tahu saat melihatnya dan tidaklah mudah bagaimana kemudian mendefinisikannya. Digambarkan pula, dengan sederet testimoni, bahwa seorang pembuat kebijakan sekalipun tidak serta merta menjadi kemudian mudah untuk memahami dan mendefinisikan kata ”kebijakan”. Observasi IDS 2002 ini berkaitan secara kuat dan lekat dengan sebuah perkembangan kerangka kerja terkait proses kebijakan. Kerja observasi ini antara lain menemukan adanya hubungan teori antara ilmu pengetahuan science, keahlian expertise dan kebijakan, kepentingan politik, partisipasi publik dan jaringan aktor. Hal disebut terakhir ini memberikan pemahaman bahwa ”kebijakan” adalah proses jalin-menjalinnya dan interkoneksi berbagai hal tadi. Ini setara dengan landasan Sfeir-Younis 1991 saat menawarkan kerangka pemikiran keduanya ”the forest second”. Dalam pemahaman Dunn 2000 analisis kebijakan dipandang sebagai aktivitas intelektual menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini dicapai melalui analisis sebab, akibat, dan kinerja kebijakan dan program. Penekanan pada unsur ”tentang” dan ”dalam” mengandung pengertian terkait penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan. Pengetahuan sendiri dipahami Dunn 2000 sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal plausibel ketimbang kepastian. Dalam pemahaman demikian probabilitas statistik, misalnya, diposisikan Dunn sebagai pendukung dalam menegakan klaim pengetahuan yang plausibel. Masih menurut Dunn 2000, analisis kebijakan mengombinasikan dan meneransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin sosial, politik, dll, dan lebih jauh lagi menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tertentu. Tujuan analisis kebijakan melebar melampaui produksi ”fakta”, yakni memproduksi juga informasi mengenai nilai dan serangkaian tindakan yang dipilih. Dengan begitu, analisis kebijakan juga meliputi evaluasi dan rekomendasi kebijakan. Sebagai ilmu terapan, analisis kebijakan diposisikan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan terkait nilai, fakta dan tindakan tadi. Nilai, berkaitan dengan pertanyaan apakah pencapaiannya merupakan tolok ukur utama dalam melihat apakah masalah telah teratasi. Fakta, apakah keberadaannya dapat mengatasi dan meningkatkan pencapaian nilai-nilai.