Kontribusi Kehutanan pada Perekonomian

Kontribusi Kehutanan terhadap PDB 0.5 1 1.5 2 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun K ont ri bus i Gambar 13 Persen Kontribusi Kehutanan terhadap PDB Ada hal yang kurang menggembirakan dibalik berapapun kontribusi sektor kehutanan di atas. Sekalipun tumbuh dan memberikan kontribusi yang relatif besar pada pertumbuhan ekonomi nasional, tapi kemudian kecenderungannya terus menurun, namun masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan di sekitar hutan tetap miskin. CIFOR 2004 menyebutkan bahwa penduduk miskin di dalam dan di sekitar hutan mencapai 10,2 jutaan orang. Disebutkan, bahwa hal tersebut dimungkinkan, karena pemerintah belum membuka dan memberikan akses masyarakat setempat kepada pemanfaatan hutan produksi, akses kepada sumberdaya keuanganmodal dan hukum. Namun begitu, pemerintah sebetulnya telah menyiapkan dan melaksanakan sejumlah program yang berorientasi kemasyarakatan, seperti PMDH dan program peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan alam produksi. Program PMDH pada 2003 dilaksanakan di 267 desa yang menyerap sekitar 20.542 KK. Sementara kegiatan peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan produksi yang telah dilaksanakan meliputi 27 provinsi. Sayangnya, seperti telah dikemukakan juga di atas, beberapa kebijakan pemerintah semacam ini yang telah berjalan sejauh ini dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya antara lain karena sulit diimplementasikan dan pada akhirnya – dalam jangka pendek – lebih merupakan beban biaya tambahan disinsentive yang tidak ada kaitan langsung baik dengan upaya peningkatan efisiensi ataupun kapasitas produksi para pemegang konsesi usaha kehutanan.

C. Kesenjangan Tujuan dan Kenyataan

1. Tujuan dan Orientasi Usaha Kehutanan

Dari semula, sebagaimana telah pula digariskan dalam UU567 beserta UU penopangnya terkait penanam modal PMA dan PMDN dan berbagai regulasi turunannya, semangat dan orientasi usaha kehutanan lebih kepada upaya memperoleh dana cair untuk membiayai pembangunan dan melanjutkan revolusi. Pasal 5, 20, dan 33 UUD 45 menjadi landasan konstitusional kegiatan usaha kehutanan sebagai perwujudan: ”usaha bersama atas azas kekeluargaan, dikuasai negara, dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 11 Itu sebabnya, usaha kehutanan diorientasikan untuk tujuan pembangun ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat dengan berdasar pada berbagai azas tadi, termasuk azas kelestarian hutan dan azas perusahaan. Latar perlunya UU ini bahkan lebih ”heroik”, yakni untuk menjamin kepentingan rakyat dan negara dan untuk menyelesaikan Revolusi Nasional. Ini adalah penegasan, bahwa mengatur hutan penting untuk rakyat dan untuk menuntaskan revolusi. Dengan orientasi demikian, sumberdaya hutan telah diposisikan UU ini sebagai sumber kekayaan alam, karunia Tuhan, dipandang bermanfaat serbaguna, dan mutlak dibutuhkan umat manusia sepanjang masa, bahkan menjadi salah satu unsur basis pertahanan nasional, sehingga harus dilindungi dan dimanfaatkan guna kesejahteraan rakyat secara lestari. Begitulah pandangan yang terbangun saat itu dalam hal memosisikan sumberdaya alam, khususnya hutan alam sebagai faktor utama. Selanjutnya disebutkan pula, bahwa untuk mencapai tujuan seperti dikemukakan di atas, usaha kehutanan dilakukan negara dan dilaksanakan pemerintah, baik pusat maupun daerah berdasar UU yang berlaku. Diatur lebih jauh, bahwa pemerintah dapat melakukan usaha kehutanan itu 11 Dalam amandemen ke empat UUD ini, ditambahkan dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip: kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan ekonomi nasional. bersama pihak lain, termasuk memberikan hak pengusahaan hutan kepada perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta. Dalam UU 4199 tentang Kehutanan – pengganti UUPK 567 – usaha kehutanan diatur dalam konteks yang lebih luas, yakni pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam. Usaha kehutanan lebih lanjut diatur dan mengerucut dalam kegiatan ”pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan”. Dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, disebutkan bahwa pemanfaatan hutan, sebagai rujukan hukum usaha kehutanan, bertujuan memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil dan lestari. Dalam UU ini, pemanfaatan hutan terbuka untuk semua kawasan hutan, kecuali cagar alam dan zona inti pada Taman Nasional. Dengan begitu, tampak bahwa usaha kehutanan berada pada rejim pemanfaatan hutan alam produksi. Selain terbuka untuk semua kawasan hutan, UU ini juga mengatur bahwa pemanfaatan hutan produksi dapat mencakup bentuk pemanfaatan yang lebih luas di banding aturan serupa yang telah digariskan dalam UUPK 567. Dalam UU 4199 pemanfaatan hutan produksi alam dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Diatur pula, bahwa pemanfaatan hutan produksi ini dilaksanakan masing-masing melalui pemberian izin usaha pemanfaatan: kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan kayu. Selain itu diatur pula izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu 12 Selanjutnya, izin pemanfaatan kawasan, pemungutan kayu dan non kayu dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi; sementara, izin pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan kayu dan non kayu dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, BUMS, BUMN, dan BUMD. 12 Pasal 28 UU 4199 tentang Kehutanan