HPHIUPHHK HA Kinerja Usaha Kehutanan Indonesia

Perkembangan IUPHHK - Dua Dekade terakhir Unit a 100 200 300 400 500 600 700 1989 199 1990 199 1 1991 199 2 1992 199 3 1993 199 4 1994 199 5 1995 199 6 1996 199 7 1997 199 8 1998 199 9 1999 200 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 20 10 Tahun Ju m lah U n it Perkembangan IUPHHK - Dua Dekade terakhir Luas b

10 20

30 40 50 60 70 1989 199 1990 199 1 1991 199 2 1992 199 3 1993 199 4 1994 199 5 1995 199 6 1996 199 7 1997 199 8 1998 199 9 1999 200 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 Tahun Lu as J u ta H a Gambar 9. Perkembangan Unit a dan Luas b Konsesi IUPHHK dalam Dua Dekade Terakhir 1990-2010 Sumber: Dephut. 2010. IUPHHK Aktif sampai May 2010. Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi, Ditjen BPK. Jakarta; Dephut 2000 Statistik Pengusahaan Hutan 19992000. Ditjen Pengusahaan Hutan, Dephut. Jakarta Tabel 11. Jumlah IUPHHK Aktif sampai Mei 2010 AKTIF TIDAK AKTIF TOTAL Provinsi Unit Luas Ha Unit Luas Ha Unit Luas Ha Sumatera 14 668,169 15 805,816 29 1,473,985 Kalimantan 161 11,017,773 14 602,216 175 11,619,989 Sulawesi 19 1,291,760 6 338,160 25 1,629,920 Maluku 27 1,538,029 1 46,066 28 1,584,095 Papua 42 7,362,448 5 1,383,460 47 8,745,908 INDONESIA 263 21,878,179 41 3,175,718 304 25,053,897 Sumber: Dephut. 2010. IUPHHK Aktif sampai May 2010. Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi, Ditjen BPK. Jakarta; IUPHHK AKTIF PER MAY 2010 Unit Kalimantan 161 Sulawesi 19 Maluku 27 Papua 42 Sumatera 14 IUPHHK AKTIF PER MAY 2010 Ha Sumatera 668,169 Kalimantan 11,017,773 Sulawesi 1,291,760 Maluku 1,538,029 Papua 7,362,448 Gambar 10. Sebaran IUPHHK Aktif per May 2010 unit konsesi IUPHHK memiliki kinerja pengelolaan hutan yang buruk, dan kecenderungan buruk ini akan terus meningkat untuk waktu mendatang. Pada 2004 jumlah unit konsesi yang berkinerja buruk mencapai 60 dan hanya 11 yang baik, sisanya 29 masuk kinerja sedang. Namun, data terbaru 2009 mengungkapkan, bahwa sesuai dengan perolehan sertifikasi PHAPL mandatory, tercatat bahwa IUPHHK pemegang sertifikat PHAPL dengan predikat ”baik” dan masih berlaku waktu itu hanya sekitar 17,07 sedangkan yang memperoleh sertifikat dengan predikat ”sedang” yang masih berlaku mencapai 56,10 Dari sertifikat yang masih berlaku ini, tidak ada satu unit IUPHHK HA pun yang mendapat sertifikat dengan predikat ”sangat baik” Dephut, 2010. Sampai 2009, nilai investasi berupa total aset dari IUPHHK berdasarkan laporan keuangan yang masuk ke Kemenhut tercatat mencapai angka Rp. 68,9 T dengan rataan sebesar Rp. 13,8 T per tahun dalam kurun 2005-2009 Tabel 12. Angka ini akan jauh lebih besar, seandainya semua unit IUPHHK-HA menyampaikan laporan keuangannya.

6. Produksi

Sejalan dengan penurunan jumlah dan luas HPHIUPHHK-HA, fluktuasi menurun juga terjadi pada produksi hasil hutan kayu, terutama Tabel 12. Jumlah dan Rataan Investasi IUPHHK 2005-2009 Jumlah IUPHHK Nilai Buku Nilai Perolehan Total Aset Th yang Lapor unit Rp jt Rp jt Rp jt 2005 153 7,799,093 3,580,397 15,106,282 2006 154 5,261,655 2,747,301 14,779,781 2007 151 7,735,561 3,955,352 17,307,758 2008 152 7,773,625 2,778,354 9,533,413 2009 157 8,357,074 3,144,373 12,157,399 Rataan 7,385,402 3,241,155 13,776,926 TOTAL 36,927,008 16,205,776 68,884,632 Sumber: Kemenhut 2010 – data diolah kayu bulat. Pada 1990 an produksi tahunan kayu bulat masih sekitar 10 jutaan m3 per tahun dan menurun menjadi sekitar 5,7 jutaan m3 pada 2005. Penurunan ini juga disebabkan oleh diterapkannya kebijakan pengurangan produksi kayu bulat tahunan dari hutan alam secara bertahap dan perlahan soft landing. Melalui kebijakan ini produksi kayu hutan alam pada 2003 mengalami pengurangan sekitar 20 dari angka produksi tahun sebelumnya KepMenhut 192003. Selanjutnya pada 2004 penurunan ditetapkan sekitar 17 dari angka produksi tahun 2003 KepMenhut No. 1562003. Untuk 2005 penurunan ini hanya sekitar 5 saja dari angka produksi 2004 SK Ditjen BPK No. 1952004. Data 2008 menunjukkan adanya kenaikan kembali jatah potensi tebangan tahunan, mulai 2006, 2007 dan 2008 berturut menjadi sebesar 8,16 juta m3, 9,10 juta m3 dan 9,10 juta m3 Dephut, 2009. Data kenaikan ini juga menunjukkan, bahwa Kalimantan dan Papua merupakan dua wilayah dengan jatah tebang paling besar terutama pada 2007 dan 2008 Gambar 11.