Metoda dan Prosedur Analisis Diskursus
masing-masing untuk sebelum dan setelah 1998. Sedangkan data dan informasi terkait dengan kondisi, situasi dan kinerja usaha kehutanan
dirangkum, disintesa dan diposisikan sebagai representasi output dari implementasi kunci kebijakan itu dan kebijakan turunannya dan atau
penopangnya. Terhadap keseluruhan dokumen kunci kebijakan dilakukan telaah
dokumen. Sebagai upaya klarifikasi atas hasil dan proses telaah dokumen ini dilakukan pula wawancara mendalam dengan para pihak pemangku
kepentingan. Selain wawancara mendalam, untuk penguatan dan pengayaan argumen empiris, dilakukan pula online polling melalui internet. Sementara
itu terhadap data dan informasi usaha kehutanan dilakukan pula sintesis untuk memotret snapshot sejauh mana kinerja usaha kehutanan selama kedua
periode. Potret atau snapshot ini digunakan antara lain dalam menakar seberapa senjang gap antara realitas yang terpotret dengan tatanan kebijakan
usaha kehutanan sebagaimana tertuang dalam dokumen kunci kebijakan. Aspek kelestarian, termasuk di dalamnya pemosisian hutan alam produksi
digunakan sebagai penapis dalam menakar kesenjangan dimaksud. Secara skematik tahapan ini sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Prosedur Analisis Diskursus
Analisis diskursus berupa analisis isi dan narasi dilakukan saat melakukan telaah dokumen tertulis maupun hasil percakapan atau wawancara dan hasil
polling. Telaah dokumen diawali melalui penyiapan ikhtisar
9
disusul dengan analisis isi dan narasi. Analisis isi merujuk pada Holsti 1969 berupa
penarikan inferensia atau simpul atau pokok-pokok pikiran. Dalam analisis isi ini, dilakukan pengkodean coding dan kategorisasi untuk masing-masing
setiap paragraph dari bahan hasil ihtisar, khususnya untuk teks dokumen kebijakan, kedalam empat dimensi Bolman and Deal 1991
10
. Hasil akhir pengkodean dapat memberikan gambaran, bahwa dari sisi dimensi
keorganisasian, kebijakan usaha kehutanan ada di dimensi mana: rational, human, politics, atau symbolic. Dalam pengkodean digunakan kata kunci yang
diadopsi dari Bolman and Deal 1991 sebagaimana tercantum pada Lampiran 4. Hasil pengkodean sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 5. Contoh
hasil analisis isi dapat dilihat pada Lampiran 6. Analisis narasi merujuk Bernard 2000 dan Denzin 1989, yakni mencari
dan menetapkan pola-pola pokok dalam narasi. Menurut Graffin 1993 dalam Liang dan Lin, 2008 narasi adalah sebuah bangunan analisis yang
menghimpun berbagai kejadian atau fenomena yang dirangkum kedalam deskripsi singkat. Kerangka teoretik kelestarian digunakan sebagai takaran
utama dalam melakukan berbagai analisis ini. Contoh hasil analisis narasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
Untuk melihat kecenderungan diskursus dan peta kerangka pikir para pihak, dari hasil analisis isi dan narasi di atas dilakukan pula transformasi dan
pemetaan hasil kedalam beberapa ilustrasi grafis-kuantitatif, termasuk dalam
9
Dalam membaca, menyarikan dan mensintesa bahan-bahan empiris, peneliti juga menggunakan antara lain Sistim Ikhtisar Dokumen Bahasa Indonesia SIDoBI ver 2009 yang merupakan on-line static sofware yang telah dikembangkan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT Jakarta, Indonesia. Untuk pengkodean dan pengkategorian bahan-bahan empiris, terutama hanya beberapa yang berbahasa inggris, digunakan software N-Vivo Ver 2002 buatan QSR International
Pty Ltd, Melbourne, Australia.
10
Keempat dimensi itu adalah rasional rational, kemanusiaan human, politik political, dan simbolik symbolic. Dijelaskan, bahwa dalam dimensi rasional, organisasi digerakan oleh berbagai strategi, dan peran manajemen adalah
mensejajarkan berbagai strategi dan struktur dengan lingkungan eksternal. Dalam dimensi manusia, isu sentralnya bagaimana menggabungkan berbagai kebutuhan manusia dengan rasionalitas keorganisasian. Dari dimensi politik,
kesenjangan kepentingan dan kelangkaan sumberdaya terpaksa membalikkan politik organisasi. Simbol memainkan peran penting dalam pengalaman manusia. Dalam domain rasional, poin kehidupan itu adalah pilihan. Namun, hidup dalam
berbagai organisasi antara lain hanyalah terkait pengambilan keputusan MarchOlsen 1976 dalam Bolman and Deal, 1984. Pembuatan keputusan sering sebagai arena untuk berbagai aksi simbolik. Dengan keempat dimensi ini Bolman and
Deal 1984 memastikan ciri sebuah organisasi dalam menjalankan dan menegakan aturan main: seperti apa keseimbangannya dan kira-kira lebih cenderung ke dimensi yang mana.
bentuk kuadran dengan absis dan ordinat yang ditarik fenomena atau pokok- pokok pikiran yang mencuat dalam isi dan narasi. Diadopsi pula kuadran
Alvesson and Karreman 2000 yang dalam penelitian ini dinamai frame B. Alvesson and Karreman 2000 menggunakan dua dimensi absis dan ordinat
dengan empat kuadran
11
. Untuk melihat kualitas kebijakan usaha kehutanan dan efektifitas
pelaksanaannya, khusus dianalisis Dokumen Renstra Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan kini Bina Usaha Kehutanan, BUK 2005-2009 melalui
pendekatan Birkland 2001 yang menekankan aspek proses perancangan kebijakan sebagai akumulasi tiga arus, yani politik, masalah publik dan
kebijakan itu sendiri Gambar 4. Dengan ketiga arus ini Birkland 2001 mengkerangka hubungan tujuan, model sebab-akibat, instrumen, target dan
implementasi kebijakan, masing-masing dengan sejumlah pertanyaan Tabel 4. Dengan berbagai pertanyaan ini hasil analisis diskursus yang sama –
selain dipetakan kerangka pikirnya – ditelaah lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran kualitas kebijakan usaha kehutanan dan efektivitas pelaksanaannya.
Dari hasil telaah ini ditarik sejumlah rekomendasi terkait langkah dan agenda pembaruan kebijakan usaha kehutanan.
Gambar 4 Proses konstruksi kebijakan Birkland, 2001
11
Dimensi pertama absis menggambarkan hubungan antara diskursus dengan makna yang merentang dari kondisi rontok collapsed di ekstrim kiri – dinamai pula sebagai titik discourse determination, sampai tak ada hubungan sama sekali
unrelated di ekstreem kanan, titik ini dinamai discourse autonomy. Diantara dua ekstrim ini terdapat dua titik lain segaris yang posisinya proporsional, yakni terkait erat tightly coupled di bagian kiri dan terkait longgar loosely coupled
dikanannya. Dimensi kedua ordinat menggambarkan lawas diskursus yang merentang dari diskursus mikro micro discourse di ekstrim atas dikenal dengan sebutan kepedulian-jangka pendek close-range interest dengan konteks
situasional dan lokal local situational contexts sampai diskursus mega mega discourse di ekstrim bawah disebut sebagai kepedulian jangka-panjang long-run interest dengan konteks sistem-makro macro-system contexts. Diantara kedua
ekstrim ini ada dua titik segaris lain yang letaknya proporsional, yakni grand dan meso discourse.
Tabel 4. Kerangka Kebijakan diadopsi dari Birkland, 2001 Komponen Penjelasan
Pertanyaan yang perlu diangkat Tujuan
kebijakan Apa tujuan kebijakan: menghilangkan masalah? Sekedar
mengurangi, tidak menghilangkan? Atau mengatasi masalah agar tidak menjadi lebih buruk?
Model sebab-akibat
Seperti apa model ini? Apakah kita tahu bila yang dilakukan X, akan dihasilkan Y? Bagaimana kita tahu ini, bagaimana
bisa tahu?
Instrumen kebijakan
Instrumen apa saja yang digunakan agar kebijakan bisa dijalankan? Apakah instumen itu cukup mendorong? Apakah
instrumen berupa insentif, persuasif atau sekedar informasi? Perlu upaya peningkatan kapasitas?
Sasaran kebijakan
Perilaku siapa yang diharapkan berubah? Adakah sasaran langsung dan tak langsung? Apakah pilihan rancangan
berdasarkan konstruksi sosial dari populasi sasaran?
Implementasi kebijakan
Bagaimana kebijakan dilaksanakan? Siapa yang akan menata sistem implementasinya? Apakah akan top-down atau bottom
up? Mengapa?