Kebijakan: Definisi dan Pengertian
menjadi kemudian mudah untuk memahami dan mendefinisikan kata ”kebijakan”. Observasi IDS 2002 ini berkaitan secara kuat dan lekat dengan
sebuah perkembangan kerangka kerja terkait proses kebijakan. Kerja observasi ini antara lain menemukan adanya hubungan teori antara ilmu
pengetahuan science, keahlian expertise dan kebijakan, kepentingan politik, partisipasi publik dan jaringan aktor. Hal disebut terakhir ini
memberikan pemahaman bahwa ”kebijakan” adalah proses jalin-menjalinnya dan interkoneksi berbagai hal tadi. Ini setara dengan landasan Sfeir-Younis
1991 saat menawarkan kerangka pemikiran keduanya ”the forest second”. Dalam pemahaman Dunn 2000 analisis kebijakan dipandang sebagai
aktivitas intelektual menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini dicapai melalui analisis sebab, akibat, dan
kinerja kebijakan dan program. Penekanan pada unsur ”tentang” dan ”dalam” mengandung pengertian terkait penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan
dalam proses pembuatan kebijakan. Pengetahuan sendiri dipahami Dunn 2000 sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal plausibel
ketimbang kepastian. Dalam pemahaman demikian probabilitas statistik, misalnya, diposisikan Dunn sebagai pendukung dalam menegakan klaim
pengetahuan yang plausibel. Masih menurut Dunn 2000, analisis kebijakan mengombinasikan dan
meneransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin sosial, politik, dll, dan lebih jauh lagi menghasilkan informasi yang relevan dengan
kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tertentu. Tujuan analisis kebijakan melebar melampaui produksi ”fakta”, yakni
memproduksi juga informasi mengenai nilai dan serangkaian tindakan yang dipilih. Dengan begitu, analisis kebijakan juga meliputi evaluasi dan
rekomendasi kebijakan. Sebagai ilmu terapan, analisis kebijakan diposisikan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal
mengenai tiga macam pertanyaan terkait nilai, fakta dan tindakan tadi. Nilai, berkaitan dengan pertanyaan apakah pencapaiannya merupakan tolok ukur
utama dalam melihat apakah masalah telah teratasi. Fakta, apakah keberadaannya dapat mengatasi dan meningkatkan pencapaian nilai-nilai.
Sementara tindakan, apakah penerapannya menghasilkan pencapaian nilai- nilai.
Untuk menghasilkan itu semua, Dunn 2000 mengenalkan tiga pendekatan, yakni: empiris, valuatif dan normatif yang dapat digunakan salah
satu, dua atau seluruhnya. Pendekatan empiris, fokus pada penjelasan sebab- akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pertanyaannya bersifat faktual =
apakah sesuatu ada? dan informasi yang dihasilkan bersifat deskripsi. Pendekatan valuatif menekankan pada penentuan bobot kebijakan.
Pertanyaannya berkaitan dengan nilai = Berapa? dan tipe informasi yang diperoleh bersifat valuasi. Pendekatan normatif fokus pada rekomendasi
serangkaian tindakan di masa depan yang dapat menyelesasikan masalah publik. Pertanyaanya, tindakan apa yang harus dilakukan dan tipe informasi
yang dihasilkan bersifat preskripsi resep pengobatan. [see THH 671-
PSL.]