Produksi Kinerja Usaha Kehutanan Indonesia 1. Kondisi Hutan Alam

Jatah Tebang Tahunan 2006-2003 - 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku Nusa Tenggara Papua Wilayah J TT m 3 2006 2007 2008 Gambar 11 Jatah Tebang Tahunan 2006-2008 Sumber: Dephut 2009 – data diolah Data 2008 juga menunjukkan bahwa produksi kayu bulat dari HPHIUPHK HA hanya mencapai 4,61 juta m3. Sedangkan produksi kayu bulat dari Izin Pemanfaatan Kayu IPK sebesar 2,76 juta m3, lebih dari setengah hasil produksi IUPHHK HA. Dephut 2009. Dengan mempertimbangkan tingkat konsumsi kayu bulat dan produksi resmi belum memperhitungkan produk yang tidak dilaporkan dan penyelundupan maka terdapat kesenjangan yang luar biasa antara kemampuan pasok dan angka permintaan. Misalnya, angka konsumsi kayu, termasuk bubur kertas pada 2004 mencapai total 50,5 juta m3, sementara tingkat produksi resmi untuk tahun yang sama total hanya sebesar 13,5 juta m3. Jadi, ada sekitar 37 juta m3 kayu yang tidak dilaporkan dan atau diduga diselundupkan Dephut 2006. World Bank 2006c mencatat kesenjangan seperti ini telah berlangsung relatif lama, setidaknya dalam periode 1985-2004. Melihat struktur sumber pasokan kayu bulat, kesenjangan ini diduga akan terus berlangsung, bila penurunan potensi hutan alam tidak diimbangi dengan peningkatan hutan tanaman dan sumber lainnya. Data 2005 menunjukkan, bahwa sumber utama pasokan 54.1 berasal dari HTI, dan 38 dari hutan alam RKT HPH dan IPK serta lainnya dari Perhutani 6.8 dan dari izin syah lainnyaISL 1.13 Dephut, 2006. Dephut 2010 memberikan gambaran sumber pasokan ini lengkap untuk kurun 2005-2009 Tabel 13 Tabel 13. Produksi Kayu berdasar sumber pasokan Hutan Alam Hutan Tanaman Tahun HPH IPKISL Perhutani HTI Sumber Lain Total 2005 13,64 50,48 0,07 30,97 4,85 100,00 2006 18,92 13,08 0,08 64,46 3,46 100,00 2007 20,00 13,66 0,15 63,99 2,20 100,00 2008 14,47 8,65 0,30 69,73 6,84 100,00 2009 14,16 19,29 0,25 55,22 11,07 100,00 Dephut 2010 juga memberikan ilustrasi besar produksi kayu antara hutan alam HA dengan hutan tanaman untuk kurun waktu yang sama Gambar 12 Produksi Kayu Bulat Nasional 2005-2009 - 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 2005 2006 2007 2008 2009 Ta h u n Produksi juta m3 HA HT Total Gambar 12. Produksi Kayu Bulat Nasional dari HA dan HT 2005-2009 Dari gambar di atas tampak bahwa produksi kayu bulat nasional yang berasal dari sumber HA tampak menurun dari sekitar 20an juta m3 2005 menjadi sekitar 12 jutaan m3 2009. Sebaliknya terjadi fluktuasi dengan kecenderungan menaik pada produksi kayu bulat yang berasal dari HT, menyebabkan untuk kurun itu produksi kayu total pun berfluktuasi meningkat. Khusus untuk HA, kesenjangan di atas juga terjadi bersamaan dengan menurunnya jumlah dan luasan HPHIUPHHK yang cukup nyata, seperti telah di gambarkan di atas, dimana tampak menyusut lebih dari setengahnya dalam kurun dua dekade terakhir 19891990-2010. Pada awalnya 1990an jumlah konsesi hutan alam ini mencapai total hampir 600 unit yang beroperasi pada luasan hutan alam produksi sekitar 60 juta 68 ha. Saat ini 2010 jumlah unit dan luasan konsesi ini menyusut menjadi sekitar 200an unit dengan luas hanya sekitar 20 an juta ha saja. Dengan penyusutan unit dan luasan konsesi ini, di lapangan terjadi peningkatan luasan areal hutan produksi ini yang terlantar tidak dalam wilayah kelola HPHIUPHHK dan bahkan cenderung menjadi sumberdaya tanpa pemilik no body’s property dengan akses terbuka. Sementara itu, volume ekspor dan pemasukan devisa diperoleh dari produk kayu olahan yang diekspor ke berbagai negara seperti: Jepang, Australia, Hongkong, Cina dan Korea Selatan. Volume dan nilai ekspor ini pada 2008 mencapai total USD 3,10 M Tabel 14. Tabel 14. Volume dan Nilai Ekspor Produk Kayu Olahan 2008 Produk Volume Kg Nilai USD Kayu gergajian 50,910,120 55,202,968 Kayu Lapis 1,668,337,181 1,533,456,775 Bubur KertasPulp 2,615,776,379 1,422,446,611 Lembaran Veneer 11,532,700 30,112,943 Papan partikel 4,243,936 1,140,930 Papan serat 180,029,160 56,144,786 Total 4,530,829,476 3,098,505,013 Sumber: Dephut 2009 – data diolah Selain mengekspor produk kayu olahan, Indonesia juga melakukan impor kayu bulat dan kayu olahan antara lain dari Cina, Malaysia, Jepang, Selandia Baru, Jerman, Amerika Serikat, Brazil dan Swedia. Pada 2008, volume dan nilai impor ini mencapai nilai USD 1,47 M. Tabel 15. Tabel 15. Volume dan Nilai Impor Produk Kayu 2008 Produk Volume Kg Nilai USD Kayu bulat 57,882,756 18,120,503 Kayu gergajian 192,882,447 127,369,826 Kayu Lapis 53,039,416 28,032,870 Bubur KertasPulp 892,958,546 1,156,307,565 Lembaran Veneer 21,185,651 31,991,961 Papan partikel 230,718,805 63,972,943 Papan serat 102,228,370 43,553,955 Total 1,550,895,991 1,469,349,623 Sumber: Dephut 2009 – data diolah Dari data ekspor-impor produk kayu 2008 di atas, tampak bahwa neraca perdagangan kayu masih positif, hanya saja nilai impor hampir setengah 47,42 dari nilai ekspor. Dari macam komoditi kayu, tampak bahwa nilai impor terbesar adalah bubur kertas yang mencapai nilai USD 1.16 M atau 78,70 dari nilai total impor. Tidak ada informasi lebih lanjut, negara mana yang mencerap nilai impor sebesar ini.

7. Kontribusi Kehutanan pada Perekonomian

Ekonomi makro nasional antara 1970-1979 tercatat tumbuh rata-rata 7 per tahun. Pada pertumbuhan itu sektor kehutanan memberi andil cukup besar melalui ekspor dan investasi. Pada 1995, misalnya, nilai ekspor sektor ini mencapai USD 16 M dengan jumlah HPH waktu itu 487 unit Dephut 2006b. Kurang dari 10 tahun kemudian, pada 2003, andil ini mulai menurun. Pada 2003 perolehan devisa sektor kehutanan turun menjadi hanya USD 6,6 M. Angka ini hanyalah 13,7 dari nilai keseluruhan ekspor non-migas saat itu. Angka devisa dimaksud berasal dari kayu lapis, kayu gergajian dan kayu olahan – total USD 2,8 M; kertas dan bubur kertas USD 2,4 M, mebel 1,1 M dan sisanya USD 0,3 M berasal dari kayu olahan lain. Dephut, 2006b. Kecenderungan menurun juga ditunjukkan oleh persen kontribusi sektor kehutanan terhadap besar PDB dalam kurun 1997 – 2006 BPS, 2007, dimana rata-rata persen kontribusi hanya berkisar di bawah 2 dan bahkan di bawah 1 10 Gambar 13 10 Hal ini diakui pula oleh Kemenhut, misalnya dalam Press Release Pusinfo Kemenhut 25 April 2011. Disebutkan, bahwa sejak 2005 subsektor kehutanan hanya menyumbang 1 terhadap PDB, dan bahkan pada 2009 menurun, hanya sebesar 0,8. Kecilnya kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB ini disebabkan karena hanya dihitung dari komoditi primer, yaitu kayu bulat, rotan, jasa kehutanan, dll. 10 H Hal l al l al al al al al l l l l l l l l al l l al al al l l l l al l l al l l l al l a l a l l a l l a l a l l a al i i i i i i i i i n n n n n Dise e ebu bu u u bu bu bu u bu bu bu bu u b bu bu bu u b b u bu u bu bu u tk tk tk tk tk tk k tk tk tk k tk tk k k tk tk k tk k tk t tk k tk tk k k k tk k tk tk t t t k k t t t tk tk tk t k t t t tk a 2009 9 9 m m m m m m m m m m m m m m m m en en en e en e e en en en e e e e e en e n e e e e e e e e e en n e en n e e e e n n e n e e e n n karen n na na na a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h a Kontribusi Kehutanan terhadap PDB 0.5 1 1.5 2 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun K ont ri bus i Gambar 13 Persen Kontribusi Kehutanan terhadap PDB Ada hal yang kurang menggembirakan dibalik berapapun kontribusi sektor kehutanan di atas. Sekalipun tumbuh dan memberikan kontribusi yang relatif besar pada pertumbuhan ekonomi nasional, tapi kemudian kecenderungannya terus menurun, namun masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan di sekitar hutan tetap miskin. CIFOR 2004 menyebutkan bahwa penduduk miskin di dalam dan di sekitar hutan mencapai 10,2 jutaan orang. Disebutkan, bahwa hal tersebut dimungkinkan, karena pemerintah belum membuka dan memberikan akses masyarakat setempat kepada pemanfaatan hutan produksi, akses kepada sumberdaya keuanganmodal dan hukum. Namun begitu, pemerintah sebetulnya telah menyiapkan dan melaksanakan sejumlah program yang berorientasi kemasyarakatan, seperti PMDH dan program peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan alam produksi. Program PMDH pada 2003 dilaksanakan di 267 desa yang menyerap sekitar 20.542 KK. Sementara kegiatan peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan produksi yang telah dilaksanakan meliputi 27 provinsi. Sayangnya, seperti telah dikemukakan juga di atas, beberapa kebijakan pemerintah semacam ini yang telah berjalan sejauh ini dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya antara lain karena sulit diimplementasikan dan pada akhirnya – dalam jangka pendek – lebih merupakan beban biaya tambahan disinsentive yang tidak ada kaitan langsung baik dengan upaya peningkatan efisiensi ataupun kapasitas produksi para pemegang konsesi usaha kehutanan.

C. Kesenjangan Tujuan dan Kenyataan 1. Tujuan dan Orientasi Usaha Kehutanan

Dari semula, sebagaimana telah pula digariskan dalam UU567 beserta UU penopangnya terkait penanam modal PMA dan PMDN dan berbagai regulasi turunannya, semangat dan orientasi usaha kehutanan lebih kepada upaya memperoleh dana cair untuk membiayai pembangunan dan melanjutkan revolusi. Pasal 5, 20, dan 33 UUD 45 menjadi landasan konstitusional kegiatan usaha kehutanan sebagai perwujudan: ”usaha bersama atas azas kekeluargaan, dikuasai negara, dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 11 Itu sebabnya, usaha kehutanan diorientasikan untuk tujuan pembangun ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat dengan berdasar pada berbagai azas tadi, termasuk azas kelestarian hutan dan azas perusahaan. Latar perlunya UU ini bahkan lebih ”heroik”, yakni untuk menjamin kepentingan rakyat dan negara dan untuk menyelesaikan Revolusi Nasional. Ini adalah penegasan, bahwa mengatur hutan penting untuk rakyat dan untuk menuntaskan revolusi. Dengan orientasi demikian, sumberdaya hutan telah diposisikan UU ini sebagai sumber kekayaan alam, karunia Tuhan, dipandang bermanfaat serbaguna, dan mutlak dibutuhkan umat manusia sepanjang masa, bahkan menjadi salah satu unsur basis pertahanan nasional, sehingga harus dilindungi dan dimanfaatkan guna kesejahteraan rakyat secara lestari. Begitulah pandangan yang terbangun saat itu dalam hal memosisikan sumberdaya alam, khususnya hutan alam sebagai faktor utama. Selanjutnya disebutkan pula, bahwa untuk mencapai tujuan seperti dikemukakan di atas, usaha kehutanan dilakukan negara dan dilaksanakan pemerintah, baik pusat maupun daerah berdasar UU yang berlaku. Diatur lebih jauh, bahwa pemerintah dapat melakukan usaha kehutanan itu 11 Dalam amandemen ke empat UUD ini, ditambahkan dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip: kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan ekonomi nasional. C. 11 D al al l l a al a al al l al l al al al al a a al al al al al a al al l l l l am am am am m m am am am m am am am am am a a a a a am am a am am m m m am m m m m m m m m m m m m m m m m m m a kebe e e e e rs rs rs r rs rs rs rs rs rs rs s rs s rs rs s s s rs rs rs rs rs rs s s s s r r rs rs s s s s r s s s s s s s s s s s s am am am a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a ekon n nom om om om om om om om om om om om om om om m om om om om om om om om m om om o om o m m om om om om m om om m om m om o o m m o o o m o o o m o o om m m m o o o om m m i