Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 penduduk

Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 71 Berdasarkan tabel di atas kita dapat melihat, bahwa Cakupan Penemuan Kasus diare di Sarana Kesehatan tertinggi adalah di Rokan Hilir 15.076 orang 141,88 dan terendah di Pekanbaru 6.330 orang 39,64. Untuk Penemuan Kasus Diare oleh Kader, dari 12 kabupatenkota yang ada, hanya 3 kabupaten yang melaporkan, yaitu Pekanbaru 3,83, Bengkalis 3,86 dan Ind. Hilir 1,76. Tahun 2016 ini, Cakupan Penemuan Kasus Diare di Sarana kesehatan sebesar 100,76. Angka ini melebih Target Nasional 90. Untuk Cakupan Penemuan Kasus Diare oleh Kader sebesar 1,09, angka ini lebih rendah dari Target Nasional sebesar 10. b Cakupan Pelayanan Kasus Diare Cakupan Pelayanan Diare untuk Semua Umur di Provinsi Riau tahun 2016 sebesar 95,81 dan Anak Balita sebesar 100. Secara rinci berdasarkan kabupatenkota dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.28 Cakupan Pelayanan Diare Berdasarkan KabupatenKota Di Provinsi Riau Tahun 2016 Kabkota Semua Umur Anak Balita Penderita Diobati Penderita Diobati Pekanbaru 6.330 6.285 99,29 2.808 2.808 100,00 Kuansing 4.780 4.290 89,75 2.197 2.197 100,00 Ind. Hulu 8.091 7.290 90,10 3.813 3.813 100,00 Dumai 7.922 7.691 97,08 2.480 2.480 100,00 Meranti 4.323 4.225 97,73 1.927 1.927 100,00 Bengkalis 10.463 10.095 96,48 4.399 4.399 100,00 Pelalawan 9.392 8.845 94,18 4.507 4.507 100,00 Ind. Hilir 12.167 11.410 93,78 4.837 4.837 100,00 Rokan Hulu 9.756 9.450 96,86 3.986 3.986 100,00 Kampar 11.395 11.266 99,18 5.065 5.065 100,00 Siak 10.834 10.062 92,87 4.651 4.651 100,00 Rokan Hilir 16.326 16.150 98,92 6.800 6.800 100,00 Riau 111.743 107.059 95,81 47.470 47.470 100,00 Berdasarkan Tabel di atas dapat kita lihat, bahwa Cakupan Pelayanan Kesehatan Diare Semua Umur Provinsi Riau tahun 2016 sebesar 95,81. Angka ini masih dibawah Indikator Nasional yaitu 100. Kondisi ini Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 72 menunjukkan, belum semua penderita Diare mendapat pelayanan kesehatan atau pengobatan standar. Ada beberapa faktor, antara lain : Obat- obatan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kasus dan Pojok Oralit belum berfungsi secara optimal. c Proporsi Pemakaian Oralit dan Zinc Sebagaimana kita ketahui, bahwa Oralit merupakan salah satu obat esensial yang harus diberikan pada saat dilakukan Tatalaksana Kasus Diare, baik itu di unit pelayanan kesehatan maupun oleh Kader. Untuk tahun 2016, proporsi pemakaian Oralit dalam pengobatan kasus Diare di Provinsi Riau secara rinci dapat dilihat pada berikut : Tabel 3.29 Proporsi Pemakaian Oralit dan Zinc pada Tatalaksana Diare Di Provinsi Riau Tahun 2016 Kabkota Pemakaian Oralit Pemakaian Zinc Target Realisasi Target Realisasi Pekanbaru 100 99,29 100 115,17 Kuansing 100 89,75 100 144,47 Ind. Hulu 100 90,10 100 127,46 Dumai 100 97,08 100 191,81 Meranti 100 97,73 100 98,08 Bengkalis 100 96,48 100 129,53 Pelalawan 100 94,18 100 113,11 Ind. Hilir 100 93,78 100 130,41 Rokan Hulu 100 96,86 100 180,58 Kampar 100 99,18 100 132,85 Siak 100 92,87 100 86,58 Rokan Hilir 100 98,92 100 147,47 Riau 100 95,81 100 132,76 Tabel di atas menunjukkan, bahwa Proporsi pemakaian Oralit dalam Tatalaksana Penderita Diare Provinsi Riau sebesar 95,81. Angka ini masih dibawah Target Nasional sebesar 100. Untuk Proporsi pemakaian Zinc sebesar 132,76, angka ini sudah di atas Target Nasional sebesar 100. Kondisi ini memberikan bukti atau indikasi, bahwa pengelola Program P2 Diare Khususnya di Puskesmas belum semuanya mempunyai Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 73 pengetahuan tentang Tatalaksana Kasus Diare, terutama pemakaian Oralit dan Zinc yang benar. d Proporsi Penderita Diare diberi Infus Penderita Diare yang diberikan Infus selama tahun 2016 di Provinsi Riau sebanyak 1.211 orang. Angka Proporsi pemakaian Infus pada pengobatan penderita Diare di Provinsi Riau untuk tahun 2016adalah 1,08, secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.30 Proporsi Pemakaian Infus pada Tatalaksana Diare Berdasarkan kabupatenkota se Provinsi Riau tahun 2016 KabupatenKota Jumlah Penderita Diberi Infus Pekanbaru 6.330 70 1,11 Kuansing 4.780 123 2,57 Ind. Hulu 8.091 172 2,13 Dumai 7.922 24 0,30 Meranti 4.323 5 0,12 Bengkalis 10.463 165 1,58 Pelalawan 9.392 14 0,15 Ind. Hilir 12.167 96 0,79 Rokan Hulu 9.756 81 0,83 Kampar 11.395 64 0,56 Siak 10.834 114 1,05 Rokan Hilir 16.326 283 1,73 Riau 111.743 1.211 1,08 Tabel di atas menunjukkan, bahwa Angka Proporsi pemakaian Infus pada Tatalaksana Diare Provinsi Riau tahun 2016 1,08. Kabupatenkota yang tertinggi dalam pemakaian Infus pada penderita Diare adalah Kuantan Singingi sebesar 2,57 dan yang terendah di Kepulauan Meranti sebesar 0,12. Standar Nasional dalam pemakaian cairan Infus pada Program P2 Diare adalah 1. Filosopi dalam pemberian infus pada penderita Diare adalah Semakin Kecil Proposinya, maka program dikatakan berhasil. Sebaliknya, jika angka Proporsinya semakin besar, program dikategorikan tidak berhasil. Oleh karena pada hakekatnya penderita Diare Semua Umur Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 74 dan Anak Balita diupayakan tidak perlu diberikan Infus pada saat pengobatan. Pemakaian Infus pada penderita Diare memberikan indikasi, bahwa penderita tersebut dikategorikan Diare Berat.

5. Persentase KabKota yang melakukan deteksi dini Hepatitis B pada kelompok berisiko

Capaian program Hepatitis di Provinsi Riau berdasarkan indikator dalam pelaksanaan Penemuan pada deteksi dini Hepatitis B pada kelompok berisiko dinilai belum berhasil karena pelaksanaan advokasi, sosialisasi dan peningkatan kapasitas telah dilaksanakan, tetapi untuk pengiriman specimen hasil pemeriksaan rapid tidak dapat dilaksanakan karena ada pengurangan anggaran APBN 2016. Penemuan kasus baru ada kelompok berisiko teruatama pada ibu hamil dan tenaga kesehatan telah mulai berjalan secara aktif dikota Dumai, ini menunjukkan program telah berjalan lebih baik, walaupun angka tersebut justru meningkatkan kewaspadaan kita akan peningkatan prevalensi Hepatitis di Riau. a Menurunkan Prevalensi Rate HBsAg Menurut badan Kesehatan Dunia WHO berdasarkan prevalensi HBsAg, endemisitas hepatitis suatu wilayahNegara dapat dikategorikan Rendah 2, Sedang rendah 2-4, Sedang tinggi 5-7, dan Tinggi 8. Program Hepatitis merupakan program terbaru untuk Provinsi Riau tahun 2016. Secara Provinsi,Kota Dumai pertama kali yang mengadakan Sosialisasi, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas bagi Petugas dalam Pengendalian Hepatitis. Kota Dumai memiliki 10 puskesmas dan petugas yang terdiri dari 5 orang yaitu dokter, perawat, bidan, analis laboratorium dan pemegang program puskesmas, sudah ikut dilatih. Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 75 Grafik 3.6 Prevalensi Rate HbsAg di Kota Dumai Dari grafik di atas terlihat bahwa Prevalensi kusta masih di bawah target WHO low endemic, tetapi harus diwaspadai bahwa belum semua kasus terjaring, mengingat hepatitis sering tidak disadari oleh masyarakat awam. Bagi pnderita hepatitis B, C dan D jarang ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati, sementara Hepatitis A dan E sering muncul sebagai kejadian luar biasa,ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik. Dalam pengendalian virus hepatitis, kementerian Kesehatan RI memiliki 5 aksi utama yaitu peningkatan kesadaran, kemitraan dan mobilasasi sumber daya, pengembangan surveilance Hepatitis untuk mendapatkan data sebagai dasar untuk penyusunan respons penanngulangan, memperkuat hukum dan peraturan, Upaya pencegahan secara komprehensif dan Deteksi dini, dan tindak lanjutnya yang mencakup akses perawatan, dukungan dan pengobatan. Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 | 76 b Jumlah Ibu Hamil per Puskesmas di Kota Dumai dengan HbsAg + Penemuan Penderita Ibu Hamil dengan HbsAg + per Puskesmas di Kota Dumai tahun 2016 seperti tergambar pada grafik di bawah ini : Tabel 3.31 Jumlah Ibu Hamil dengan HBsAg Per Puskesmas Kota Dumai di Provinsi Riau No Nama Puskesmas Jumlah Ibu hamil HBsAg + 1 Dumai Kota 96 3 2 Dumai barat 68 4 3 Bumi Ayu 47 4 Bukit Kapur 81 2 5 Bukit Kayu Kapur 60 1 6 Bukit Timah 55 1 7 Jayamukti 28 8 Purnama 84 3 9 Sungai Sembilan 41 5 10 Medang Kampai 25 1 11 RSUD 321 7 Total 906 27 Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa HbsAg + pada ibu hamil masih dikategorikan rendah dibawah 2. Dikarenakan kegiatan untuk peningkatan kapasitas bagi petugas puskesmas telah dilakukan,tetapi untuk pegiriman specimen ke BBLK Jakarta tidak dapat dilakukan berhubung efisiensi anggaran APBN 2016. Kegitan ini akan dilanjutkan untuk anggaran 2017. Analisis Kegagalan : - Penemuan kasus pada kelompok berisiko tinggi tidak berjalan maksimal. - Minimnya pengetahuan petugas daerah untuk mendukung kegiatan Hepatitis. - Kurangnya mobilisasi sumber dana untuk kegitan penemuan kasus Hepatitis. - Kurangnya akses masyarakat terhadap perawatan, dukungan dan pengobatan.