Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
76
b Jumlah Ibu Hamil per Puskesmas di Kota Dumai dengan HbsAg +
Penemuan Penderita Ibu Hamil dengan HbsAg + per Puskesmas di Kota Dumai tahun 2016 seperti tergambar pada grafik di bawah ini :
Tabel 3.31 Jumlah Ibu Hamil dengan HBsAg
Per Puskesmas Kota Dumai di Provinsi Riau
No Nama Puskesmas
Jumlah Ibu hamil
HBsAg +
1 Dumai Kota
96 3
2 Dumai barat
68 4
3 Bumi Ayu
47 4
Bukit Kapur 81
2 5
Bukit Kayu Kapur 60
1 6
Bukit Timah 55
1 7
Jayamukti 28
8 Purnama
84 3
9 Sungai Sembilan
41 5
10 Medang Kampai 25
1 11 RSUD
321 7
Total 906
27
Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa HbsAg + pada ibu hamil masih dikategorikan rendah dibawah 2. Dikarenakan kegiatan untuk
peningkatan kapasitas bagi petugas puskesmas telah dilakukan,tetapi untuk pegiriman specimen ke BBLK Jakarta tidak dapat dilakukan berhubung
efisiensi anggaran APBN 2016. Kegitan ini akan dilanjutkan untuk anggaran 2017.
Analisis Kegagalan :
- Penemuan kasus pada kelompok berisiko tinggi tidak berjalan maksimal.
- Minimnya pengetahuan petugas daerah untuk mendukung kegiatan
Hepatitis. -
Kurangnya mobilisasi sumber dana untuk kegitan penemuan kasus Hepatitis.
- Kurangnya akses masyarakat terhadap perawatan, dukungan dan
pengobatan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
77 -
Tidak ada ketersedian coldchain dibawah -20
o
C disetiap kabupaten, sehinggga harus dikirim ke Provinsi untuk penyimpanan spesimen agar
tidak rusak. -
Dikarenakan untuk pemeriksaan spesimen harus ke Jakarta, ketersediaan dana anggaran 2016 tidak ada.
Solusi Yang telah dilakukan:
- Telah dilakukannya peningkatan kapasitas bagi petugas kesehatan di
Kota Dumai.
Faktor Keberhasilan
- Adanya komitmen bersama untuk pengendalian peyakit Hepatitis.
- Adanya Partisipasi aktif dari petugas Kabupaten, penyedia layanan
kesehatan dan stakeholder khususnya Kota Dumai. -
Adanya dukungan dari petugas Kabupaten pemerintahan setempat khususnya Kota Dumai
Analisa Kegiatan yang menunjang keberhasilan
- Perlunya dukungan teknis dan pendanaan dari pemegang kebijakan
disemua stakeholder secara berjenjang. -
Penguatan peningkatan kinerja Program Pengendalian Penyakit Hepatitis dengan adanya melibatkan dana dari kabupaten untuk
Program Hepatitis. -
Dilakukan pencacatan dan Pelaporan Hepatitis disemua layanan tanpa terkecuali.
6. KabKota yang mencapai Eradikasi Frambusia
Analisis akuntabilitas kinerja P2 Frambusia dinilai sangat rendah walaupun kasus Frambusia tidak ada dilaporkan pada tahun 2016, tetapi
kegiatan penemuan kasus tetap dilakukan dan dilaporkan secara zero reporting. Namun oleh karena pelaporan secara zero reporting tidak dapat
diandalkan maka penting dilakukan kegiatan sero survey frambusia di daerah yang pernah terinfeksi atau dicurigai sebagai kantong frambusia,
dengan menggunakan rapid test dan pengobatan langsung di tempat.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
78 Faktor yang menyebabkan kegiatan P2 Frambusia di Provinsi Riau tidak
berjalan semestinya adalah karena tidak tersedianya alokasi khusus untuk kegiatan penemuan penderita padahal hal itu yang menjadi dasar kegiatan
di P2-Frambusia. Ketidaktersediaan dana merupakan kendala dan permasalahan yang
sangat krusial bagi P2-Frambusia dalam menjalankan kegiatannya. Berjalannya kegiatan ini karena adanya kerja sama yang baik dengan
program P2-Kusta. Akan tetapi tidak selamanya hal ini bisa dibiarkan terus- menerus karena pada akhirnya akan mengakibatkan kemunduran kinerja
dari program P2-Frambusia sendiri atau lebih jauh akan mengakibatkan kemunduran dari kinerja P2-Kusta sendiri karena fokusnya menjadi
bertambah atau bergeser dikarenakan harus selalu mem-back up kegiatan P2-Frambusia.
Langkah-langkah antispasi yang mungkin bisa dilakukan adalah : -
Mengintegrasikan kegiatan P2-Frambusia dengan program lain selain P2-Kusta
- Melakukan pengusulan dana di tahun berikutnya untuk kegiatan
Frambusia di Provinsi Riau karena secara nyata penyakit ini masih terdapat di masyarakat
7. KabKota yang mencapai Eliminasi Kusta
Capaian program Kusta di Provinsi Riau berdasarkan indikator
Penemuan penderita Kusta baru NCDR dinilai baikberhasil karena
terealisasi dengan baik dan berada di bawah target nasional. Penemuan kasus baru telah mulai berjalan secara aktif di beberapa
kabupaten kota, ini menunjukkan program telah berjalan lebih baik, walaupun angka tersebut justru meningkatkan kewaspadaan kita akan
peningkatan prevalensi Kusta di Riau. Akan tetapi angka ini tidak merata karena dibeberapa daerah justru prevalensinya diatas target nasional seperti
pada Grafik dibawah ini :
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
79
a Menurunkan Prevalensi Rate 110.000 penduduk
Secara Provinsi angka ini telah tercapai sejak tahun 2000 dan Provinsi Riau dianggap daerah Low Endemik, dan pada tahun 2016 sudah semua
Kabupaten mencapai status Low Endemic prevalensi 110.000 penduduk. Hal ini disebabkan sudah banyak penderita lama yang selesai pengobatan
Release From Treatment = RFT meskipun penemuan penderita baru meningkat.
Grafik 3.7 Prevalensi Kusta Per KabKota
Di Provinsi Riau Tahun 2016
Dari grafik di atas terlihat bahwa Prevalensi kusta masih di bawah batas target nasional low endemic, tetapi harus diwaspadai bahwa belum semua
kasus terjaring, mengingat kusta sering tumbuh tanpa disadari. Orang yang menderita penyakit kusta tidak akan berobat ke sarana pelayanan kesehatan
bila masih dalam keadaan normal dan mampu beraktifitas. Fakta yang ada, bila kondisi mereka sudah berlanjut, akan menarik diri dari masyarakat, untuk
itu penting sekali dilakukan penemuan aktif penderita kusta. Jika tenaga kesehatan tidak melakukan survey, atau penderita tidak
datang ke pelayanan kesehatan karena timbulnya rekasi kusta, maka kasus di masyarakat hampir tidak muncul dipermukaan.
0,16 0,15
0,03 0,27
0,28 0,14
0,89
0,15 0,67
0,10 1,00
0,11 -
0,20 0,40
0,60 0,80
1,00 1,20
Prevalensi rate