Menurunnya persentase prevalensi HIV Tabel 3.37
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
95 a. Sumber daya manusia yang sudah dilatih Layanan Komprehensif
Berkesinambungan LKB belum melaksanakan membuka layanan IMS.
b. KurangTidak adanya komitmen dukungan dari stake holder di kabupaten kota yang bersangkutan untuk mengaktifkan Fasyankes
untuk melakukan kegiatan LKB. c. Dukungan dana dari kabupaten untuk membuat layanan IMS di
Fasyankes belum ada.
Grafik 3.14 Persentase Orang Yang Mendapat Tes HIV Dan Mengetahui Hasilnya
Di Provinsi Riau Tahun 2015 Dan 2016
Sumber data: Laporan SIHA Kabupaten yang mengirim laporan Konseling Testing hanya dari 9
kabupaten yaitu kota Pekanbaru, Dumai, Bengkalis, Rohil, Inhil, Pelalawan, Rohul, Meranti dan Siak. Capaian indikator ini pada tahun 2016 sudah baik
yaitu sebesar 99,3. Jika kita lihat dari grafik di atas maka yang masih ada kabupaten yang belum mengirimkan adalah kabupaten Kampar, kuansing
dan Inhu. Untuk kabupaten kota yang telah mengirimkan laporan berarti telah
melakukan konseling yang diberikan oleh konselorprovider dengan baik.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
96 Kegiatan konseling dan tes ini wajib dilakukan secara lengkap pada setiap
orang yang mengakses layanan HIV, karena melalui kegiatan konseling pasca tes konselorprovider akan menjelaskan tentang hasil tes HIV
seseorang, sehingga bila HIV negatif status tersebut bisa dipertahankan, namun bila seseorang HIV positif maka melalui konseling pasca tes
diharapkan terjadi perubahan perilaku hidup sehat, tidak menularkan dan ODHA akan dibantu mengakses layanan perawatan, pengobatan serta
kelompok dukungan yang dibutuhkan. Yang masih menjadi masalah adalah jumlah Fasyankes yang belum
mampu melakukan layanan konseling dan tes HIV disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
a. Sumber Daya Manusia yang sudah dilatih tidak melakukan layanan konseling testing dengan maksimal.
b. Petugas yang dilatih tidak mau melakukan kegiatan tersebut. c. Pembinaan yang dilakukan oleh kabupaten dan provinsi tidak ditindak
lanjuti oleh fasyankes RSUD kabupaten dan Puskesmas. d. KurangTidak adanya komitmen dukungan dari stake holder di
kabupaten kota yang bersangkutan untuk mengaktifkan Fasyankes untuk melakukan kegiatan konseling testing.
e. Terbatasnya dukungan
dana APBD
ProvinsiKabKota untuk
pengembangan layanan konseling dan tes HIV, menyiapkan logistik dan biaya operasionalnya.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
97
Grafik 3.15 Persentase ODHA Yang Mendapat ARV
Di Provinsi Riau Tahun 2015 Dan 2016
Sumber data: Laporan SIHA Capaian indikator ODHA yang mendapat pengobatan ARV pada tahun
2016 ini sudah cukup baik yaitu sebesar 89,4 walaupun belum mencapai 100, dari target yang ditetapkan sebanyak 89. Beberapa hal yang masih
menjadi kendala adalah masih ada kabupaten yang belum melakukan layanan HIV AIDS layanan Konseling testing dan Dukungan Pengobatan di
RSUD kabupaten dan Puskesmasnya. Adapun permasalahan yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
a. Orang yang hasil test HIVnya reaktif sulit mengakses pengobatan ARV. Begitu juga dengan ODHA diwilayah hot spot tertentu biasanya juga sulit
mengakses layanan PDPCST. b. Konseling pasca test belum dilakukan dengan baik untuk keberlanjutan
layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi orang yang telah terdiagnosa HIV+ tersebut.
c. Jumlah petugas pendampingan oleh kader dan LSM bagi ODHA tidak seimbang dengan luas wilayah kerja yang menjadi tanggung jawabnya,
dan juga tidak seimbang dengan jumlah ODHA yang akan menjadi dampingannya.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
98
Tabel 3.38 Data Sasaran Bumil Risti di Test HIV, Bumil HIV+ dan Bumil on ARV
Di Provinsi Riau Tahun 2015 dan 2016
No KabKota
Bumil 2015 Bumil 2016
Target Antenatal
98 yg di test HIV
Capaian Bumil di
test HIV
Target Bumil
HIV+ 0,25
target antenat
al Capai
an Bumil
HIV+ Bumil
on ART
Bumil HIV+
meneri ma
ARV Target
Antenat al 98
yg di test HIV
Capai an
Bumil di test
HIV Target
Bumil HIV+
0,25tar get
antenatal Capai
an Bumil
HIV+ Bu
mil on
ART Bumil
HIV+ meneri
ma ARV
1 Kampar
18.034 45
21.189 53
2 Inhu
10.379 26
10.358 26
3 Bengkalis
12.546 941
31 4
3 75
14.012 2.116
35 2
4 Inhil
16.009 533
40 4
4 100
15.656 701
39 2
2 100
5 Pelalawan
8.827 22
11.951 182
30 2
1 50
6 Rohul
14.098 35
17.601 44
7 Rohil
17.931 141
45 2
2 100
18.089 322
45 8
Siak 10.312
1 26
2 2
100 10.341
10 26
9 Kuansing
6.718 17
7.029 18
10 Meranti
4.610 12
3.794 9
1 1
11 PKU
24.567 1.856
61 20
20 100
24.734 1.390
62 11
11 100
12 Dumai
8.876 2.219
22 2
2 100
7.690 1.775
19 1
1 100
Jumlah 152.907
5.691 382
34 33
97 162.444
6.496 406
19 16
84
Rujukan data : BPS, Pusdatin, Laporan SIHA
Capaian indikator ibu hamil HIV positif menerima ARV dapat dijelaskan melalui tabel di atas.
Mengacu kepada surat edaran menteri kesehatan RI SE.MENTERI KESEHATAN NO.GKMENKES001I2013 yang menyatakan bahwa:
1 Melaksanakan pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak PPIA untuk diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak
KIA, Keluarga Berencana KB dan konseling remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan dapat
melibatkan peran swasta serta LSM. 2 PPIA dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari Program Nasional
Pengendalian HIV-AIDS dan IMS. 3 Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan remaja harus
mendapat informasi mengenai PPIA.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
99
4 Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes
HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau
menjelang persalinan.
5 Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara
inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
6 Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu berwenang memberikan pelayanan PPIA dapat dilakukan dengan cara :
7 Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai 8 Pelimpahan wewenang task shifting kepada tenaga kesehatan lain
yang terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan task shifting petugas dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat.
9 Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut PDP.
10 Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik obat dan pemeriksaan tes HIV berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes.
11 Pelaksanaan persalinan baik secara pervaginam atau Per abdominam harus memperhatikan indikasi obstetrik Ibu dan bayinya serta harus
menerapkan kewaspadaan standar. 12 Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi
adalah pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, untuk itu maka Ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak
perawatan antenatal pertama sesuai pedoman. Namun apabila ibu memilih lain Susu Formula maka, Ibu , pasangannya dan keluarga
perlu mendapat konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis
Provinsi Riau
adalah termasuk
wilayah yang
prevalensinya terkonsentrasi, oleh karena itu sesuai dengan surat edaran menkes tersebut
maka untuk target bumil yang di test HIV adalah sebanyak seluruh bumil yang datang ke ANC pada kunjungan pertama K1 yg diperkirakan 98 dari
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
100 estimasi bumil yang ada di provinsi Riau yaitu sebesar 162.444 orang,
capaian bumil yang ditest HIV 6.496 orang baru 4 tercapai dari target. Target bumil HIV+ adalah sebesar 406 orang, sedangkan capaian bumil
HIV+ adalah sebanyak 19 orang 4,7, sedangkan bumil HIV+ yang meminum ARV adalah sebanyak 16 orang 84.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa indikator bumil yang minum ARV realisasinya adalah sebesar 84, capaian kinerja jika dibandingkan
dengan target adalah sebesar 87,5 termasuk dalam kategori capaian baik. Namun untuk realisasi bumil yang di test HIV masih sangat jauh dari yang
diharapkan, begitu juga dengan realisasi bumil HIV+ yang ditemukan, kita harus melakukan terobosan – terobosan yang benar agar dapat mengungkit
fenomena gunung es HIV – AIDS, karena kita mempunyai data – data yang sangat mendukung untuk penularan HIV kepada ibupasanganistri dapat
dilihat pada grafik di atas. Persentase Kasus AIDS Menurut Kelompok Risiko, dan pada grafik persentase Kasus AIDS menurut Jenis Kelamin
dapat dilihat bahwa pada laki-laki terdapat 71 dan perempuan sebanyak 29.
Grafik 3.16 Persentase Kasus AIDS menurut Jenis Kelamin
Di Provinsi Riau Tahun 1997 - 2016
Sumber data: Laporan bulanan kabupaten kota
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
101 Provinsi Riau mempunyai data kasus AIDS pada kelompok resiko
heteroseksual sebanyak 76,63 dan data laki-laki kasus AIDS sebanyak 71. Dimana pada kelompok laki – laki yang 71 tersebut mereka
mempunyai pasangan tetapistri yang tidak mengetahui mereka telah terinfeksi HIV sampai akhirnya selama 2 – 5 tahun laki – laki tersebut menjadi
AIDS dan selama itu pula mereka menulakan HIV kepada pasangan tetapistrinya, sehingga kita juga dapat melihat data penularan HIV dari ibu
ke anak pada grafik.4. di atas adalah sebanyak 4,76. Dan kita dapat melihat data pada grafik dibawah ini sebagai berikut:
Grafik 3.17 Jumlah Kasus HIV dan AIDS Menurut Kelompok Umur
Di Provinsi Riau Tahun 1997 - 2016
Dari grafik diatas, Jika kita lihat pada kelompok umur 0-4 tahun terdapat kasus HIV sebanyak 93 orang dan AIDS sebanyak 45 orang, kelompok umur
5-9 tahun terdapat kasus HIV sebanyak 35 orang dan AIDS sebanyak 18 orang, yang semua kasus tersebut adalah tertular HIV dari ibu hamil HIV+
kepada anaknya. Dan sebaran data HIV dan AIDS pada grafik di atas terbesar adalah pada kelompok usia produktif, dimana data ini juga dapat
menggambarkan besarnya penularan HIV pada kelompok usia muda, mulai dari usia sekolah sampai kepada ke pasangan usia subur.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
102
Tabel 3.39 Hasil Sero Survey Tahun 2016
No KabKota Lokasi
Survey Kelompok
Risti Jumlah
Sampel
Diperiksa Jumlah
Sampel
Positif Jumlah
sampel positif
HIV Sifilis
1 Siak Rutan Siak Warga Binaan
Pemasyarakat an
Narapidana 194
5 2,6
KM 17 Perawang
WPS Langsung
34 1
2,9
2 Rohul Rutan
Rohul Warga Binaan
Pemasyarakat an
Narapidana 301
3 1,0
Ujung Batu WPS Langsung
54 1
1,9 2
3,7
Total 583
1 0,2
11 1,9
Sumber data: Hasil Sero Survey Tahun 2016 Sebelum kita membahas indikator sebagai berikut: “menurunnya
persentase prevalensi HIV 0,5”, untuk menggambarkan prevalensi HIV di Provinsi Riau kita harus melakukan sero survey di seluruh kabupaten
kota. Namun yang terjadi adalah sero survey hanya dilakukan di 2 kabupaten kota yaitu kabupaten Siak dan Rohul dimana prevalensi yang
ditemukan sebesar 0,2, yang tentunya tidak menggambarkan prevalensi HIV di provinsi Riau yang sesungguhnya.
Sero surveilans HIV memiliki kekurangan yaitu, hanya mampu memberikan gambaran peningkatan prevalen HIV yang mengindikasikan
kegagalan program tetapi tidak menjawab mengapa prevalen meningkat dan mengapa program gagal, demikian pula sebaliknya tren prevalensi yang
menetap atau menurun dapat berarti penurunan kasus infeksi baru, tetapi dapat pula peningkatan jumlah kematian. Karena seseorang dapat hidup
bertahun-tahun dengan HIV sampai suatu saat terdeteksi, maka angka prevalensi HIV menggambarkan campuran infeksi baru dan lama, sehingga
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
103 angka prevalensi HIV kurang dapat menggambarkan perubahan terkini dari
angka infeksi baru. Untuk lebih menggambarkanmenggali permasalahan di Provinsi Riau
kita harus melakukan sistem surveilans HIV generasi kedua yang memiliki kelebihan, antara lain :
a. Pemahaman yang lebih baik tentang kecenderungan menurut waktu b. Pemahaman yang lebih baik terhadap perilaku yang mendorong epidemi
dalam suatu wilayah. c. Surveilayang ns lebih difokuskan pada sub-populasi risiko tertular.
d. Surveilans yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan keadaan epidemi.
e. Pemanfaatan data yang lebih baik guna meningkatkan pemahaman dan merencanakan pencegahan dan pelayanan.
Beberapa indikator utama yang digunakan dalam sistem surveilans HIV generasi kedua, yaitu:
1 Indikator biologis:
a. Prevalensi HIV b. Prevalensi dan insidensi IMS
c. Prevalensi TB d. Jumlah kasus AIDS dewasa dan anak
2 Indikator perilaku:
a. Seks dengan pasangan yang non reguler pada 12 bulan terakhir. b. Penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir dengan
pasangan yang non reguler. c. Usia waktu pertama kali melakukan hubungan seks.
d. Penggunaan alat suntik yang tidak aman yang dilaporkan oleh penasun.
e. Jumlah pelanggan penjaja seks pada minggu terakhir.
3 Indikator sosiodemografik:
a. Usia b. Jenis kelamin
c. Status sosio ekonomik dan pendidikan
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
104 d. Paritas
e. Status perkawinan Pemilihan sistem surveilans yang cocok, disesuaikan dengan klasifikasi
tingkat epidemi HIV yang saat ini digunakan, yaitu wilayah dengan tingkat epidemi rendah low, terkonsentrasi concentrated dan meluas
generalized. Epidemi dapat berubah dari suatu klasifikasi ke klasiifikasi lain dari waktu ke waktu. Menurut data nasional maka provinsi Riau saat ini
termasuk pada tingkat epidemi terkonsentrasi concentarted level, oleh sebab itu seharusnya di provinsi Riau dilakukan sero survey kedua sesuai
dengan tingkat epidemi. Pada saat ini kita belum bisa menarik kesimpulan prevalensi HIV di
provinsi Riau sudah sangat baik, karena kita tidak melakukan surveilans yang sebenarnya sebagaimana yang ditetapkan menurut pedoman program.
Analisis a Keberhasilan Program
i. Layanan Infeksi Menular Seksual IMS,Konseling Testing KT,
Perawatan Dukungan
dan Pengobatan
PDP, Layanan
Komprehensif Berkesinambungan LKB, dari capaian di layanan sudah menunjukan capaian hasil pada kategori yang baik. Namun
layanan - layanan tersebut belum tersebar merata di seluruh kabupaten kota.
ii. Kota Pekanbaru dan Dumai sudah mempunyai layanan konseling testing, diseluruh puskesmasnya. Sedangkan kabupaten Rohil, Inhil,
Bengkalis, Pelalawan baru sebagian puskesmas saja dan layanannya sudah aktif.
b Kegagalanpermasalahan Program
i. Kabupaten yang hanya mempunyai layanan konseling testing di
RSUD saja adalah Inhu, Rohul, Meranti, Siak, Kampar, kuansing, dan layanan ini sudah aktif namun tidak maksimal melakukan
layanan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
105 ii. Layanan LKB yang dudah dilatih untuk petugas puskesmas di
kabupaten Siak, Rohul, dan Kuansing sampai saat ini masih belum aktif melakukan layanan HIV AIDS.
iii. Untuk capaian bumil yang di test HIV jika dilihat dari target ANC pada kunjungan pertama K1 yg diperkirakan 98 dari estimasi bumil
yang ada di provinsi Riau yaitu sebesar 162.444 orang, capaian bumil yang ditest HIV 6.496 orang baru 4 tercapai dari target.
Target bumil HIV+ adalah sebesar 406 orang, sedangkan capaian bumil HIV+ adalah sebanyak 19 orang 4,7, dan bumil HIV+ yang
meminum ARV tersebut adalah sebanyak 16 orang 84. Capaian angka 84 ini hanya melihat capaian target dilayanan Perawatan
Dukungan dan Pengobatan PDP yang sudah baik, namun jika kita membahas dengan mengkoordinasikan program HIV - AIDS IMS
dengan program Kesga maka capaian bumil yang di test HIV dan capaian bumil yang HIV + masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini
disebabkan karena : ••••
Layanan konseling test HIV belum ada diseluruh puskesmas di provinsi Riau.
•••• Bidan yang ada di puskesmas belum semuanya mengertibelum
dilatih mengenai konseling dan test HIV. iii. Untuk melihat prevalensi HIV yang sesungguhnya kita harus
melakukan kegiatan “pemodelan matematika” yang membutuhkan pendanaan yang sangat besar dan dengan tim surveyor yang
melibatkan para ahli. Dan untuk menunjang data yang akan dimasukkan pada survey pemodelan matematika maka kita harus
melakukan layanan yang sudah rutin dan aktif diseluruh puskesmas provinsi Riau serta melakukan surveilans sentinel secara rutin pula
di seluruh kabupaten kota guna untuk untuk melihat kuantitas berapa jumlah persentasi yang sakit bukan siapa yang sakit tapi melihat
besarnya masalah.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016 |
106
c Kegiatan yang menunjang
i. Komitmen dari stake holder di provinsi dan dibeberapa kabupaten
kota untuk mendukung pengendalian HIV AIDS melalui lintas sektor sudah semakin baik.
ii. Anggaran yang dikucurkan melalui APBD provinsi dan APBD dibeberapa kabupaten kota sudah lumayan baik untuk membantu
kegiatan di lapangan. iii. Kerjasama dan koordinasi pengendalian HIV AIDS dengan Lintas
sektor sudah semakin baik, walaupun belum maksimal seperti yang diharapkan.