commit to user
17
3. Komponen tutur
Komponen tutur
adalah butir-butir
penentu bentuk
linguistik Poedjosoedarmo, 1978: 1. Pengertian lain menyebutkan bahwa komponen tutur
adalah komponen-komponen yang berpengaruh terhadap terjelmanya bentuk tutur Edi Subroto, 1992: 20. Komponen tutur tidak lain adalah butir yang dapat
menetukan bentuk ujaran seorang penutur. Teori komponen tutur yang dikemukakan Poedjosoedarmo merupakan penjabaran kembali apa yang telah dikemukakan oleh
Hymes dengan penyesuaian di sana-sini sesuai dengan penilaian yang dilakukannya. Ahli ini hanya menyebut adanya delapan komponen tutur, sedangkan Poedjosoedarmo
menyebutkan ada 13 komponen tutur yang merupakan faktor-faktor penentu bentuk kebahasaan. Pada saat seseorang hendak berbicara, pertama kali terbentuklah suatu
pesan itu lalu dilontarkan menjadi ujaran yang kemudian didengar oleh lawannya. Terjadinya pelontaran ujaran atau pengkodean itu dipengaruhi oleh banyak hal.
Akibatnya wujud penjabaran pesan itu dalam bentuk kebahasaanya menjadi bermacam-macam bergantung kepada macam atau kualitas butir-butir yang
mempengaruhinya. Hal ini disebabkan butir-butir itu adalah sebagai penentu bentuk kebahasaan, yaitu ujaran yang dilontarkan oleh seorang penutur.
Kejelasan tentang komponen tutur sangat diperlukan dalam analisis kebahasaan. Dengan melihat komponen tutur secara teliti, maka akan diketahui bahwa
ternyata kemampuan seseorang tidak hanya semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang sifatnya linguistik, tetapi juga oleh pemilihan yang sesuai dengan fungsi dan
situasinya. Pembenahan komponen tutur ini berguna pula untuk mencari kejelasan
tentang berbagai variasi bahasa, ragam bahasa, dan pemakaian bahasa di dalam
commit to user
18
masyarakat dwibahasa. Dalam analisis tindak tutur atau bahkan untuk memahami makna sesuatu kalimat pun kita perlu memperhitungkan pengaruh-pengaruh
komponen tutur ini diperlukan dalam analisis kebahasaan. Dalam memberikan ikwal peristiwa tutur, Hymes dalam Subroto,1992: 20
mengidentifikasikan 16 komponen tutur sebagai berikut. 1.
Setting
, yaitu situasi pemakaian bahasa yang teramati seperti waktu, tempat, dan lingkungan fisik yang ada.
2.
Scene
, yaitu penafsiran terhadap situasi sebagai situasi. 3.
Pembicara atau orang pertama 01. 4.
Pendengar atau orang kedua 02. 5.
Orang ketiga atau yang dibicarakan. 6.
Sumber, yaitu sumber budaya yang mewarnai ujaran atau tuturan seseorang. Bila seseorang bertutur maka akan tampak pula warna budayanya.
7. Fungsi dari peristiwa tutur, misalnya tuturan untuk upacara ritual atau rapat-
rapat. 8.
Tujuan yang hendak dicapai oleh peserta tutur. 9.
Bentuk tutur 10.
Isi atau pokok pembicara. Jika isi adalah mengenai topik atau pokok pembicaraan, maka bentuk adalah wujud bahasa di mana isi itu diwujudkan.
11. Warna tutur, yaitu apakah suatu tuturan berwarna sinisme atau sarkasme.
12. Variasi bahasa
13. Saluran, yaitu apakah berwujud bahasa lisan atau tulisan surat, atau telegram,
nyayian atau perbincangan. 14.
Norma interaksi, yaitu norma-norma yang harus dipatuhi untuk berinteraksi. 15.
Norma untuk membuat penafsiran tuturan.
commit to user
19
16. Genre, yaitu apakah berwujud puisi, atau khotbah, atau dialog dalam
persidangan pengadilan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan komponen tutur sebagai landasan
untuk menganalisis tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo.
4. Konteks Situasi Tutur