Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup baik secara individu maupun kelompok. Dalam bekerjasama dan berinteraksi antara individu yang satu dengan individu yang lain diperlukan bahasa. Dengan demikian, bahasa merupakan alat yang amat penting dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak mungkin hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dia berkomunikasi untuk menyatakan pendapatnya, mengungkapkan kepentingannya dan mempengaruhi orang lain. Bahasa digunakan untuk mencapai berbagai tujuan. Seorang penutur memakai bahasa untuk menyanpaikan sesuatu yang dia ketahui atau yang dia pikir dia ketahui kepada mitra tutur. Dengan bahasa dia dapat mengekspresikan perasaannya, menanyakan sesuatu, memohon, memprotes, mengkritik, meminta maaf, berjanji, mengucapkan terima kasih, menyampaikan salam dan sebagainya. Dia dapat menggunakan berbagai bentuk kalimat. Jika dia ingin menyatakan sesuatu, dia akan menggunakan kalimat deklaratif. Jika dia ingin menanyakan sesuatu, dia akan menggunakan kalimat interogatif. Jika dia ingin mitra tutur melakukan sesuatu, dia akan menggunakan kalimat imperatif. Namun demikian, sebuah tuturan tertentu memiliki berbagai fungsi yang kadang-kadang menyimpang dari bentuknya. Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, jika seseorang mengetahui tetangganya lewat, dia akan menuturkan sebuah tuturan ‘lao tudia hamu amang?’ ‘akan pergi ke mana pak?’. Berdasarkan bentuknya, kalimat tersebut adalah kalimat interogatif. Seorang penutur akan commit to user 2 menuturkan tuturan di atas tidak semata-mata karena dia ingin mengetahui ke mana tetangganya akan pergi. Penutur lebih menekankan pada dimensi keakraban di antara mereka daripada jawaban atas pertanyaan itu. Selain itu, seorang penutur tidak memakai kalimat perintah dalam memerintahkan mitra tutur untuk melakukan sesuatu yang penutur inginkan. Tuturan ‘Panas sekali ruangan ini’, misalnya, tidak berfungsi untuk memberitahukan kepada mitra tutur tentang keadaan ruangan itu. Dengan kalimat deklaratif itu penutur secara tidak langsung menginginkan mitra tuturnya untuk melakukan suatu perbuatan misalnya, membuka jendela, menghidupkan kipas angin, menghidupkan AC, atau penutur merasa tidak betah berada di ruangan itu dan mitra pindah ke ruangan yang lain. Jika keinginannya itu diungkapkan secara langsung sesuai dengan yang dia maksudkan, kalimat yang dia hasilkan akan berbunyi: ‘Buka jendela itu,’ atau ‘Hidupkan kipas angin’, atau ‘Hidupkan AC’, atau ‘Mari kita pindah ke ruang yang lain’. Situasi tutur yang sedang berlangsung juga menentukan pemakaian bahasa. Ketika sekelompok siswa sedang berdiskusi, misalnya, mereka cenderung memakai ragam baku. Ketika mereka bercakap-cakap di perpustakaan atau kantin, mereka cenderung menggunakan ragam akrab. Pendeta di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP lebih cenderung menggunakan ragam baku pada saat menyampaikan khotbah bahasa Batak Toba. Ketika dia berbincang-bincang dengan jemaatnya, pendeta tersebut akan mengunakan ragam akrab dengan tetap mempertimbangkan tata krama dan kesopanan yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba. commit to user 3 Menurut Suwito 1986: 2, dari sudut pandang linguistik, bahasa secara empiris dapat dikaji dalam kedudukannya dan hubungannya dengan pemakainya di dalam masyarakat. Dengan demikian, bahasa tidak hanya dikaji dari dalam bahasa itu sendiri secara linguis tetapi juga harus dikaji dari luar linguistik. Dengan kata lain, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik saja tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, yaitu faktor-faktor sosial Suwito,1985: 3. Faktor-faktor situasional juga berpengaruh, yaitu siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa. Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penelitian pragmatik yang sudah dilakukan. Diantaranya adalah penelitian Purwani 1992, Mujiono 1996, Gunarwan 1996, Abdul Syukur Ibrahim 1996, Delli Nirmala 1998, Sri Haryanti 2001 dan Edi Subroto 2001. Objek kajian dari masing-masing dari penelitian tersebut berbeda satu sama lain dan demikian pula dengan jenis kelamin, usia dan ranah percakapan serta bahasa yang dilibatkan. Tidak satupun dari ketujuh penelitian itu yang mengkaji tindak tutur yang terjadi pada ranah khotbah di gereja dan juga tidak ada di antaranya yang meneliti tindak tutur bahasa Batak Toba. Di samping itu, masing-masing dari penelitian tersebut lebih terfokus pada tindak tutur dan implikatur percapakan tertentu. Fenomena penggunaan bahasa dan adanya celah penelitian yang dijelaskan di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah tuturan pendeta di Gereja HKBP Solo dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pragmatik. commit to user 4

B. Rumusan Masalah