commit to user
143
Pembahasan
Dalam subbab ini akan dibahas hasil-hasil penelitian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Dalam penelitian ini mencakup temuan yang berkaitan dengan
penerapan tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo seperti: jenis-jenis tindak tutur dalam khotbah bahasa
Batak Toba, karakteristik pemakaian tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba, Jenis tindak tutur apa yang menjadi dominan dalam khotbah bahasa Batak Toba,
Mengapa tindak tutur tertentu lebih dominan dibandingkan dengan tindak tutur lainnya dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo.
A. Penerapan Tindak Tutur
Dalam mengklasifikasikan tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo menggunakan klasifikasi tindak
tutur yang dikemukakan oleh Kreidler 1998: 183-184 mengemukakan tujuh bentuk tindak tutur, yaitu Fatis
phatic
, performatif
performative
, komisif
commissive
, ekspresif
expressive
, verdiktif
verdictive
, asertif
assertive
dan direktif
directive
. Peneliti tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo
melakukan hal ini karena menurut peneliti klasifikasi tersebut lebih mencakup yang lebih luas jika dibandingkan dengan klasifikasi Searle. Dengan demikian, tindak tutur
dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo diklasifikasikan ke dalam Fatis
phatic
, performatif
performative
, komisif
commissive
, ekspresif
expressive
, verdiktif
verdictive
, asertif
assertive
dan direktif
directive
. Penelitian tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria
Kristen Batak Protestan HKBP Solo pada masing-masing tindak tutur berdasarkan
commit to user
144
daya pragmatiknya terdapat beberapa subtindak tutur yang jumlahnya bervariasi. Secara berturut-turut dari jumlah yang paling sedikit ke yang paling banyak adalah
tindak tutur fatis hanya terdiri atas 3 subtindak tutur, tindak tutur performatif terdiri atas 3 subtindak tutur, tindak tutur komisif terdiri atas 6 subtindak tutur, tindak tutur
ekspresif terdiri atas 7 subtindak tutur, tindak tutur verdiktif terdiri atas 10 subtindak tutur, tindak tutur asertif terdiri atas 15 subtindak tutur dan tindak tutur direktif terdiri
atas 17 subtindak tutur. Berkaitan dengan tindak tutur fatis yang hanya memiliki 3 subtindak tutur
yaitu; memberi hormat, mengucapkan salam, dan menyapa. Tindak tutur fatis muncul dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP
Solo karena juru khotbah menggunakan tindak tutur tersebut untuk mengawali khotbahnya dengan tujuan untuk menciptakan hubungan yang lebih akrab antara
penutur juru khotbah dengan mitra tutur jemaat. Tuturan-tuturan fatis ini termasuk ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara yang sopan seperti terimakasih,
sampai ketemu, sampai ketemu juga yang tidak berfungsi verdiktif atau ekspresif. Tindak tutur performatif yang jumlah subtindak tuturnya sama dengan tindak tutur
fatis. Hal ini wajar karena dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo tidak mungkin pendeta berkhotbah kepada jemaat yang tidak bermutu atau tidak
sesuai dengan apa yang telah tertulis di dalam Alkitab. Jumlah subtindak tutur komisif tidak begitu banyak, jumlah subtindak tutur
pada tindak tutur fatis dan tindak tutur performatif memang wajar karena penutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo tidak akan menyampaikan
tuturan yang pada akhirnya menyusahkan dirinya sendiri. Dalam hal ini, tindak tutur komisif penutur menyampaikan tuturan yang menyebabkan penutur sendiri
commit to user
145
melakukan kegiatan, yakni; ‘menawarkan’, ‘berjanji’, ‘bertanya’, ‘bersumpah’, ‘mengklaim’, dan ‘menyetujui’.
Berkaitan dengan tindak tutur ekspresif yang memiliki tujuh subtindak tutur adalah wajar. Dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo jarang
dijumpai tuturan yang berisi pengakuan atas sesuatu yang telah terjadi sebelumnya, misalnya, mengakui, meminta maaf, dan bersimpati.
Jumlah subtindak tutur pada tindak tutur verdiktif cukup banyak jumlah subtindak tutur pada tindak tutur ekspresif memang wajar karena tindak tutur verdiktif
adalah tindak tutur di mana penutur memberikan penilaian atas apa yang telah dikerjakan mitra tuturnya. Dalam hal ini, penutur berkedudukan sebagai pendeta yang
menyampaikan khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo banyak memberikan penilaian kepada jemaat ketika menyelenggarakan ibadah dengan tujuan
agar mitra tutur yang berkedudukan sebagai jemaat mengetahui dan tertarik mendengarkan firman Tuhan yang telah disampaikan oleh pendeta. Berkaitan dengan
tindak tutur asertif cukup banyak di bawah jumlah subtindak tutur pada tindak tutur direktif adalah wajar karena tindak tutur asertif adalah di mana penutur memakai
bahasa untuk menyatakan kebenaran dengan tujuan memberikan informasi. Dalam hal ini, penutur berstatus sebagai pendeta yang mempunyai tugas untuk menyampaikan
firman Tuhan kepada jemaat yang takut akan Tuhan. Penutur berusaha memberikan Firman Tuhan kepada mitra tutur yang berkedudukan sebagai jemaat yang ada di
Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Solo. Tindak tutur direktif memiliki jumlah subtindak tutur yang paling banyak. Hal
ini wajar karena tuturan yang disampaikan oleh para juru khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo agar jemaat melakukan perbuatan sesuai dengan keinginan
commit to user
146
Tuhan. Keinginan tersebut adalah jemaat yang takut akan Tuhan dan memilih Tuhan sebagai gembala sekarang sampai selama-lamanya. Maka jemaat akan menerima
berkat yang berlipat kali ganda dari Tuhan kalau jemaat melakukan apa yang diinginan Tuhan sesuai dengan perintah Tuhan.
B. Karakteristik dalam Khotbah Bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo
Tuturan dalam khotbah bahasa Batak Toba yang disampaikan pendeta kepada jemaat yang ada di Gereja HKBP Solo menjadi karakteristik pemakaian tindak tutur
bahasa Batak Toba. Karakteristik pemakaian tindak tutur di Gereja HKBP Solo terdapat satu macam yaitu; karakteristik pemakaian tindak tutur dalam khotbah bahasa
Batak Toba yang disampaikan pendeta kepada Jemaat. Pendeta menyampaikan khotbah bukan sebagai sarana menghibur jemaat yang ada di Gereja HKBP Solo,
tetapi khotbah itu sebagai sarana untuk mengajar iman Kristen. Mengajar iman Kristen adalah khotbah yang berisi sesuatu yang terpenting yang harus dipegang di
dalam iman dan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, iman Kristen adalah ajaran yang paling penting yang membentuk iman, karakter, dan kehidupan sehari-hari kita
sebagai umat Tuhan di dunia ini. Seorang pengkhotbah dituntut untuk tidak terlalu terpaku pada naskah
khotbah, Karena pengkhotbah adalah seseorang yang menyampaikan Firman kepada jemaat, secara otomatis pengkhotbah harus banyak berinteraksi dengan jemaat.
Khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo dilakukan kebaktian kedua jam 09.30 Wib karena penutur bertujuan untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya
kepada jemaat yang rindu akan bahasa Batak Toba. Di dalam memahami makna tuturan pendeta dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo harus
diperhatikan konteks tuturan yang dipakai oleh pendeta. Dengan demikian diperoleh
commit to user
147
hasil yang lebih baik dalam memahami makna tuturan di dalam setiap menyampaikan khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo. Biasanya pendeta mengucapkan
salam pembuka dan salam penutup pada khotbahnya dalam bahasa Batak Toba. Salam pembuka dipakai pendeta untuk mengawali khotbah bahasa Batak Toba misalnya
syalom atau selamat hari minggu saudara-saudari yang terkasih di dalam nama Tuhan. Salam penutup digunakan pendeta untuk mengakhiri khotbah bahasa Batak Toba
misalnya terima kasih Tuhan karena engkau sudah memberikan berkatmu selama ini kepada hambamu sekarang sampai selama-lamanya Tuhan.
Penelitian tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat
teoretis penelitian tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo ini diwujudkan dalam bentuk khasanah teori linguistik pragmatik, khususnya
teori pemakaian bahasa Batak Toba. Manfaat praktis dari temuan-temuan penelitian Purwani 1992, Mujiono 1996, Gunarwan 1996, Abdul Syukur Ibrahim 1996,
Deli Nirmala 1998, Sri Haryanti 2001 dan Edi Subroto 2001. Objek kajian dari masing-masing dari penelitian tersebut berbeda satu sama lain dan demikian pula
dengan jenis kelamin, usia dan ranah percakapan serta bahasa yang dilibatkan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai substansi dasar penelitian tentang tindak tutur
dalam khotbah bahasa Batak Toba di Gereja HKBP Solo. Temuan-temuan penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh peneliti selanjutnya dalam bidang linguistik
pragmatik. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat pula dimanfaatkan oleh peneliti untuk meningkatkan pengetahuan tentang tindak tutur dalam khotbah bahasa Batak
Toba di Gereja HKBP Solo.
commit to user
148
C. Jenis Tindak Tutur yang Dominan