Ke empat, untuk mengetahui apakah media pembelajaran bahasa Al Quran tersebut memiliki asas manfaat dan daya tarik terhadap peserta didik, hendaknya
tenaga pengajar mendesain evaluasi hasil belajar Al Quran dengan menggunakan media tersebut. Evaluasi dapat dilakukan dengan tes akhir kemampuan penguasaan
Al Quran siswa atau melalui angket yang disebar pada peserta didik. Hasil yang diperoleh bisa menjadi acuan untuk tetap digunakannya media pembelajaran
tersebut atau menggantinya dengan media pembelajaran yang lain.
5. Kemampuan Baca Tulis Al Quran
a. Kemampuan Membaca
Membaca merupakan sarana yang utama untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa, khususnya bagi pembelajaran bahasa Arab non Arab dan
tinggal di luar Negara-Negara Arab seperti para pembelajar di Indonesia. Membaca Al Quran bagi umat Islam Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
“mengaji”. Secara jelas diterangkan dalam ayat 195 surat Al-Syu‟ara bahwa Al- Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas. Bahasa atau dialek Arab yang
digunakan oleh mayoritas masyarakat Arab pada waktu itu. Selanjutnya selanjutnya pada ayat 198-199 dikemukakan bahwa Al Quran yang berbahasa
Arab diturunkan kepada masyarakat yang tidak berbahasa Arab, maka masyarakat tersebut tidak akan mungkin mengimaninya karena mereka tidak bisa menangkap
isi pesan yang terkandung di dalamnya. Asrori, 2004: 10.
Pada hakikatnya, membaca sebagaimana penjelasan Masna dan Raswan adalah “mengubah simbol tulisan Arab yang berbentuk konsonan dan vokal
menjadi dua simbol lain yaitu simbol bu nyi dan makna” 2015: 202. Membaca
adalah salah satu keterampilan berbahasa yang tidak mudah dan sederhana, tidak sekedar membunyikan huruf-huruf atau kata-kata akan tetapi sebuah keterampilan
yang melibatkan berbagai kerja akal dan fikiran. Abdul Hamid, dkk: 2008; 46.
Membaca menurut Qurais Shihab dalam Mukjizat Al-Quran 1998; 433 diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari kata inilah muncul beragam
makna seperti menyampaikan, menela‟ah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Dengan demikian,
membaca bukan hanya sekedar memindahkan aksara ke dalam bahasa lisan tapi lebih pada mengetahui esensi daan inti dari bacaan yang dimaksud oleh si
pengarang. Syariffudin 2008: 21 menambahkan bahwa perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan sebagainya dikait
kan dengan kalimat “bismi rabbika” dengan menyebut nama Tuhanmu. Hal ini memberi isyarat bahwa
membaca apapun disyaratkan harus ikhlas, disamping tuntunan memilih bacaaan yang tidak mengantar kepada hal-hal yang bertentangan dengan nama Allah.
Cara membaca al-Quran yang baik akan dapat dicapai dengan memahami tajwid. Kata tajwid berasal dari kata bahasa Arab jawwada yang artinya
memperbaiki, atau membuat jadi baik. Dalam pengertian teknis, ada dua pengertian di dalamnya, Pertama : Pengucapan yang benar dan benar dalam
mendaras. Kedua, Membaca dengan kecepatan sedang Ahmad: 1988: 202.
Dalam Ulumul Quran kita mengenal istilah “Qira‟at”. Gus Arifin
Suhendri mengatakan bahwa Qira‟at merupakan bacaan yang disandarkan kepada
salah seorang Imam dari Qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas: seperti Qira‟at Nafi, Qira‟at Ibn Katsier, Qira‟at Ya‟kub dan lain sebagainya 2010: 28
Dari segi jumlah, macam-macam Qira‟at dapat dibagi menjadi 3 tiga bacaan,
yang terkenal Arifin Suhendri, 2010: 36, yaitu: 1
Qira‟at Sab‟ah, adalah Qira‟at yang dinisbahkan kepada para Imam Qurra‟ yang tujuh yang termasyhur. Mereka a
dalah Nafi‟, Ibn Katsir, Abu Amru, Ibn Amir, Ashim, Hamzah
dan Kisa‟i. 2
Qira‟at Asyirah, adalah Qira‟at sab‟ah diatas ditambah dengan tiga qira‟at lagi, yang disandarkan kepada Abu Ja‟far, Ya‟kub dan Khalaf Al-Asyir.
3 Qira‟at Arba‟ Asyarah, adalah Qira‟at Asyarah lalu ditambah dengan
empat qira‟at lagi yang disandarkan kepada Ibn Muhaisin, Al-Yazidi Hasan Al Bashri dan Al
A‟masy. Di Negara kita,
Qira‟at termasyhur dan paling sering digunakan adalah Qira
‟at Ashim. Nama lengkapnya adalah Ashim bin Abu Al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu Al- Nujud adalah
nama panggilannya. Nama panggilan Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi‟in, beliau wafat pada tahun 127 H. Arifin Suhendri, 2010: 38.
Keterampilan membaca Al Quran menurut Supardi 2004: 99 diklasifikasi menjadi dua tahap yaitu tahap pemula dan tahap lanjut. Tahap pemula orientasi
pembelajaran membaca yakni membunyikan lambang-lambang hururf hijaiyah. Kalimah pendek dalam bahasa Arab hingga membaca ayat-ayat pendek Al Quran
dan belum sampai pada pemberian makna. Berbeda dengan membaca tahap lanjut berorientasi pada membaca pemahaman terhadap konteks yang dibaca.
Membaca Al Quran bernilai Ibadah, oleh karenanya sebagaimana ibadah maka terdapat Rukun yang harus dipenuhi dalam membaca al Quran sebagaimana
Ali Jumah 142 5H: 6 mengulas dalam kitabnya “Ahkamu At-Tilawah wa At-
Tajwid Al- Muyassarah” ada 3 rukun dalam membaca Al Quran yaitu:
a Sesuai dengan kaidah dan aturan dalam bahasa Arab. b Sesuai dengan tulisan yang terdapat dalam Mushaf Usmani.
c Ketersambungan sanad dengan Ulama Qurra yang masyhur.
Melalui penelitian ini, peneliti menggunakan siswa sebagi peserta dalam tahap pemula dalam kemahiran membaca Al Quran dengan mengikuti pedoman
sesuai dengan rukun dalam membaca Al Quran yaitu: kesesuaian dengan kaidah bahasa Arab dan menggunakan Mushaf Usmani.
b. Tujuan Kemampuan Membaca
Bahasa itu pada dasarnya oral atau lisan tampak jelas pada pilihan kata yang digunakan Al-Quran untuk mengacu pada bahasa. Asrori, 2004: 9 secara
umum, Selamet 2012; 58 berpendapat bahwa tujuan membaca adalah memahami teks bacaaan
ء ق لا ف dan benar dalam membaca. Selain itu, Tujuan pembelajaran membaca menurut Muhammad 1989: 196-197 sebagaimana
dikutip oleh Masna dan Raswan adalah sebagai berikut: 1
Mampu membedakan huruf. 2
Memahami secara benar simbol tulisan seperti tanda baca. 3
Memahami makna kata dalam kalimat. Tujuan dasar pada kemahiran membaca Al Quran adalah kesesuaian
bacaan Al Quran yang benar fasih agar terhindar dari kesalahan dalam membaca Al-Quran dalam istilah ilmu tajwid biasa disebut dengan
“Lahn”. Kesalahan tersebut menurut Nizham 2008: 14 dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1 Lahnu Jali atau kesalahan yang tampak, yaitu kesalahan dalam membca lafadz-lafadz Al Quran yang menyalahi kaidah bahasa Arab sehingga
mengakibatkan perubahan dalam makna. Kesalahan ini terjadi karena mengubah huruf, misalkan mengubah huruf
dal dengan dza. Atau
mengubah harakat. Misalkan yang seharusnya kasrah menjadi fathah. Para ulama sepakat bahwa hukum mengenai kesalahan ini adalah haram.
2 Lahnul khafi, yaitu kesalahan dalam membaca Al Quram yang menyalahi kaidah ilmu tajwid. Adapun hukum memgenai kesalahan ini, para ulama
berbeda pendapat, ada yang mengatakan makruh dan ada pula yang mengatakan haram.
Secara spesifik, tujuan dari pembelajaran Al Quran khususnya keterampilan membaca Al Quran sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad
Abdul Qodir 1981: 80-81 adalah sebagai berikut: 1 Siswa dapat membaca kitab allah dengan mantap, baik dari segi ketepatan
harakat, saktat tempat-tempat berhenti membunyikan huruf-huruf sesuai dengan makhrajnya dan persepsi maknanya.
2 Siswa mengerti makna Al Quran dan berkesan dalam jiwanya. 3 Siswa mampu menumbuhkan rasa haru, khusyu, dan tenang jiwanya serta
takut kepada Allah swt. 4 Membiasakan murid-murid akan kemampuan membaca pada mushaf dan
memperkenalkan istilah-istilah yang tertulis baik untuk waqaf, mad tanda panjang dan idgham.
Senada dengan hal di atas, Supardi seorang peneliti dari Lembaga Penelitian STAIN Mataram yang dimuat dalam jurnal Penelitian Islam 2004
mengatakan “Kefasikhan dalam membaca Al Quran. Tidak sekedar melatih mengucapkan huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan bunyi pengucapaannya, akan
tetapi jauh dari itu akan berimplikasi pada makna yang berbeda dari pengucapan yang berbeda dari hakikat sesungguhnya. Ketelitian dalam membimbing membaca
menjadi kunci pokok dalam pembelajaran membaca Al Quran sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengucapaan bacaanya Supardi, 2004: 106. Meskipun
begitu, Rasulullah memberikan motivasi belajar Al Quran tidak hanya bagi kaum yang sudah Mahir dalam membacanya, bahkan pembelajar yang masih terbata-bata
tak luput dari perhatian Nabi saw. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sayidatina Aisyah r.a yang terhimpun dalam Shahih Muslim
urutan ke 798 yang berbunyi:
“Dari Aisyah r.h.a berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda, “Orang yang Ahli dalam Al Qur‟an akan berada bersama Malaikat pencatat yang mulia lagi benar,
dan orang terbata-bata membaca Al- Qur‟an sedang ia bersusah payah
mempelajarinya, maka baginya pahala dua pahala .” HR.Muslim: 798
c. Kemampuan Menulis
Menulis huruf Arab tidaklah susah seperti kelihatannya, menulis itu mudah seperti yang dibayangkan karena pembelajaran bahasa adalah sebuah
logika murni. Dimulai dari huruf yang tungal sampai tahap derivasi kepada huruf yang lain Najar, 1969: 22. Secaran umum Hidayatullah 2012: 29 menjelaskan
bahwa “Menulis adalah bentuk tuntunan pada penggunaan bahasa, jadi cara menulis itu seharusnya menyesuaikan diri dengan bentuk-bentuk bunyi dan
perubahan di dalamnya. Tulisan merupakan turunan dari bahasa lisan dalam arti bahwa sistem aksara mengikuti perkembangan bunyi dan tidak berjalan dengan
ketentuan sendiri”. Kemampuan menulis adalah kemampuan yang dapat kita aplikasikan
setelah kemampuan membaca. Diantara keterampilan-keterampilan berbahasa, keterampilan menulis adalah keterampilan tertinggi dari empat keterampilan
berbahasa. Pembelajaran menulis terpusat pada: kemampuan menulis dengan tulisan yang benar dan memperbaiki khot Abdul Hamid: 2008: 49.
Syarifudin 2008: 21 mengutarakan pendapatnya bahwa bersama dengan seruan membaca, wahyu perdana di muka juga memadukan perintah menulis, yang
tersirat dari kata “Al-Qalam” yang bermakna “pena”. demikian pakar tafsir kontemporer memahai kata”Qalam” sebagai segala macam alat tulis menulis
sampai kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih. Anjuran ,menulis ini ditegaskan pada wahyu yang turun menyusul wahyu perdana itu .
“Nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan.“ Al Qalam: 1