4. Pengukuran Motivasi Belajar Al Quran
Penilaian motivasi belajar siswa merupakan hal penting dalam rangka evaluasi pembelajaran sekaligus estimasi langkah pembelajaran selanjutnya apakah pengayaan
atau pendalaman materi. Sylva sebagaimana dikutip oleh Tanner dan Sonia 2006: 76- 77 bahwa anak anak pada dasarnya tergolong ke dalam dua kategori, yaitu: 1 Anak
yang cakap, dan 2 Anak yang kurang cakap.
Adapun karakteristik anak yang cakap diantaranya: a. Termotivasi oleh keinginan untuk belajar.
b. Menghadapi tugas yang sulit dengan cara yang fleksibel dan reflektif. c. Percaya diri akan sukses, percaya bahwa mereka dapat melakukannya jika
mereka berusaha. d. Percaya bahwa intelejensi dapat ditingkatkan.
e. Jika siswa melihat teman lainnya bekerja keras, siswa akan mengatakan pada dirinya sendiri harus bekerja lebih keras.
Adapun karakteristik anak yang kurang cakap yaitu: 1 Memiliki motivasi yang biasa-biasa saja.
2 Tampaknya menerima bahwa mereka akan gagal karena mereka tidak cukup cerdas.
3 Percaya bahwa jika sesuatu akan terlalu sulit, tak ada yang bisa mereka lakukan.
4 Cenderung menghindari tantangan. 5 Tidak percaya diri bahwa mereka dapat meningkatkan kecerdasan mereka.
Klasifikasi di atas jika dikaitkan dengan materi Al Quran, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa anak yang cakap akan memiliki motivasi belajar Al
Quran yang tinggi dan cenderung akan menyelesaikan tugas berkaitan dengan materi Al Quran dengan baik serta berusaha semaksimal mungkin meningkatkan kemampuan
baca-tulis Al Quran. Sebaliknya, anak yang kurang cakap akan menghindari tugas
pelajaran Al Qur‟an dan tidak semangat dalam mengikuti pelajaran tersebut. Dengan mengacu pada indikator diatas ada berbagai tehnik pendekatan dan
pengukuran motivasi yang dikemukakan Purwanto 1985: 40-41 diantaranya: a Tes tindakan performance test disertai observasi untuk memperoleh
informasi dan data tentang prestasi, keuletan, ketabahan, dan kemampuan menghadapi masalah, durasi dan frekuensinya dalam hal ini berbagai
eksperimen dapat dilakukan. b Kuesioner dan inventor terhadap subjeknya untuk mendapat informasi
tentang devosi dan pengorbanan aspirasinya c Mengarang bebas untuk mengetahui cita-cita dan aspirasinya
d Tes prestasi dan skala sikap untuk mengetahui kualifikasi dan arah sikapnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggali informasi untuk mengetahui level motivasi belajar siswa itu tinggi atau rendah, peneliti menggunakan teknik angket
menggunakan skala Likert. Siswa yang dalam hal ini sebagai subyek dalam penelitian diharuskan mengisi kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaaan
tentang motivasi, isinya disesuaikan dengan prinsip serta unsur dalam motivasi belajar berikut dengan pedoman karakteristik belajar anak sesuai dengan
motivasinya. Setelah didapatkan hasil melalui angket berupa nilai dalam skala ordinal.
C. Pembelajaran Al Qur’an
1. Model Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional dikenal juga dengan pembelajaran tradisional. Jelantik 2015: 65
mengatakan bahwa “pembelajaran konvensional model pembelajaran yang lebih didominasi oleh proses pembelajaran yang berpusat pada
guru ”. Pembelajaran konvensional juga memiliki ruang yang sangat terbatas
khususnya dalam hal penggunaan media dan sarana pembelajaran. Secara kasat mata dapat terlihat bahwa dampak dari pembelajaran ini terdapat pada siswa. Siswa menjadi
kurang leluasa dalam melakukan eksplorasi berbagai refrensi, alat peraga dan media bahan ajar sehingga terdapat kejenuhan karena pembelajaran bersifat pasif.
Model pembelajaran konvensional menganut aliran esensialisme. Aliran pendidikan ini merupakan aliran yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia Jalaluddin Idi, 2012: 95. Oleh karena itulah Pembelajaran konvensional juga biasa disebut dengan pembelajaran
dengan sistem tradisional. Sistem ini mengenal prinsip anti teknologi yang cenderung menyerang para pakar indonsesia termasuk para ilmuwan. Soyomukti, 2010: 156.
Menurut Harsanto 2007: 134, Dalam pembelajaran konvensional, siswa aktif mendengarkan dan guru aktif berceramah atau siswa aktif mencatatat dan guru diam
atau mengerjakan hal yang lain. Salah satu dari contoh model pembelajaran konvensional adalah menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah metode
pengajaran yang sangat sederhana dan karena sebab itulah metode ini banyak digunakan. Dengan metode ini, pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada
siswa. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah Gulo, 2002: 137.
Gambar 2.7 Alur komunikasi Metode Ceramah Gulo: 2002
Metode ceramah dikenal sebagai metode yang paling awal muncul dalam pembelajaran sebelum metode lain ditemukan dan dikembangkan. Namun
selayaknya sebuah metode tentunya memiliki berbagai macam kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan metode ceramah menurut Anas 2014: 14 yaitu: a. Suasana kelas berjalan dengan tenang. Hal ini disebabkan siswa melakukan
aktivitas yang sama, sehingga dapat melakukan pengawasan secara komprehensif.
b. Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama. c. Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat.
d. Melatih para siswa untuk menggunakan pendengaranya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan
cepat dan tepat. Adapun kekurangan metode ceramah menurut Gulo 2002: 140 yaitu:
1 Ceramah cenderung pada pola strategis ekspositorik yang berpusat pada guru.
2 Metode ceramah cenderung menempatkan posisi siswa sebagi pendengar dan pencatat.
3 Keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah karena bersifat verbal maka kemampuan mengingat yang diharapkan sangat terbatas.
4 Proses ceramah berlangsung menurut kecepatan bicara dan logat bahasa yang dipakai guru.
Langkah langkah yang dapat dilakukan dalam pembelajaran Al Quran yang bertumpu pada kompetensi guru seperti dikemukakan oleh Muhammad
Abdul Qodir 1981: 71-72 sebagai berikut: a Guru mempersiapkan kelompok ayat yang lengkap dengan uraian, maksud
dan tujuannya. Menjelaskan arti secara umum dan pokok-pokok pikiran dalam susunan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti.
b Guru mengelompokkan setiap bacaan Al Quran dalam satuan ayat-ayat yang mempunyai kesatuan makna yang utuh sesuai dengan jam pelajaran yang
telah ditentukan bidang studi Al- Quran. c Guru membaca satuan ayat yang telah ditetapkan sebagai contoh, guru
membaca dengan penuh khidmat, pelan-pelan, ucapan yang sempurna menurut ketentuan tajwid, makhraj serta mewaqafkan atau mewashalkan
pada tempatnya. d Guru meminta seorang siswa atau lebih untuk membaca ayat-ayat tersebut
dengan khidmat, lambat-lambat agar mereka biasa membaca dengan baik, tepat ucapan huruf-hurufnya dan memahami maknanya.
e Guru menerangkan arti kata-kata yang sulit dan kalimat yang agak kabur pengertiannya secara ringkas terutama kata-kata yang menjadi tumpuan
pemahaman maknanya. f Guru mengadakan diskusi dengan siswa terkait bacaan Al Quran tersebut.
g Guru meminta siswa membaca sekali lagi dengan jelas secara bergilir, sehingga memberi kesempatan mereka mendapat pengetahuan yang cukup
dari bacaan tersebut. Berdasarkan pemamaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Model
pembelajaran konvensional terkenal dengan model pembelajaran yang bersifat satu arah, yakni guru sebagai pusat informasi teacher centre.
2. Model Pembelajaran Modern
Model Pembelajaran Modern dikenal sebagai Pembelajaran yang mutakhir, terbaru dan memberikan kesan elegan. Arasy 2013, para. 1 mengatakan bahwa
“Pembelajaran Modern adalah pembelajaran yang mengikuti arus perkembangan zaman, dimana era sekarang ini adalah era teknologi informasi yang mengalir deras
melalui berbagai macam media, televisi, media cetak dan dunia online ”. Teknologi
akhir-akhir ini telah merambah ke semua lini, mulai dari perekonomian, perindustrian dan tidak terkecuali pendidikan. Pembelajaran dikenal dengan istilah audio-visual
instruction karena menggunakan alat peraga audio-visual karena memang sebagian besar dari pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia adalah berasal dari
pendengaran dan penglihatan Drajat: 1995: 146.
Model pembelajaran modern menganut aliran rekonstruktivisme. Aliran ini berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern Soyomukti, 2010: 116. Perombakan ini bersumber dari pengetahuan psikologis anak anak yang berubah-ubah dan proses
pengajaran yang kemudian harus diikuti oleh para guru Vaizey, 1982: 124. Selain itu, cara mengajar para guru dan alat-alat digunakan dalam pendidikan akan berubah
dengan sangat pesat termasuk dalam teknologi pendidikan Vaizey, 1982: 128. Dengan kata lain pembelajaran modern membawa sebuah misi perubahan baik dalam
sistem maupun metdoe dan media pembelajaran. Salah satu model pembelajaran modern adalah dengan menggunakan perangkat komputer.
Komputer adalah alat elektronik canggih yang mempunyai potensi kuat dan luas dalam menyimpan data, para ahli psikolog dan ahli pendidikan telah banyak
menggunakan alat ini. Dewasa ini di Indonesia pengajaran model komputer baru dilaksanakan secara masal dalam Ujian Nasional tahun 2016. Walaupun pelaksanaanya
kurang merata di seluruh sekolah di Indonesia, tetapi menjadi sebuah harapan baru penggunaan teknologi pembelajaran masal pada satuan pendidikan tingkat Nasional.
meskipun terlambat. Menurut Hansen sebagaimana dikutip Drajat 1995: 22 penggunaan komputer telah dilakukan di dunia pada tahun 1950-an seperti sekolah
dasar dan sekolah lanjutan pertama di Amerika Serikat telah mempergunakan komputer dalam pengajaran.
Penggunaan media komputer dalam pembelajaran memiliki berbagai kelebihan. Rusman 2013: 190 mengemukakan bahwa penggunaan komputer dalam
pembelajaran di kelas dapat menciptakan iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat slow learner, dan memacu efektivitas belajar bagi siswa yang cepat fast