SNI - 03 - 2847 - 2002
192 dari 278
3 Pemilihan proporsi
grout:
1
Proporsi bahan untuk grout harus didasarkan pada salah satu ketentuan berikut:
a
Hasil pengujian pada grout yang masih segar dan yang sudah mengeras yang dilaksanakan sebelum pekerjaan grout dimulai, atau
b
Catatan pengalaman sebelumnya dengan bahan dan peralatan yang serupa dan pada kondisi lapangan yang sebanding.
2
Semen yang digunakan untuk pekerjaan harus sesuai dengan jenis semen yang digunakan dalam penentuan proporsi grout.
3
Kandungan air haruslah merupakan nilai minimum yang cukup untuk menjamin tercapainya pelaksanaan pemompaan grout dengan baik, tetapi nilai rasio berat air-semen
tidak boleh melampaui 0,45.
4
Penurunan kemampuan alir grout akibat penundaan pelaksanaan grouting tidak boleh diatasi dengan penambahan air.
4 Pengadukan dan pemompaan grout
1
Grout harus diaduk dalam alat yang mampu untuk mencampur dan beragitasi secara menerus sehingga akan menghasilkan distribusi bahan yang merata dan seragam.
Selanjutnya, adukan dilewatkan melalui saringan, dan kemudian dipompa sedemikian hingga akan mengisi selongsong tendon secara penuh.
2
Suhu komponen struktur pada saat pelaksanaan grout harus di atas 2
°
C dan harus dijaga agar tetap diatas 2
°
C hingga kubus grout ukuran 50 mm yang dirawat di lapangan mencapai suatu kuat tekan minimum sebesar 6 MPa.
3
Selama pengadukan dan pemompaan, suhu grout tidak boleh lebih tinggi dari 30
°
C.
20.19 Perlindungan untuk tendon prategang
Pelaksanaan pembakaran atau pengelasan disekitar tendon prategang harus dilakukan dengan hati-hati, agar tendon tersebut tidak terpengaruh oleh suhu, percikan las, atau
hantaran arus listrik yang berlebihan.
20.20 Pemberian dan pengukuran gaya prategang
1
Gaya prategang harus ditentukan dengan kedua cara berikut :
1
Pengukuran perpanjangan tendon. Perpanjangan yang diperlukan harus ditentukan dari kurva beban terhadap perpanjangan rata-rata untuk tendon prategang yang digunakan.
2
Pengamatan dari gaya jacking pada alat ukur atau sel beban yang telah dikalibrasi atau dengan menggunakan dynamometer yang sudah dikalibrasi.
SNI - 03 - 2847 - 2002
193 dari 278
Penyebab terjadinya perbedaan dalam penentuan gaya antara metode a dan b yang melebihi 5 untuk elemen pratarik atau 7 untuk konstruksi pasca tarik harus diteliti dan
dikoreksi. 2 Bila penyaluran gaya dari kepala angkur pada sistem pratarik ke beton dicapai melalui
pemotongan tendon prategang dengan api, maka titik pemotongan dan urutan pemotongannya harus ditentukan sebelumnya untuk menghindari terjadinya tegangan
sementara yang tidak diinginkan. 3 Pada sistem pratarik, strand panjang yang menonjol diluar harus dipotong di dekat
komponen struktur untuk memperkecil pengaruh kejutan pada beton. 4 Kehilangan gaya prategang total akibat tidak digantinya tendon yang putus tidak boleh
melebihi 2 persen dari gaya prategang total.
20.21 Angkur dan penyambung coupler
pada sistem pasca-tarik
1
Bila diuji dalam kondisi tanpa lekatan, angkur dan penyambungnya untuk tendon prategang tanpa lekatan dan dengan lekatan harus mampu mengembangkan paling sedikit
95 dari kuat batas tendon yang telah disyaratkan, tanpa melampaui batas amblas yang telah diantisipasi. Tetapi bagaimanapun, untuk tendon dengan lekatan, angkur dan
penyambungnya harus ditempatkan sedemikian hingga 100 dari kuat batas tendon yang disyaratkan dapat dikembangkan pada penampang kritis setelah tendon melekat pada
komponen struktur. 2 Penyambung harus dipasang dalam daerah yang disetujui oleh Perencana dan
ditempatkan dalam wadah tertutup yang cukup panjang yang memungkinkan terjadinya gerakan yang diperlukan.
3 Pada konstruksi tanpa lekatan yang mengalami beban berulang, perlu diberikan perhatian yang khusus pada kemungkinan terjadinya kelelahan fatique dalam angkur dan
penyambung yang digunakan.
4
Angkur, penyambung dan penutup akhir end fitting harus dilindungi secara permanen terhadap karat.
SNI - 03 - 2847 - 2002
194 dari 278
20.22 Sistem pasca tarik luar