Cuti Tahunan Pengelolaan Cuti

26 Modul Keuangan dan Operasional www.kinerja.or.id BAB 1 - Pengembangan Sumber Daya Manusia 7. Karyawan yang akan mengambil cuti harus memberikan nomor telepon dan alamatnya kepada Organisasi seandainya ada kebutuhan dinas untuk menghubungi Karyawan, serta menyampaikan kepada AtasanManajernya perincian pekerjaan yang belum diselesaikan Karyawan. 8. Pengambilan hak cuti tahunan dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan operasional Organisasi. Organisasi akan melakukan setiap tindakan yang masuk akal agar Karyawan bersangkutan dapat mengambil cuti pada waktu memintanya. 9. Cuti yang tidak diambil tidak dapat diganti dengan pembayaran tunai kecuali ada bukti tertulis yang memperlihatkan bahwa Karyawan tersebut telah berupaya mengambil cutinya namun ditolak karena ia harus menjalankan tugasnya untuk kebutuhan operasional. Organisasi hanya akan mengganti cuti yang tidak diambil dengan uang tunai pada waktu terjadinya pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. 10. Karyawan dapat mengambil cuti tahunan jika saldo cutinya nol dalam keadaan darurat atau dalam kasus-kasus lain sebagaimana yang disetujui oleh DirekturManajer Unit. Direktur Manajer Unit akan mengkomunikasikan persetujuannya kepada Atasan langsung Karyawan dan kepada Departemen SDM Proyek. Saldo cuti Karyawan yang negatif tidak boleh melebihi sepuluh 10 hari kerja. Jika Karyawan di-PHK oleh Organisasi ketika saldo cutinya negatif maka nilai yang sebanding pada gaji akan dipotong dari penyelesaian akhir Karyawan. 11. Karyawan dapat mengambil cuti tahunan yang melebihi saldo cutinya setelah mendapatkan persetujuan dari Atasan langsung dan DirekturManajer Unit asalkan cuti yang akan diperolehnya cukup untuk sisa kontrak jangka waktu tertentu yang sedang berjalan atau tahun kalendar, bagi pegawai berjangka waktu tidak tertentu untuk menutupi saldo cuti tahunan negatif. Setiap saldo cuti negatif pada saat terjadi pemutusan hubungan kerja akan dihitung dalam penyelesaian akhir dan dipotong dari Karyawan.

1.9.3. Cuti Khusus

1. Karyawan diperbolehkan meninggalkan pekerjaan dengan upah penuh dengan meminta izin kepada AtasanManajer, dengan ketentuan Karyawan harus menyampaikan bukti yang wajar tentang keadaan bersangkutan sebagai berikut: a. Pernikahan Karyawan: 3 hari kerja b. Pernikahan Anak Karyawan: 2 hari kerja c. Pernikahan saudara kandung Karyawan: 1 hari kerja d. Kematian IstriSuamiAnak Karyawan: 3 hari kerja 27 www.kinerja.or.id Modul Keuangan dan Operasional e. Kematian OrangtuaMertua Karyawan: 3 hari kerja f. Kematian saudara kandung Karyawan: 2 hari kerja g. Kematian anggota keluarga yang tinggal di rumah yang sama: 1 hari kerja h. PembabtisanSunat Anak Karyawan: 2 hari kerja i. Menemani istri Bersalin: 2 hari kerja Kecuali karena kematian, permintaan untuk mengambil cuti khusus harus diajukan kepada dan disetujui oleh Atasan paling lambat satu 1 minggu sebelum tanggal cuti. Cuti menemani istri bersalin harus diambil dalam tiga 3 bulan pertama setelah persalinan secara berturut-turut atau sendiri-sendiri. 2. Karyawan yang ingin melakukan perjalanan ziarah keagamaan seperti ibadah haji ke Mekah berhak mengambil cuti dengan tetap menerima upah. Jangka waktu yang diizinkan didasarkan pada peraturan yang berlaku. Permohonan untuk melaksanakan ziarah keagamaan harus dilampirkan dengan bukti resmi perjalanan yaitu surat keterangan dari penyelenggara perjalanan. Cuti dengan tetap menerima upah hanya diminta sampai tanggal yang disebutkan dalam surat dari penyelenggara perjalanan haji yang disertai dengan salinan stempel keberangkatan dan kedatangan dalam paspor Karyawan. 3. Permintaan izin untuk cuti ziarah keagamaan harus diajukan dua 2 bulan di muka secara tertulis kepada Organisasi. 4. Karyawan tetap mendapatkan gaji selama perjalanan ziarah keagamaan yang dihitung sejak tanggal keberangkatan dan tanggal kembali ke Indonesia. 5. Karyawan yang bermaksud tidak masuk kerja sebelum dan setelah perjalanan ziarah keagamaan harus mengajukan permohonan cuti tahunan dan meminta persetujuan tertulis dari Atasan masing-masing. 6. Seorang Karyawan hanya diperbolehkan melakukan satu 1 kali perjalanan ziarah keagamaan selama bekerja di Organisasi. Apabila Karyawan ingin mengadakan perjalanan ziarah yang kedua dan seterusnya, maka ia diwajibkan menggunakan saldo cuti tahunannya atau mengambil cuti tanpa menerima upah. Prosedur pengambilan cuti ini sama seperti pengambilan cuti untuk perjalanan ziarah keagamaan yang pertama. Jika Karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja dan kemudian dipekerjakan kembali dan pernah mengadakan perjalanan ziarah dalam ikatan kerja sebelumnya dengan Organisasi maka ia wajib mengambil cuti tahunannya untuk cuti perjalanan ziarah yang disetujui. 7. Karyawan dengan perjanjian kerja jangka waktu tertentu dapat melakukan ibadah haji sekali selama berlangsung ikatan kerja dengan Organisasi.