Profil Risiko atas Parameter Penting Pengembangan Agroindustri

1. Pengelola industri inti kelapa sawit perlu memperhatikan kondisi supplai masing-masing pabrik pengolahan yang berlokasi dalam radius service area optimal, bekerjasama dengan Pemerintah maupun asosiasi untuk menentukan sumber pasokan yang optimal. 2. Pengelola industri inti mengikuti dan membuat kontrak kerjasama pasokan tahunan dengan pabrik pengolahan CPO berdasarkan alokasi optimal yang dihasilkan oleh sistem. D. Dari sisi Pemerintah Asosiasi 1. Pemerintah perlu memfasilitasi keberadaa sistem yang dapat membantu kinerja para pelaku dalam bidang agroindustri kelapa sawit ini seperti sistem yang dibangun pada penelitian ini dan menginformasikan secara akurat kepada para pelaku agar mereka dapat memanfaatkan data dan informasi tersebut untuk keunggulan bersaingnya. 2. Update data dan informasi secara reguler terkait dengan kondisi masing- masing ruas jalan termasuk dalam hal ini adalah kecepatan maksimal pada masing-masing ruas jalan dan menginformasikannya secara terbuka agar bisa diakses oleh para pelaku usaha dan industri harus dilakukan dengan cermat oleh Pemerintah. 3. Aparat BPN perlu dengan lebih akurat menginformasikan batas-batas kepemilikan lahan sehingga analisis terhadap kemampuan pasokan dari masing-masing kebun dapat dihitung dengan lebih akurat. 4. Dinas perkebunan lebih proaktif dalam mengumpukan data dan informasi dari masing-masing perkebunan, pabrik maupun kondisi jaringan dan infrastruktur pendukung. Dinas perkebunan sebaiknya memanfaatkan GIS dengan lebih efektif lagi sehingga dapat menghasilkan analisis-analisis penting yang dibutuhkan oleh para pelaku dalam agroindustri kelapa sawit. 5. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi keberadaaan sebuah online GIS dengan analisis spasialnya agar dapat dimanfaatkan oleh para pelaku dalam meningkatkan keunggulan bersaingnya. 6. Pemberian izin lokasi kepada pelaku-pelaku dalam rantai agroindustri kelapa sawit ini harus mendasarkan pada model interaksi spasial yang optimal sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada para pelaku 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

1. Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di Dunia 23 juta ton di tahun 2011, namun, pengembangan industri ini masih menghadapi kendala yang kritikal. Kendala utama adalah terkait dengan buruknya kualitas infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung sistem logistik bahan baku dan produk yang dihasilkan. Kondisi ini berakibat pada tingginya biaya transportasi dan biaya antrian yang tidak bernilai tambah. 2. Agroindustri berbasis kelapa sawit menghadapi permasalahan logistik yang kompleks karena karakteristik bahan baku yang bersifat perishable, bergantung dengan umur tanaman dan bersifat musiman. Kompleksitas tersebut belum dipertimbangkan dalam sistem pendukung keputusan untuk pengembangan industri CPO yang ada saat ini. 3. Penelitian ini menghasilkan model pendukung keputusan berbasis spasial IKG2012 yang dapat menentukan lokasi yang terbaik untuk pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit dengan mempertimbangkan entitas spasial yang terlibat beserta dengan atributnya serta interaksi antar entitas tersbut. Model yang dibangun mengintegrasikan antara GIS, model pengambilan keputusan multi kriteria dan model matematis yang memiliki kemampuan dalam mengakomodasi fluktuasi pasokan dari Kebun Kelapa Sawit KKS ke Pabrik Kelapa SawitPKS, persyaratan kualitas yang terkait dengan waktu sejak penebangan TBS hingga sampai di pabrik serta tidak seragamnya kondisi jaringan transportasi yang ada. 4. Aplikasi model di Kabupaten Kutei Timur berdasarkan pada kriteria kesesuaian lahan dan interaksi spasial antar entitas yang terlibat, menghasilkan keputusan pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit pada lokasi LKI001 pada koordinat 609851,101634. 5. Panel monitor spatial simulation IKG2012 menunjukkan bahwa dengan adanya keterbatasan jaringan transportasi serta fasilitas yang ada, lokasi pengembangan industri hilir harus memiliki 2 buah tanki timbun dengan kapasitas minimal masing-masing adalah sebesar 5000KL dan unloading rate 1000 tonjam, sementara PKS yang memasok CPO ke lokasi tersebut pada industri hilir adalah harus memiliki kapasitas minimal masing- masing sebesar 1000 ton untuk PKS002, 800 ton untuk PKS007, 600 ton untuk PKS009 dan dibawah 400 ton untuk PKS lain yang mensuplai lokasi pengembangan industri tersebut. 6. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan dari sisi pengembang industri atas pengembangan industri yang dilakukan, jumlah kargo minimal yang harus dikelola oleh kawasan industri CPO ini adalah 180 dari yang ditentukan saat ini atau total sebesar 2.698.044 ton. Pengembangan industri hilir yang hanya mengandalkan pasokan bahan baku dari daerah Kutei Timur masih berisiko karena pasokan CPO dari industri pengolahan yang ada masih belum mencukupi.

6.2 SARAN

1. Kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di daerah dan konfigurasi konektivitas sistem logistik regional sebaiknya mempertimbangkan arus barang secara spasial dengan menggunakan teknik optimasi dan simulasi dalam analisisnya. 2. Desain model dapat diperkaya dengan knowledge based dan mengakomodasi unsur stochatic dalam parameter-parameter yang terlibat dalam model seperti kedatangan kapal, loading dan unoading rate, kecepatan kendaraan, production rate dan produktivitas tanaman. 3. Penggunaan teknologi penginderaan jarak jauh untuk mengidentifikasi estimasi produksi pada lahan kebun kelapa sawit akan sangat membantu dalam pengembangan model ini berikutnya. 4. Pengembangan infrastruktur logistik nasional diharapkan mengacu pada rancangan lintas distribusi optimal yang mempertimbangkan rencana pengembangan industri nasional dan klaster-klaster nya. Rancangan tersebut menentukan jenis dan lokasi infrastruktur yang diperlukan, sehingga pengambil kebijakan dapat memfokuskan sumber dayanya yang terbatas untuk meningkatkan infrastruktur yang prioritas dibutuhkan saja. 5. Diperlukan analisis dampak ekonomi lanjutan atas pengembangan agroindustri hilir ini termasuk infrastrukturnya karena dengan hanya mengandalkan pada potret bisnis kawasan industri, berpotensi akan kehilangan keunggulan kompetitif di masa depan. Bagaimanapun inisiasi dari pengembangan industri hilir kelapa sawit harus segera dimulai sebagai penarik sektor pertanian yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia.