176
4.2.17 Profil Risiko atas Parameter Penting Pengembangan Agroindustri
Hilir
Dari sisi pengembang kawasan industri berbasis CPO, jumlah kargo yang dikelola sensitif terhadap kelayakan dari investasi. Jumlah kargo yang dikelola ditentukan
oleh kapasitas produksi dari industri yang direncanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa, dengan cost of capital sebesar 12, jumlah kargo
yang dikelola oleh kawasan minimal sejumlah 2.698.044 ton sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4-33.
Tabel 4-33 Analisis Sensitivitas Kapasitas Produksi dan Tarif Layanan Kawasan
Apabila pengembangan industri yang dilakukan hanya menggantungkan pada pasokan bahan baku dari daerah Kutei Timur, dengan jumlah fasilitas
produksi pengolahan tandan buah segar yang masih terbatas, ide pengembangan industri tersebut masih berisiko tinggi karena masih ada sejumlah besar crude
palm oil yang diekspor. Masih diperlukan pasokan dari daerah lain atau penambahan kapasitas produksi terutama kapasitas produksi pengolahan tandan
buah segar sebagaimana yang ditunjukkan pada analisis shortage yang telah dilakukan.
8 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110 120
130 140
150 160
170 180
190 20
NUM NUM NUM NUM -10.0
-7.7 -6.1
-5.0 -4.1
-3.2 -2.5
-1.8 -1.1
-0.4 0.2
0.8 1.4
2.0
30 -12.6
-8.6 -6.6
-5.2 -4.2
-3.3 -2.5
-1.8 -1.1
-0.4 0.2
0.9 1.5
2.1 2.7
3.2 3.8
4.4
40 -5.5
-4.2 -3.3
-2.5 -1.7
-1.0 -0.3
0.3 1.0
1.6 2.2
2.8 3.4
3.9 4.5
5.1 5.6
6.2
50 -2.9
-2.1 -1.4
-0.7 0.0
0.7 1.3
1.9 2.5
3.1 3.7
4.3 4.9
5.5 6.0
6.6 7.1
7.7
60 -1.3
-0.6 0.1
0.8 1.4
2.1 2.7
3.3 3.9
4.5 5.0
5.6 6.2
6.7 7.3
7.8 8.4
8.9
70 0.0
0.7 1.4
2.0 2.6
3.3 3.9
4.5 5.0
5.6 6.2
6.8 7.3
7.9 8.4
9.0 9.5
10.1
80 1.2
1.8 2.5
3.1 3.7
4.3 4.9
5.5 6.1
6.6 7.2
7.8 8.3
8.9 9.4
10.0 10.5
11.1
90 2.2
2.8 3.5
4.1 4.7
5.3 5.8
6.4 7.0
7.6 8.1
8.7 9.3
9.8 10.4
10.9 11.5
12.0
100 3.1
3.7 4.3
4.9 5.5
6.1 6.7
7.3 7.9
8.4 9.0
9.6 10.1
10.7 11.2
11.8 12.4
12.9
110 3.9
4.6 5.2
5.8 6.3
6.9 7.5
8.1 8.7
9.2 9.8
10.4 10.9
11.5 12.1
12.6 13.2
13.7
120 4.7
5.3 5.9
6.5 7.1
7.7 8.3
8.8 9.4
10.0 10.6
11.1 11.7
12.3 12.8
13.4 14.0
14.5
130 5.4
6.0 6.6
7.2 7.8
8.4 9.0
9.6 10.2
10.7 11.3
11.9 12.4
13.0 13.6
14.1 14.7
15.3
140 6.1
6.7 7.3
7.9 8.5
9.1 9.7
10.3 10.8
11.4 12.0
12.6 13.1
13.7 14.3
14.9 15.4
16.0
150 6.8
7.4 8.0
8.6 9.2
9.8 10.4
10.9 11.5
12.1 12.7
13.3 13.8
14.4 15.0
15.6 16.1
16.7
160 7.4
8.0 8.6
9.2 9.8
10.4 11.0
11.6 12.2
12.7 13.3
13.9 14.5
15.1 15.6
16.2 16.8
17.4
170 8.1
8.7 9.3
9.9 10.5
11.0 11.6
12.2 12.8
13.4 14.0
14.5 15.1
15.7 16.3
16.9 17.4
18.0
180 8.7
9.3 9.9
10.5 11.0
11.6 12.2
12.8 13.4
14.0 14.6
15.1 15.7
16.3 16.9
17.5 18.0
18.6
190 9.2
9.8 10.4
11.0 11.6
12.2 12.8
13.4 14.0
14.6 15.2
15.7 16.3
16.9 17.5
18.1 18.7
19.2
H A
R G
A L
A YA
N A
N
KAPASITAS PRODUKSI
IRR
5 IMPLIKASI MANAJERIAL
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap sub sistem-sub sistem yang terkait dengan pengembangan agroindustri CPO ini, baik terhadap kebun, pabrik minyak
kelapa sawit maupun kondisi lingkungan usaha yang ada, terdapat beberapa implikasi yang menjadi konsekuensi maupun persyaratan-persyaratan yang harus
dilakukan agar pengembangan industri ini dapat dioperasionalkan dengan optimal. A. Dari sisi Pengelola Kebun
1.
Pengelola kebun perlu memperhatikan profil permintaan dari masing- masing pabrik pengolahan, jarak menuju ke pabrik pengolahan,
keterbatasan alat angkut yang dapat digunakan, waktu tempuh dan biaya transportasi menuju ke masing-masing fasilitas pengolahan.
2.
Pengelola kebun mengikuti kebijakan supplai yang ditentukan oleh pabrik pengolahan sehingga total profit yang diperoleh oleh semua pelaku dapat
diraih.
3.
Pengelola kebun perlu untuk menginformasikan dengan benar terkait dengan kondisi kebun yang dimilikinya kepada pihak-pihak yang terkait.
B. Dari sisi Pengelola Pabrik
1.
Pengelola pabrik perlu memperhatikan kondisi supplai masing-masing kebun yang berlokasi dalam radius optimal service area, bekerjasama
dengan Pemerintah maupun asosiasi untuk menentukan sumber pasokan yang optimal.
2.
Pengelola pabrik mengikuti dan membuat kontrak kerjasama pasokan tahunan dengan kebun-kebun yang secara optimal dapat memasok masing-
masing pabrik pengolahan.
3.
Pengelola pabrik menginformasikan dengan benar terkait dengan kapasitas terpasang, utilisasi maupun jadwal produksinya kepada asosiasi maupun
Pemerintah agar dapat digunakan dalam merumuskan strategi rantai pasok yang optimal.
C. Dari sisi Pengelola Industri Hilir Inti
1.
Pengelola industri inti kelapa sawit perlu memperhatikan kondisi supplai masing-masing pabrik pengolahan yang berlokasi dalam radius service
area optimal, bekerjasama dengan Pemerintah maupun asosiasi untuk
menentukan sumber pasokan yang optimal.
2.
Pengelola industri inti mengikuti dan membuat kontrak kerjasama pasokan tahunan dengan pabrik pengolahan CPO berdasarkan alokasi optimal yang
dihasilkan oleh sistem. D. Dari sisi Pemerintah Asosiasi
1.
Pemerintah perlu memfasilitasi keberadaa sistem yang dapat membantu kinerja para pelaku dalam bidang agroindustri kelapa sawit ini seperti
sistem yang dibangun pada penelitian ini dan menginformasikan secara akurat kepada para pelaku agar mereka dapat memanfaatkan data dan
informasi tersebut untuk keunggulan bersaingnya.
2.
Update data dan informasi secara reguler terkait dengan kondisi masing- masing ruas jalan termasuk dalam hal ini adalah kecepatan maksimal pada
masing-masing ruas jalan dan menginformasikannya secara terbuka agar bisa diakses oleh para pelaku usaha dan industri harus dilakukan dengan
cermat oleh Pemerintah.
3.
Aparat BPN perlu dengan lebih akurat menginformasikan batas-batas kepemilikan lahan sehingga analisis terhadap kemampuan pasokan dari
masing-masing kebun dapat dihitung dengan lebih akurat.
4.
Dinas perkebunan lebih proaktif dalam mengumpukan data dan informasi dari masing-masing perkebunan, pabrik maupun kondisi jaringan dan
infrastruktur pendukung. Dinas perkebunan sebaiknya memanfaatkan GIS dengan lebih efektif lagi sehingga dapat menghasilkan analisis-analisis
penting yang dibutuhkan oleh para pelaku dalam agroindustri kelapa sawit.
5.
Pemerintah daerah dapat memfasilitasi keberadaaan sebuah online GIS dengan analisis spasialnya agar dapat dimanfaatkan oleh para pelaku
dalam meningkatkan keunggulan bersaingnya.
6.
Pemberian izin lokasi kepada pelaku-pelaku dalam rantai agroindustri kelapa sawit ini harus mendasarkan pada model interaksi spasial yang
optimal sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada para pelaku