Tabel 2-9 Jenis Risiko pada Agroindustri CPO No
Jenis Risiko Bentuk Risiko
1 Risiko produk TBS
Tidak tercapainya target produksi TBS yang tidak tahan lama
Penerimaan TBS yang tidak sesuai dengan standar TBS mentah, tangkai panjang, dll
TBS telah berbentuk brondolan TBS busuk
Persaingan dari produk lain
2 Risiko pasar
Turunnya harga CPO 3
Risiko proses Bibit yang tidak layak
Pemeliharaan pembibitan Pembukaan lahan dan pemeliharaan tanaman kelapa
sawit yang tidak sesuai dengan standar
3 Risiko sistem
Kehilangan bahanmaterial Penggunaan bahan yang tidak efektif
Hari kerja fiktif Penggunaan dana tidak efisien
4 Risiko hukum
Ketidakpastian aturan Kesalahan atau ketidakmapuan
Melanggar kontrak atau perjanjian Korupsi
5 Risiko lingkungan
Pengelolaan kebun yang tidak ramah lingkungan Penerapan CSR yang tidak tepat
6 Risiko asset
Kebakaran Keamanan
IT
2.8 Penelitian Terkait
Permasalahan pengembangan industri merupakan permasalahan yang kompleks. Kompleksitas tersebut disebabkan oleh banyaknya elemen-elemen yang
mempengaruhi dan saling mempengaruhi dalam menentukan keberhasilan dari industri yang dikembangkan, bersifat dinamis dan memiliki ketidakpastian atas
parameter-parameter penentunya. Cukup sulit dan memakan waktu untuk melakukan analisis dan sintesa terhadap keseluruhan dari sistem yang ada secara
holistik. Penelitian-penelitian yang sebelumnya telah mengambil beberapa sudut
pandang, pendekatan dan metode-metode dalam rangka memberikan solusi maupun rancangan untuk keberhasilan industri yang dikembangkan. Cukup
banyak model-model yang telah dikembangkan, diimplementasikan dan dievaluasi atas dasar penelitian-penelitian yang telah dilakukan.
Terkait dengan pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia, Hambali 2005 telah mengkaji pengembangan klaster industri turunan minyak kelapa
sawit dengan memberikan masukan-masukan terkait permasalahan dan aktivitas- aktivitas yang harus dilakukan dalam pengembangan klaster industri minyak
kelapa sawit sementara Pahan, Gumbira- Sa’id et al. 2011 fokus mengkaji kinerja
klaster industri kelapa sawit di Riau melalui strategi integrasi rantai pasok, infrastruktur penunjang dan pembenahan lingkungan ekonomi dan usaha dengan
menggunakan model multi criteria decision making. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa strategi pembenahan infrastruktur penunjang akan dapat
meningkatkan kinerja industri kelapa sawit dengan signifikan. Jatmika 2007 meneliti tentang pengembangan agroindustri kelapa sawit dengan strategi
pemberdayaan dan Basdabella 2001 meneliti tentang pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan Pola Perusahaan Industri Rakyat.
Penelitian yang terkait dengan dukungan infrastruktur pelabuhan dan transportasi untuk industri minyak kelapa sawit di Indonesia telah dilakukan oleh
Aryawan dan Setijoprajudo 2010, Ufron dan Setijoprajudo 2010, Ristianto 2003. Sementara pengembangan model-model untuk penentuan lokasi
pelabuhan secara umum sebagai infrastruktur utama untuk industri dilakukan oleh Malchow 2001, Bruce A.Blonigen 2006, Prakash Gaur 2005 serta Mtthew
Brian Malchow dan Kanafani 2001. Pengembangan industri kelapa sawit juga menjadi topik yang penting di
Mozambique. Capitine 2010 meneliti tentang pengembangan klaster industri minyak kelapa sawit di negaranya dan menyimpulkan bahwa pengembangan
industri minyak yang berasal dari kelapa sawit lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang berasal dari sumber lainnya. Berdasarkan benchmark
yang dilakukan oleh Capitine, pengembangan industri ini pada lokasi geographis yang berdekatan akan dapat meningkatkan keunggulan bersaing dari industri ini.
Penggunaan model spasial dalam menentukan lokasi pengembangan industri telah banyak dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Model-model
spasial yang digunakan pada umumnya mengkombinasikan antara sistem
informasi geografis dengan model-model matematis maupun model-model multi kriteria.
Penggunaan model-model multi criteria decision support system untuk pengembangan industri dilakukan oleh Ruiz, Romero et al. 2012 yang
mengkombinasikan fuzzy AHP dengan GIS, Hagadone dan Grala 2012 menggunakan neighboring spatial analysis untuk membangun industri berbasis
kehutanan di Missisipi. Ocalir, Ercoskun et al. 2010 mengkombinasikan model fuzzy logic dengan GIS untuk menentukan lokasi pangkalan taxi, Radiarta, Saitoh
et al. 2008 menggunakan model multi kriteria berbasis GIS untuk mengidentifikasi lokasi pengembangan aquaculture di Jepang dan Hossain,
Chowdhury et al. 2009 di Bangladesh. Disamping penggunaan model-model spatial multi criteria decision
making, beberapa peneliti juga menggunakan model-model matematis dalam melakukan analisis spasial untuk tujuan penelitiannya. Terkait dengan
permasalahan penentuan lokasi pengembangan energi biomassa, Zhang, Johnson et al. 2011. Penelitian Zhang ini mempertimbangkan biaya transportasi dalam
pengumpulan sumber-sumber bahan energi biomas yang tersebar secara geographis. Eddie, Cheng et al. 2007 memasukkan model gravitasi dalam sistem
GIS untuk menentukan lokasi pusat perbelanjaan sementara Benoit dan Clarke 1997 menggunakan teknologi GIS, GPS dan model multi objective untuk
menentukan lokasi retail. Model-model analisis spasial yang dikembangkan untuk permasalahan
lokasi dan alokasi dilakukan oleh Gar-On, Yeh et al. 1996 yang mengintegrasikan antara model lokasi-alokasi dengan GIS untuk menentukan
perencanaan lokasi fasilitas publik demikian juga halnya dengan yang dilakukan oleh London 1990 dengan kasus penentuan lokasi sekolah di negara-negara
berkembang. Berman dan Mandowsky 1996 mengembangkan model lokasi alokasi untuk permasalah jaringan transportasi yang padat. Permasalahan lokasi
alokasi multi periode seperti yang dilakukan pada penelitian ini juga telah dilakukan oleh Sha dan Huang 2012. Model Lokasi dan Alokasi
Model lokasi-alokasi merujuk pada algoritma yang digunakan dalam sistem informasi geografis untuk menentukan lokasi yang optimal dari satu atau
lebih fasilitas yang akan melayani perimintaan dari sekumpulan titik tertentu. Algoritma yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan dari fasilitas-fasilitas
tersebut dalam melayani permintaan yang ada bergantung dari beberapa faktor seperti ketersediaan fasilitas, biaya, dan kondisi infrastruktur dari fasilitas menuju
titik permintaan tersebut Sommer dan Wade, 2006. Ketika terdapat beberapa titik-titik sumber daya dan sejumlah titik
permintaan, maka akan muncul kebutuhan terhadap optimalisasi rute untuk mengakses sumber daya tersebut. Ini merupakan permasalahan yang sering
dihadapi oleh sejumlah institusi bisnis dan pemerintahan. Subyek ini mendapatkan perhatian yang cukup besar di negara-negara yang sedang berkembang karena
terdapat sejumlah besar permintaan terhadap pengembangan infrastruktur, fasilitas air minum, fasilitas pendidikan, sistem distribusi, energy, fasilitas medis untuk
publik, transportasi, pusat-pusat rekreasi dan wisata yang mana merupakan perhatian utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Keputusan
pendirian dan pengembangan suatu fasilitas produksi atau gudang penyimpanan sering kali harus dilakukan secara simultan dengan keputusan lain, antara lain
yang menyangkut alokasi produksi dan pengiriman. Permasalahan ini akan lebih lebih kompleks lagi apabila kita mempertimbangkan batasan kapasitas dari
masing-masing fasilitas yang ada Pujawan, 2010. Sejumlah penelitian-penelitian telah dipresentasikan dalam publikasi
ilmiah untuk memecahkan permasalahan lokasi-alokasi ini Lashine, Fattouh et al., 2006. Pendekatan yang umum digunakan adalah formulasi mixed integer
linier programming . Teknik-teknik optimasi digunakan untuk memecahkan
sebagian besar permasalahan-permasalahan dengan kompleksitas rendah sampai sedang. Untuk permasalahan skala besar umumnya penggunaan metode heuristik
lebih dominan. Pada banyak permasalahan-permasalahan lokasi-alokasi terkadang
minimasi biaya bukan merupakan faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan. Proses untuk mendayagunakan tujuan dengan multi kriteria
secara luas dibahas lama oleh Geofrion 1978. Banyak peneliti yang menyarankan sejumlah pertimbangan atau faktor-faktor sebagai kriteria yang
penting untuk permasalahan lokasi-alokasi ini. Faktor-faktor tersebut antara lain ketersediaan alat transportasi, ketersediaan tenaga kerja, biaya hidup, ketersediaan
dan keterdekatan terhadap bahan baku, jarak ke pasar, posisi kompetitif, antisipasi terhadap pertumbuhan pasar, tren populasi dan pendapatan, ketersediaan dan
biaya lahan, keterdekatan dengan industri-industri yang lain, ketersediaan dan biaya utilitas, sikap pemerintah, struktur pajak, faktor-faktor yang terkait dengan
masyarakat, pertimbangan terhadap lingkungan, penilaian risiko dan tingkat pengembalian asset Badri, 1999.
Faktor kualitatif adalah sangat penting, namun seringkali tidak praktis dan biasanya diberlakukan sebagai bagian dari tanggung-jawab manajemen untuk
melakukan analisa lebih lanjut tidak seperti penggunaan model-model kuantitatif yang memasukkan model permasalahan lokasi-alokasi yang sepenuhnya dapat
diserahkan pada model untuk memecahkannya. Pendekatan kuantitatif pada umumnya mendasarkan pada model-model
transportasipenugasan, dan formulasi programma linier. Formulasi integer dan mixed integer programming telah digunakan oleh banyak peneliti seperti Wei-hua
et al 2011, Bhatnagar dan Teo 2009, Vos dan Akkermans 1996 yang mengakomodasi perilaku dinamis dari sistem dan lain-lain. Permasalahan
lokasialokasi sebagai sebuah permasalahan kombinatorial yang diselesaikan dengan menggunakan metode heuristik dipresentasikan oleh Zhou et al2002.
Zhou dan kawan-kawan menggunakan algoritma genetika untuk memecahkan permasalahan kombinatorial tersebutAbidin, 2007.
Permasalahan optimalisasi transportasi CPO ini membutuhkan evaluasi jaringan supply chain komoditas CPO secara total. Dalam hal ini, keputusan
tentang sumber pasokan kelapa sawit, lokasi pabrik kelapa sawit serta lokasi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan harus ditentukan secara simultan. Untuk
perusahaan yang beroperasi secara global maupun nasional, mereka mungkin akan membuka sejumlah perkebunan, pabrik kelapa sawit dan menggunakan beberapa
jalur transportasi. Tiap-tiap sumber bahan baku maupun pabrik bisa dibuka atau
ditutup dan masing-masing memiliki biaya-biaya tetap maupun biaya variabel. Tiap pabrik juga punya keterbatasan kapasitas. Demikian pula, tiap alternatif
pelabuhan bisa diputuskan untuk dibuka atau tidak dan masing-masing punya kapasitas dan biaya-biaya tetap. Untuk permasalahan yang seperti ini, di samping
jawaban terhadap dibuka tidaknya suatu pabrik atau pelabuhan, perlu juga dijawab dari pelabuhan mana tiap wilayah pasar akan dipasok dan dari pabrik
mana tiap pelabuhan asal akan dipasok. Walaupun permasalahan jaringan supply chain yang dikaji imi merupakan
permasalahan strategis dan keputusan seperti ini hanya dibuat sekali dalam jangka panjang, namun harus disadari bahwa perubahan iklim bisnis yang semakin
dinamis membuat keputusan-keputusan seperti di atas perlu ditinjau lebih sering Fine, Vardan et al. 2002 dalam Pujawan 2010. Lebih lanjut Pujawan 2010
menyatakan bahwa walaupun hubungan antar perusahaan pada supply chain diharapkan berlangsung jangka panjang, namun perubahan situasi makro dan
mikro tiap perusahaan memaksa mereka untuk sering mengubah di mana mereka akan membeli bahan baku, di mana mereka akan memusatkan kegiatan produksi,
di mana mereka akan menyimpan produk dan sebagainya. Dengan kata lain, jaringan supply chain perlu dirancang ulang setiap kali ada perubahan situasi yang
cukup dramatis, seperti resesi di suatu wilayah pemasaran, peningkatan ongkos infrastruktur di tempat produksi, ketidakstabilan negara tempat gudang berada,
dan sebagainya Pujawan, 2010.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang melibatkan parameter- parameter penting yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengembangan
agroindustri CPO berbasis spasial secara holistik. Pendekatan holistik yang dimaksudkan disini pendekatan yang
menyeluruh Eriyatno, 2012 tidak hanya fokus pada pengembangan industri itu sendiri, namun akan dimulai dari hal-hal yang menjadi driver adanya kebutuhan
pengembangan industri. Sebaran spasial dari kebun kelapa sawit, luasan kebun, umur tanaman, produktivitas tanaman, kapasitas pabrik eksisting, jalur
transportasi dan kondisi infrastruktur pelabuhan menjadi pertimbangan penting pada sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dikembangkan ini.
Pendekatan sistem digunakan dalam kajian ini karena kompleksitas dari permasalahan yang ada serta adanya unsur ketidakpastian yang bagaimanapun
harus dipertimbangkan agar keputusan yang dibuat memiliki dasar yang kuat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh 2010, pendekatan
sistem diperlukan karena semakin lama semakin dirasakan interdependensi dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi
pada saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih
komprehensif, yang dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh.
Proses rancang bangun model pendukung keputusan pengembangan agroindustri CPO berbasis spasial melalui tahapan-tahapan umum pengembangan
prototipe sistem seperti yang dipresentasikan pada Gambar 3-1 berikut ini.
Gambar 3-1 Tahapan Umum Proses Rancang Bangun
Metode pengembangan prototipe dipilih dengan alasan untuk mengatasi sistem yang kompleks. Dengan metode prototyping akan memungkinkan proses
pembentukan model versi sistem secara iteratif sampai menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pendekatan seperti ini merupakan
implementasi dari konsep “think small strategize big” dari Turban et al.2011 dimana pengembang pertama-tama fokus pada penyelesaian permasalahan kunci
untuk meraih keberhasilan-keberhasilan kecil secara bertahap. Pendekatan ini dipandang lebih efektif dan efisien dalam pengembangan sistem pendukung
keputusan Turban, Sharda et al., 2011.
3.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir yang melandasi sistem pendukung keputusan berbasis spasial untuk penentuan lokasi pengembangan industri ini terbagi menjadi beberapa
tahapan utama. Tahap pertama adalah merumuskan tujuan sistem dengan jelas yang dalam hal ini adalah untuk menentukan lokasi pengembangan industri hilir
minyak kelapa sawit yang terbaik. Tahap kedua dilakukan pengumpulan data-data entitas spasial yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan beserta dengan atribut-atribut yang diperlukan. Entitas-entitas yang terlibat dalam hal ini adalah Kebun Kelapa Sawit
KKS, Pabrik Minyak Kelapa Sawit PKS, Jaringan Jalan, dan Wilayah.
Identifikasi Kebutuhan
Perancangan Prototype
Pembentukan Prototype
Evaluasi Prototype Sesuai
Kebutuhan? Produk
Rekayasa Tidak = Perbaikan
Ya