Metode Pengumpulan Diagram Alir Rancangan Penelitian

76 Tujuan antara ketiga menganalisis model pembangunan infrastruktur berkelanjutan, yang terdiri dari : 1 sub-model penduduk, 2 sub-model penggunaan lahan, 3 sub-model agribisnis usahatani, pengolahan, dan pemasaran, 4 sub-model infrastruktur yang dapat menunjang usahatani, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian, 5 sub-model ekonomi dan tenaga kerja. Sub-model infrastruktur dilengkapi dengan analisis standard pelayanan minimum SPM, dan analisis pembiayaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem dinamis, analisis design criteria, dan analisis kelayakan investasi. Tujuan antara keempat, merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan mandiri. Metode analisis yang digunakan adalah : analytical hierarchy process AHP. Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM disajikan pada Gambar 22, sedangkan hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan, disajikan pada Tabel 7. 77 Gambar 22 Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan. 78 Tabel.7 Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan. 79

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi

KAMM dapat dikategorikan sebagai kawasan agropolitan by nature yang telah berkembang secara tradisional berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat, dan didukung dengan fasilitasi pemerintah. Pada saat KAMM mulai dikembangkan pada tahun 2005 dengan fasilitasi dari pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Departemen Pertanian dan Departemen Pekerjaan Umum serta Departemen terkait lainnya. Konsep pembangunan agropolitan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan pembangunan sektor-sektor ke dalam model pendekatan pengembangan wilayah yang holistik dan berkelanjutan dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir. Aspek-aspek yang dikembangkan di kawasan agropolitan meliputi pengembangan sumberdaya manusia; pengembangan sumberdaya alam; pengembangan tata ruang; pengembangan permukiman; pengembangan usahatani; pengembangan infrastruktur; pengembangan kelembagaan; pengembangan permodalan; pengembangan teknologi dan informasi; pengembangan sosial budaya dan kemasyarakatan. Konsep pengembangan tersebut mengakibatkan, agropolitan dapat dianggap sebagai salah satu strategi pengembangan wilayah perdesaan yang paling ideal di Indonesia. Aspek-aspek yang telah dikembangkan secara terpadu dan terintegrasi oleh para stakeholders dari tahun 2005 sampai dengan 2007 di KAMM, terlebih dahulu akan didata kondisi umum wilayahnya dan dianalisis melalui pendekatan analisis situasional dengan tiga tahapan. Tahapan pertama, menjelaskan situasi sebelum kawasan agropolitan dikembangkan T-0 yaitu tahun 2004, dan tahapan kedua, mengevaluasi kondisi setelah kawasan agropolitan dikembangkan selama tiga tahun berturut-turut T-3 yaitu tahun 2007, serta tahapan ketiga, memberikan penilaian atas kondisi yang telah tercapai untuk selanjutnya menjadi masukan di dalam merumuskan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan dimasa yang akan datang. Proses analisis situasional disajikan pada Gambar 23. Analisis selanjutnya dilanjutkan dengan analisis kinerja pengembangan kawasan 80 agropolitan, untuk mengetahui peningkatan yang terjadi pasca fasilitasi pemerintah. KAWASAN ARGOPOLITAN STUDI KASUS KAWASAN ARGOPOLITAN MERAPI - MERBABU GANBARAN UMUM WILAYAH STUDI JELASKAN SITUASI AWAL BERIKAN PENILAIAN EVALUASI KONDISI YG ADA SDM SDA INFRASTRUKTUR TEKNOLOGI PERMUKIMAN MENGETAHUI SITUASI T-0 TH 2004 REALISASI KINERJA T-3 TH 2007 MASUKAN KEBIJAKKAN PASCA FASILITASI TATA RUANG USAHA TANI PERMODALAN KELEMBAGAAN EVALUASI KINERJA Gambar 23 Proses analisis situasional untuk mengetahui kondisi umum wilayah studi dan evaluasi kinerja untuk mengetahui dampak yang terjadi pasca fasilitasi pemerintah. 4.1.1 Kondisi Sumberdaya Manusia 4.1.1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk KAMM Kondisi awal penduduk sebelum KAMM dikembangkan tahun 2004 berjumlah 367.019 jiwa. Setiap tahunnya mengalami peningkatan yang relatif kecil dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,39 . KAMM yang terdiri dari 7 kecamatan, dengan luas kawasan 39.912 Ha atau 399,12 km 2 mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kecamatan Tegalrejo memiliki kepadatan penduduk tahun 2007 yang paling tinggi sebesar 1.431 jiwakm 2 . Kecamatan Sawangan memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah sebesar 763 jiwakm 2 , atau dengan kepadatan rata-rata di tujuh kecamatan adalah sebesar 961 jiwakm 2 . Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di KAMM disajikan pada Tabel 8. Jika dibandingkan kepadatan penduduk KAMM yaitu rata-rata 961 jiwakm 2 dengan teori Friedmann dan Douglass 1975 yaitu 200 jiwakm 2 , maka kepadatan penduduk di KAMM ini untuk kategori perdesaan sudah termasuk penduduk padat, namun belum bisa dikategorikan sebagai wilayah perkotaan