Tinjauan Studi-studi Terkait Terdahulu
49 pertanian, menunjang pengolahan hasil, menunjang pemasaran, dan menunjang
permukiman serta fasilitasnya. Studi lain Sitorus, 2003 mencoba menganalisis kebutuhan infrastruktur di
Kawasan Agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, melalui pendekatan masalah problem approach. Hasil analisis kebutuhan infrastruktur di
Kawasan Agropolitan Pacet menunjukkan bahwa tersedianya infrastruktur yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas sangat berperan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan pendapatan petani di Kawasan Agropolitan Pacet.
Pembangunan infrastruktur yang cukup maju secara pesat, tanpa didahului dengan master plan dan RPJM yang telah mendapat kekuatan hukum berupa
peraturan daerah, ternyata dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut, antara lain: tumbuhnya bangunan-bangunan konstruksi berupa
perumahan penduduk dan warung-warung di sepanjang jalan desa yang dibangun tanpa beraturan dan terkesan menjadi semrawut, dan rendahnya partisipasi
masyarakat dalam memelihara dan memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun, sehingga ada beberapa infrastruktur yang belum dimanfaatkan secara
optimal. Studi yang dilakukan oleh Sitorus 2003, menjelaskan bahwa berbagai infrastruktur belum menggunakan pendekatan sistem yang bersifat sibernatik,
holistik, dan efektif SHE, serta belum memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial.
Studi lain tentang agropolitan Soesilo, 2008 mengkaji Model Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran Tinggi Berkelanjutan di Kawasan Agropolitan,
dengan lokasi penelitian Kawasan Agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menghasilkan kajian kesesuaian komoditas unggulan
dengan kondisi alam dan agroklimat, agar keberlanjutan usahatani sayuran dataran tinggi USDT dapat berjalan dengan baik. Dari segi ekologis, penelitian ini
mengkaji tentang erosi yang terjadi pada lapisan atas lahan sebagai akibat aktivitas budidaya usahatani sayuran dataran tinggi USDT. Kajian ini juga
menawarkan konsep perlunya mencapai agropolitan lestari melalui pengembangan pertanian terpadu.
50 Studi lain Thamrin, 2009 mengkaji Model Pengembangan Kawasan
Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia Berbasis Potensi Pertanian Terpadu Perkebunan–Tanaman Pangan–Perkebunan. Kajian ini
menemukan tingginya kebutuhan infrastruktur di kawasan agropolitan model perbatasan sebagai akibat dari karakteristik wilayah yang memanjang mengikuti
garis wilayah perbatasan kedua negara, sehingga membutuhkan infrastruktur yang sangat tinggi. Dari hasil kajian yang dilakukan, direkomendasikan perlunya
memperpanjang proses limit to growth dengan mengurangi tekanan penggunaan sumberdaya yang berlebihan yang bisa menyebabkan daya dukung lingkungan
menjadi menurun. Rekomendasi lainnya adalah bahwa pentingnya membentuk lembaga khusus yang berbasis masyarakat untuk menangani pengembangan
kawasan agropolitan setelah program rintisan selesai dari pemerintah, sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan kawasan agropolitan.
Studi lain Liny Tambajong, 2010 mengkaji Model Pengembangan Infrastruktur agropolitan berbasis komoditas unggulan kelapa di Sulawesi Utara.
Hasil penelitian memperlihatkan secara keseluruhan dampak pengembangan model infrastruktur agropolitan pada lima subsistem agribisnis berimplikasi
kepada tiga aspek sistem pembangunan berkelanjutan yaitu aspek social, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. Faktor penggerak kunci keberhasilan adalah
penyediaan infrastruktur agribisnis kawasan untuk menunjang subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem pengolahan hasil, subsistem
pemasaran hasil serta subsistem jasa penunjang. Aktor penggerak adalah pemerintah sebagai leader, organisasi masyarakat sebagai partner pemerintah,
akademisi sebagai pendamping, perbankan sebagai penopang permodalan petani, dan swasta sebagai partner petani. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa
dengan pengembangan infrastruktur agropolitan berbasis komoditas unggulan kelapa dapat menciptakan lapangan pekerjaan di wilayah perdesaan,
meningkatkan pendapatan petani, infrastruktur desa berkembang setara kota, mengurangi migrasi masyarakat desa ke kota sehingga hubungan desa-kota saling
bersinergi.
51