Formulasi Analisis Model Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan KAMM .1 Analisis Kebutuhan
175
175 Tabel 38 Kebutuhan stakeholders dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan
KAMM
No. Stakeholders
Kebutuhan
1. Pemerintah
1.1 Terumuskannya kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM
1.2 Tersusunnya Master Plan dan RPJM KAMM
1.3 Terbangunnya infrastruktur yang dapat menunjang agribisnis dan agropolis di KAMM
1.4 Tersedianya lahan untuk pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan
1.5 Peningkatan pendapatan
petani 1.6 Produksi pertanian meningkat
1.7 Terciptanya lapangan pekerjaan 2. Swasta 2.1 Tersedianya kegiatan jasa dibidang pembangunan
infrastruktur di kawasan agropolitan 2.2
Terciptanya persaingan usaha yang sehat dan transparan dibidang pembangunan infrastruktur
2.3 Terbangunnya infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan agribisnis dan agropolisnya
2.4 Menginginkan adanya kemudahan memperoleh modal
usaha pembangunan infrastruktur 2.5 Margin
keuntungan tinggi
3. PenelitiPakar 3.1
Terwujudnya konsep pembangunan kawasan agropolitan berkelanjutan
3.2 Hasil penelitian ditindaklanjuti oleh para stakeholders
3.3 Berkembangnya inovasi-inovasi baru dalam mendorong
terwujudnya kawasan agropolitan berkelanjutan 3.4
Terimplementasikannya teknologi tepat guna hasil penelitian
176 Tabel 38 Kebutuhan stakeholders dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan
KAMM lanjutan
No. Stakeholders
Kebutuhan
4. Masyarakat
Petani 4.1
Tersedianya infrastruktur yang dapat meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasarkan hasil pertanian
4.2 Tersedianya infrastruktur permukiman yang layak bagi
masyarakatpetani 4.3
Tersedianya infrastruktur yang dapat mempermudah perolehan saprodi dengan harga yg terjangkau
4.4. Peningkatan pendapatan
petani 4.5 Terjalinnya kemitraan antara pemerintah, swasta dan
masyarakatpetani 4.6 Produksi
pertanian meningkat
5. DPRD 5.1
Adanya regulasi yang dapat mendorong iklim usaha dan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan
5.2 Adanya alokasi APBD I-II yang dapat menyentuh langsung kehidupan masyarakat di wilayah perdesaan
5.3 Tersedianya pelayanan infrastruktur yang dapat menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
6. LSM 6.1 Terwujudnya kontrol sosial dalam mewujudkan
pembangunan infrastruktur berkelanjutan di KAMM 6.2 Tidak terjadi konflik sosial dimasyarakat akibat
pembangunan infrastruktur 6.3
Penguatan kelembagaan di bidang pengembangan infrastruktur
2 Porsi pembangunan infrastruktur yang tidak seimbang :
Berdasarkan kebijakan yang dituangkan dalam RPJMN 2005-2009 dan PP No. 38 Tahun 2007, serta beberapa perundang-undangan lainnya, bahwa pemerintah
telah membagi kewenangan pembangunan infrastruktur antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, swasta dan masyarakat. Porsi pembangunan yang menjadi
tugas pemerintah pusat adalah membangun infrastruktur yang bersifat strategis
177
177 dan primer, sedangkan pemerintah provinsi dan kabupaten membangun
infrastruktur yang bersifat sekunder, dan infrastruktur yang bersifat tersier dan individual menjadi tugas dari pihak swasta dan masyarakat.
Implementasi di lapangan ditemui bahwa mayoritas pembangunan infrastruktur yang bersifat primer dan sekunder dibangun oleh pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten dengan konstruksi permanen seperti pembangunan jalan poros desa dan antar desa-kota dengan perkerasan aspal, pembangunan saluran
air baku dengan pasangan batu kali, pembangunan sarana pemasaran berupa pasar dan sub terminal agribisnis STA secara permanen. Sedangkan
pembangunan infrastruktur yang bersifat tersier dan individual, seperti jalan usahatani farm-road skala kecil pejalan kaki menuju masing-masing lahan
petani hanya dibuat berupa pematang lahan yang terdiri dari tanah, pembuatan saluran tersier air baku hanya terdiri dari galian tanah di sisi pematang lahan,
serta pembangunan packing house yang tidak permanen. Porsi pembiayaan pembangunan infrastruktur antara yang dibangun oleh
pemerintah dengan swasta dan masyarakat di KAMM kelihatan sangat tidak seimbang karena masih didominasi oleh pembiayaan dari pemerintah. Namun
dari kesepakatan yang telah dituangkan dalam master plan KAMM bahwa porsi pembiayaan ini akan bergeser ke pihak pemerintah kabupaten, swasta dan
masyarakat pasca fasilitasi tiga tahun dari pemerintah pusat.
3 Konflik pelestarian SDA dan Lingkungan : Berdasarkan UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam dan melestarikan lingkungan hidup yang
serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, maka sangat diperlukan peran
dan partisipasi dari seluruh stakeholders, yang meliputi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Kondisi yang ditemui di lapangan, kurangnya peran dan partisipasi pihak swasta dan masyarakatpetani dalam melestarikan sumberdaya alam dan
lingkungan. Kondisi ini terlihat dari dimanfaatkannya lahan-lahan yang berada pada kemiringan tinggi untuk tempat lahan pertanian, yang seharusnya disisakan
untuk daerah konservasi lahan dan pelestarian hutan lindung. Kondisi lainnya
178 yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi lahan, yaitu tidak adanya
usaha pihak masyarakatpetani untuk mengupayakan konservasi melalui pembuatan tanggul-tanggul penahan air berupa teras-teras bangku pada lahan-
lahan dengan kemiringan tinggi. Banyak dijumpai lahan-lahan pertanian pada lereng-lereng gunung merapi-merbabu, dengan alasan efisiensi luas lahan
mengolah lahan kritis tanpa adanya kemauan untuk membuat teras-teras bangku yang bisa menghambat laju aliran air hujan di permukaan lahan pertanian,
sehingga air hujan langsung mengalir ke bawah dan menimbulkan erosi.