33
Gambar 12 Model kawasan agropolitan ”by design” yang banyak digunakan di kawasan transmigrasi.
Kedua, kawasan agropolitan by nature: yaitu kawasan agropolitan yang telah tumbuh dan berkembang secara alamiah tradisional dengan kemampuan dan
sumberdaya yang dimiliki oleh kawasan tersebut.
2.4.4 Tingkat Perkembangan Kawasan Agropolitan
Menurut Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan Deptan 2002, dari segi tingkat perkembangan kawasan agropolitan, dapat digolongkan
menjadi 3 tiga tingkatanstrata, yaitu : a. Pra kawasan agropolitan I, yaitu kawasan-kawasan perdesaan potensial dengan
tingkat perkembangan rendah; b. Pra kawasan agropolitan II, yaitu kawasan-kawasan perdesaan potensial
dengan tingkat perkembangan sedang; c. Kawasan agropolitan, yaitu kawasan-kawasan perdesaan potensial dengan
tingkat perkembangan yang tinggisudah maju. Tingkatanstrata perkembangan kawasan agropolitan ini diukur dengan
indikator-indikator keberadaan dan kecukupan potensi kawasan agropolitan Tabel 1, antara lain: komoditas unggulan, kelembagaan pasar, kelembagaan
Permukiman Penduduk setempat
KETERANGAN
Pusat Wilayah Pengembangan
Pusat Kawasan Pengembangan
Pusat Satuan Permukimsn
Permukimsn Lahan Pertanian
1 Satuan Permukiman SP dihuni oleh 300
- 500 KK
1 Kawasan Pengembangan
SKP terdiri dari 4 -6 SP
1 Wilayah Pengembangan WPP terdiri
dari 4 -10 SKP.
Lahan Konservasi Jalan Desa
Batas Wilayah Pengembangan
Jalan Penghubung Jalan Regional
Batas Kawasan Pengembangan
34 Tabel 1 Pedoman Indikator Tingkat Perkembangan Kawasan Agropolitan
No Indikator Pra Kawasan
Agropolitan I Pra Kawasan
Agropolitan II Kawasan
Agropolitan
1. a.
b. c.
Komoditi Unggulan Satu jenis Komoditi
Lebih dari 1 jenis komoditi Komoditi unggulan produk olahan
a b c
2. a.
b. c.
Kelembagaan Pasar Menampung hasil dari sebagian kecil kawasan
Menampung hasil dari sebagian besar kawasan Menampung hasil dari kawasan dan luar kawasan
a b c
3. a.
b. c.
Kelembagaan Petani Berperan dalam penyediaan sarana pertanian dan
sebagian kecil dalam pengolahan dan pemasaran Berperan dalam penyediaan sarana pertanian,
pengolahan dan pemasaran Berperan dalam penyediaan sarana pertanian,
pengolahan dan pemasaran kebutuhan masyarakat
a b c
4. a.
b. c.
Kelembagaan BPP BPP sebagian Balai Penyuluhan Pertanian
BPP sebagian Balai Penyuluhan Agribisnis BPP sebagian Balai Penyuluhan Pembangunan
a b c
5. 5.1.
a. b.
c. 5.2.
a. b.
c. 5.3.
a. b.
c. Sarana dan Prasarana
Aksesibilitas kedi sentra produksi Sedang
Cukup Baik
Prasarana dan Sarana Umum Sedang
Cukup Baik
Prasarana Sarana Kesejahteraan Sosial Sedang
Cukup Baik
a
a
a b
b
b c
c
c
petani, kelembagaan BPP, prasarana dan sarana. Pra kawasan agropolitan I, pra kawasan agropolitan II, dan kawasan agropolitan pada umumnya difasilitasi oleh
35
Kaw asan Agr opolit an Mandir i Kaw asan Agr opolit an
Pr a Kaw asan Agr opolit an I I Pr a Kaw asan Agr opolit an I
Keber lan j u t an Fasilit asi
Fasilit asi Th
Th -
- 3
3 Fasilit asi
Fasilit asi Th
Th -
- 2
2 Fase
Fase 1
1 Fase
Fase -
- 2
2
Fasilit asi Fasilit asi
Th Th
- -
1 1
pemerintah selama 3 tiga tahun berturut-turut. Setelah masa fasilitasi kawasan tersebut diharapkan menjadi kawasan agropolitan mandiri yang akan
dikembangkan secara swakarya, swadaya, dan swadana oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
2.4.5. Kawasan Agropolitan Mandiri
Kawasan perdesaan potensial yang telah berkembang tinggimaju secara alami melalui kemampuan sendiri, dan kawasan agropolitan yang telah
mendapatkan fasilitasi dari pemerintah melalui dukungan stimulans, diharapkan akan berkembang menjadi kawasan agropolitan mandiri. Menurut Badudu dan
Zain 1996, mandiri memiliki arti berdiri sendiri dalam artian tidak bergantung kepada pihak lain dalam mengerjakan sesuatu atau tidak menyandarkan diri
kepada pihak lain karena sudah dapat berusaha sendiri. Dengan demikian, pengembangan kawasan agropolitan mandiri dapat diartikan sebagai upaya
pembangunan wilayah dan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan agropolitan berdasarkan kemampuan sendiri tanpa menyandarkan atau
tidak bergantung kepada pihak lain, yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya
sistem dan usaha agribisnis di kawasan agropolitan yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, terdesentralisasi, berkelanjutan, dan digerakkan oleh masyarakat.
Strata kawasan agropolitan mulai dari pra kawasan agropolitan I, pra kawasan agropolitan II, kawasan agropolitan, dan kawasan agropolitan mandiri disajikan
pada Gambar 13.
Gambar 13 Strata kawasan agropolitan menurut tingkat perkembangannya.
36 Deutsche Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit
GTZ GmbH 2003, menyusun “Guide to Rural Economic and Enterprise Development”
Guide to REED edisi-1 yang merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk diversifikasi dan inovasi ekonomi perdesaan rural, meningkatkan orientasi
ekonominya dan memberikan nilai tambah pada produk perdesaan. Intensifikasi pertanian, transformasi pertanian dan produk sumberdaya alam akan mendorong
pada terbangunnya kesempatan kerja off farm yang tidak berbasis lahan, meningkatkan perekonomian lokal, memperbesar permintaan pertanian lokal dan
produk pertanian off farm. Oleh karena itu REED bertujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan keterkaitan sektoral antara pertanian produksi, agribisnis dan
aktifitas ekonomi non pertanian lainnya termasuk dengan jasa. Inti dari dokumen Guide to REED adalah 10 kriteriafungsi pokok
cornerstone yang harus diikuti untuk menjamin keberhasilan dan proses pembangunan perdesaan yang mandiri. Sepuluh kriteria kemandirian tersebut
adalah 1 Adanya kemauan politik yang kuat dari para pengambil kebijakan, 2 Terciptanya iklim investasi yang kondusif, 3 Memprioritaskan kebutuhan lokal,
4 Mengaktifkan institusi dan jaringan swasta, 5 Fungsionalisasi dan efektifitas infrastruktur, 6 Akses untuk pasar terbuka, 7 Akses untuk efektifitas dan
efisiensi pelayanan dan sumberdaya, 8 Kapasitas manajemen yang adaptif, 9 Organisasi lokal yang mengutamakan pihak rendah sebagai blok pembangunan,
dan 10 Partisipasi aktif seluruh stakeholders terkait. Salah satu dari 10 kriteriafungsi pokok tersebut adalah fungsionalisasi dan
efektifitas infrastruktur. Infrastruktur memungkinkan bisnis perdesaan mudah mengakses input dan pasar outputnya. Infrastruktur yang dibangun haruslah
mampu meminimumkan biaya pelaksanaan bisnis, dan mampu untuk memfasilitasi proses produksinya. Investasi dalam infrastruktur mendorong
pertumbuhan yang berpihak pada penduduk miskin pro-poor melalui peningkatan akses pada infrastruktur tersebut serta resiko dan biaya transaksi yang
terkait dengan produksi dan distribusi produknya yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas usahanya. Pelaku utama dalam menjamin
berfungsinya infrastruktur efektif dalam rangka menunjang kawasan agropolitan mandiri antara lain : pemerintah pusat dan daerah, swasta dan komunitas