Analisis Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan

213 213 kesulitan dalam menentukan skala prioritas penanganan elemen-elemen tersebut karena tidak mungkin semua elemen dapat ditangani dalam waktu bersamaan karena adanya keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga, sehingga perlu penanganan secara bertahap dengan cara menentukan prioritas infrastruktur yang harus ditangani. Penentuan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan proses hierarkhi analitik analytical hierarchy process-AHP. AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar expert judgment untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan. Prinsip kerja AHP adalah untuk penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarkhi. Urutan prioritas setiap elemen hasil AHP dinyatakan dalam bentuk nilai numerik atau persentase. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan, maka dilakukan penentuan kriteria subsistem yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis AHP penentuan terhadap faktor yang paling penting sampai yang kurang penting terhadap pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan adalah 1 kesesuaian lahan 0,471, 2 aksesibilitas kawasan 0,268, 3 sumberdaya manusia 0,143, 4 teknologi dan energi 0,075, dan 5 pembiayaan 0,044 Gambar 89. Hasil AHP memperlihatkan faktor kesesuaian lahan sangat memegang peranan penting dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan. Hal ini terlihat dari tingginya nilai skoring yang diberikan oleh para pakar yaitu sebesar 0,471 47,1. Di KAMM, hampir seluruh aktivitas ekonomi masyarakat berkaitan dengan sektor pertanian. Aktor yang berperan dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan antara lain pemerintah, petani, pengusaha, koperasi, dan perbankan. Berdasarkan hasil AHP diperoleh skala prioritas kepentingan dari yang paling penting sampai yang kurang penting yaitu 1 pemerintah 0,329, 2 petani 0,295, 3 penguasaha 0,210, 3 koperasi 0,125, dan 5 perbankan 0,042. 214 Gambar 89 Hasil AHP prioritas alternatif pembangunan infrastruktur KAMM. Hasil AHP menunjukkan peran pemerintah 32,9 sangat diharapkan sebagai motivator dan fasilitator dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan, baik pemerintah pusat dan terutama pemerintah daerah. Peran pemerintah kabupaten, dalam hal ini dinas dan instansi terkait, seperti: Dinas Pekerjaan Umum Daerah DPU atau Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kimpraswil, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, dan Dinas Perikanan. - Dinas Pekerjaan Umum berperan dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur penunjang usahatani, pengolahan, dan pemasaran, dan infrastruktur lainnya yang diperlukan dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan. - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA berperan dalam melakukan koordinasi penganggran dan perencanaan pembangunan kawasan serta merumuskan kebijakan tentang pengaturan kejelasan penggunaan lahan untuk pertanian dalam bentuk peraturan daerah Perda. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, dan Dinas Perikanan berperan dalam memfasilitasi, melakukan kontrol, dan menjamin pelayanan ketersediaan input dan teknologi pertanian bermutu, serta memfasilitasi ketersediaan sarana pendukung yang dapat diakses petani secara tepat waktu, dan memfasilitasi penyuluhan yang partisipatif yang berparadigma self-help. FAKTOR FOKUS AKTOR TUJUAN ALTERNATIF 215 215 Tahap berikutnya adalah menetapkan tujuan dari pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan. Berkenaan dengan itu ada lima tujuan yang harus dinilai kepentingannya antara lain perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, peningkatan daya saing, peningkatan pendapatan, dan pembangunan daerah. Hasil AHP menunjukkan bahwa tujuan peningkatan pendapaan merupakan pilihan strategis yang perlu diprioritaskan karena memiliki nilai tertinggi yaitu: 1 peningkatan pendapatan 0,324, dan selanjutnya 2 perluasan lapangan kerja 0,298, 3 perluasan pasar 0,237, 4 peningkatan daya saing 0,091, dan 5 pembangunan daerah 0,051. Kenyataan di lapangan menunjukkan masyarakat petani pada umumnya mempunyai penghasilan yang tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan salah satunya paradigma pembangunan selama ini yang selalu berorientasi pada pembangunan perkotaan dengan membentuk pusat-pusat pertumbuhan untuk menyerap sumberdaya yang ada di perdesaan. Kurangnya pembangunan di perdesaan akan berdampak pada tingkat pendapatan masyarakat yang rendah. Diharapkan dengan berkembangnya agropolitan di kawasan ini yang dicirikan dengan telah berkembangnya agroindustri akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengembangan agroindustri akan memberikan nilai tambah bagi petani dan selain itu agroindustri dapat menyerap tenaga kerja yang terdapat di kawasan ini, sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang cukup signifikan di daerah ini. Pada level 5 lima merupakan hierarki dalam proses pengambilan keputusan untuk menetapkan prioritas alternatif yang dominan dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan. Hasil AHP menunjukkan bahwa alternatif pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan dari yang paling penting sampai yang kurang penting adalah pembangunan infrastruktur penunjang agoindustri sebesar 0,340 dan diikuti oleh pembangunan infrastruktur penunjang pemasaran 0,277, pembangunan infrastruktur penunjang usahatani 0,242 dan pembangunan infrastruktur penunjang permukiman desa 0,140. Hal ini menunjukkan pembangunan infrastruktur penunjang agoindustri paling penting dalam pengembangan KAMM di Kabupaten Magelang. Adanya agroindustri di kawasan ini akan memberikan nilai tambah bagi komoditas pertanian, dapat menyerap produk pertanian di 216 kawasan ini, selain itu dapat menyerap tenaga kerja setempat. Keberadaan agroindustri ini akan memberikan multiplier effect terhadap kawasan ini yang pada akhirnya akan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB daerah ini. Hasil akhir bobot alternatif pembangunan infrastruktur Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu disajikan pada Lampiran 12.

4.6. Sintesa Hasil

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terlihat sintesa hasil pengembangan KAMM pasca fasilitasi pemerintah, menunjukkan keadaan dan hasil-hasil sebagai berikut: 1 Gambaran umum Kinerja Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu: 1 Kondisi umum Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu: dengan kepadatan penduduk 961 jiwakm 2 sudah melampaui batas kepadatan kawasan agropolitan menurut Friedmann dan Douglass 200 jiwakm 2 namun belum termasuk dalam kategori wilayah perkotaan menurut standar Biro Pusat Statistik yaitu dengan penduduk diatas 5.000 jiwa km 2 . Dalam rangka menahan laju kepadatan penduduk di kawasan agropolitan ini perlu digalakkan penyuluhan- penyuluhan tentang keluarga berencana KB, pendidikan dan keterampilan masyarakat, serta pengaturan tentang kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan di tujuh distrikkecamatan yang ada di dalam Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu sehingga tetap terlihat asri dan masih memperlihatkan ciri-ciri dan karakteristik sebuah wilayah perdesaan. Kepadatan Kota Grabag sebagai Kota Tani Utama agropolis yang merupakan distrik terpadat dengan jumlah penduduk 11.906 jiwa perlu diperhatikan agar tidak menjadi wilayah perdesaan yang padat dan kumuh seperti wilayah perkotaan. Jumlah penduduk di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu yang bekerja sebagai petani ada 57,34 , berdasarkan standard Biro Pusat Statistik telah memenuhi persyaratan sebagai kawasan agropolitan di wilayah perdesaan dengan jumlah petani diatas 25 . Kondisi penduduk miskin yang menurun pasca fasilitasi pemerintah, swasta dan masyarakat rata-rata 0,90 tahun, menunjukkan bahwa dengan pengembangan kawasan agropolitan dapat membantu menurunkan angka kemiskinan. Penurunan angka kemiskinan ini bisa terjadi karena : 1 adanya perubahan komoditas dari semula tanaman pangan 217 217 beralih ke komoditas sayuran, yang secara ekonomis lebih menguntungkan, 2 petani mendapat akses langsung menjual hasil pertaniannya kepada pedagang besar dengan membawa langsung hasil pertaniannya ke sub terminal agribisnis, 3 mendapat nilai tambah dari proses pengolahan hasil, 4 efektifitas kegiatan- kegiatan akibat adanya pelatihan-pelatihan teknologi dan keterampilan, dan 5 adanya peran pihak perbankan yang memberikan kredit lunak kepada kelompok tani untuk modal kerja maupun untuk UKM. Tingkat pendidikan masyarakat di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu yang terdiri dari 69,66 tidak tamatbelum SD dan tamat SD, membuat aktivitas usahatani hanya mereka kuasai di tingkat produksi, sedangkan aspek pengolahan hasil dan pemasaran sangat terbatas, sehingga pengembangan sistem dan usaha agribisnis secara keseluruhan tidak berjalan dengan baik, dan bahkan mengalami stagnasi terutama di wilayah hinterland nya. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kawasan Agropolitan Merapi- Merbabu, baik itu potensi agroklimat yang cocok untuk tanaman hortikultura, potensi jenis tanah yang terbentuk oleh proses genesa yang berasal dari endapan dan abu vulkanik gunung api membuat tingkat kesuburan tanah menjadi tinggi, potensi air baku dari aliran sungai dan lereng-lereng bukit, sangat bermanfaat untuk menunjang pertumbuhan tanaman hortikultura. Penyediaan Infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan sistem dan usaha agribisnis meliputi infrastruktur penunjang peningkatan produksi, antara lain: penyediaan air baku, jalan usahatani, gudang saprodi, dan tempat pengumpulan hasil sementara. Infrastruktur penunjang pengolahan hasil, antara lain: packing house, sarana air bersih, cold storage, sarana home industry, sarana pengolah limbah, dan listrik. Infrastruktur penunjang pemasaran hasil antara lain: sub terminal agribisnis, pasar, sarana telekomunikasi dan jalan antar desa-kota. Penyediaan infrastruktur ini masih jauh dari mencukupi baik secara kuantitas maupun kualitas. Infrastruktur merupakan pengungkit terhadap berkembangnya sektor-sektor lain di kawasan agropolitan, sehingga penyediaannya harus didorong sampai mencapai standar pelayanan minimal SPM. Nilai ekonomi infrastruktur di kawasan agropolitan menjadi relatif mahal karena penyebarannya yang cukup