Sub Model Infrastruktur Simulasi Model Pembangunan Infrastruktur KAMM
192
Keterangan: Fr_Just_sap
= fraksi jalan usahatani menunjang saprodi Fkt_prod
= peningkatan faktor produksi Fr_tnm_prod =
fraksi tanaman
produktif fr_pemb_inf
= fraksi pembangunan infrastruktur Fr_Just_Lust
= fraksi jalan usahatani terhadap lahan usahatani Fr_LUST
= fraksi lahan usahatani FR_TNM =
fraksi tanaman
pening_IRGS = peningkatan irigasi
IRGS_EXIST = panjang irigasi tahun 2009
pemb_IRGS = persen peningkatan jaringan irigasi
efk_tan = efektivitas
tanaman pening_keters_saprod= peningkatan ketersediaan saprodi
pening_JUST = peningkatan jalan usahatani
pemb_JUST = persen peningkatan jalan usahatani
JUST_EXIST = panjang jalan usahatani tahun 2009
Pening_STA = peningkatan kapasitas STA
Pemb_STA = kapasitas STA yang dibangun
STA_exist = Kapasitas STA yang ada
JPORS_EXIST = panjang jalan poros yang sudah ada
Pemb_JPORS = pembangunan jalan poros
Pening_JPORS = peningkatan jalan poros
JDESKOT_exis = Jalan desa-kota yang sudah ada
Pemb_JDESKOT = jalan desa-kota yang dibangun pening_JDESKOT = persen peningkatan jalan desa-kota
lj_prod = laju peningkatan produksi sayuran
prod_cabai = produksi bahan baku cabai
prop_cabai = proporsi cabai dari total sayuran
n_SC = nisbah kapasitas pabrik terhadap laju produksi cabai
Pbr_Saos_cabai = kapasitas olah pabrik saos yang dibangun Pemb_Ind
= efek pembangunan industri pengolahan
Gambar 75 Stock flow diagram sub model infrastruktur penunjang usahatani, pemasaran, dan pengolahan hasil.
193
193 Gambar 76
Simulasi jalan usahatani JUST_EXIST dan jaringan irigasi IRGS_EXIST.
Tabel 42 Hasil simulasi perkembangan jalan usahatani dan jaringan irigasi di
KAMM
Tahun Panjang Jalan
Usahatani km Panjang Irigasi
km
2005 70,00 20,30
2010 70,80 21,90
2015 71,60 23,30
2020 72,20 24,50
2025 72,70 25,20
2030 72,90 25,90
Sub model lainnya adalah infrastruktur penunjang pemasaran yang berupa sarana penunjang transportasi pemasaran sayuran. Infrastruktur penunjang
tersebut adalah jalan poros desa, jalan poros desa-kota, dan STA. Jalan poros desa mempermudah dan mempercepat mobilisasi produksi sayuran dari lokasi
pengumpulan di areal kebun menuju STA. Jalan poros desa menuju kota mempermudah dan mempercepat mobilisasi produksi sayuran dari STA menuju
lokasi pemasaran. STA sendiri berfungsi sebagai simpul pengumpulan dan distribusi produk sayuran dari seluruh kawasan agropolitan. Keberadaan jalan
poros desa, jalan poros desa-kota, dan STA tersebut tentu saja sangat mendukung pemasaran produk sayuran dari kawasan agropolitan. Kemudahan dan kecepatan
distribusi sayuran ini juga menunjang terjaganya kesegaran dan kualitas sayuran
2010 2020
2030 20
40 60
JUST_EXIST IRGS_EXIST
Tahun Pan
ja ng k
m
194 yang dipasarkan, sehingga bisa meningkatkan nilai jual di pasaran.
Simulasi penyediaan infrastruktur pendukung pemasaran dalam bentuk jalan poros desa dan jalan poros desa-kota dapat dilihat pada Gambar 77 dan
Tabel 43. Jalan poros desa yang tersebar di seluruh kawasan agropolitan pada tahun 2005 adalah sekitar 30,1 km. Panjang jalan poros desa ini diperkirakan akan
bertambah menjadi 32,3 km pada tahun 2030. Selain itu, jalan poros yang menghubungkan kawasan agropolitan dengan daerah perkotaan pada tahun 2005
memiliki panjang 20,4 km. Jalan ini diperkirakan panjangnya akan menjadi 24,3 km pada tahun 2030.
Gambar 77 Simulasi jalan poros JPORS_EXIST dan jalan penghubung desa - kota JDESKOT_exis.
Tabel 43 Hasil simulasi perkembangan jalan poros dan jalan penghubung
desa-kota di KAMM
Tahun Panjang Jalan Poros
km Panjang Jalan Desa-
Kota km
2005 30,10 20,40
2010 30,80 21,90
2015 31,30 22,90
2020 31,60 23,60
2025 32,00 24,10
2030 32,30 24,30
Infrastruktur penunjang lainnya adalah STA yang memiliki kapasitas 7.450 ton pada tahun 2005 yang akan mengalami peningkatan kapasitas menjadi
01 Jan 2010 01 Jan 2020
01 Jan 2030 10
20 30
JPORS_EXIST JDESKOT_exis
Tahun Pan
ja ng k
m
195
195 9.270 ton pada tahun 2030. Simulasi terhadap kapasitas STA sebagai infrastruktur
penunjang pemasaran disajikan pada Gambar 78 dan Tabel 44.
Gambar 78 Simulasi kapasitas STA STA_exist. Tabel 44 Hasil simulasi perkembangan kapasitas STA di KAMM
Tahun Kapasitas STA ton
2005 7.450 2010 8.370
2015 8.880 2020 9.130
2025 9.190 2030 9.270
Peningkatan infrastruktur penunjang usahatani dan pemasaran ini tentunya harus diikuti dengan peningkatan infrastruktur penunjang pengolahan hasil. Hal
ini diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian yang bisa mendorong kesejahteraan petani di kawasan agropolitan. Komoditas sayuran yang
paling ekonomis untuk ditingkatkan nilai tambahnya di KAMM saat ini adalah cabai merah. Cabai ini bisa diolah terlebih dahulu menjadi cabai serbuk giling
kemasan yang harganya di pasaran bisa lebih tinggi nilainya dibandingkan komoditas mentahnya. Selain itu, daya tahan dan keawetan cabai serbuk giling
kemasan memiliki jangka waktu yang jauh lebih tinggi bisa bertahan sampai 1
2010 2020
2030 2.000
4.000 6.000
8.000
Tahun Ka
p a
sita s to
n
STA_exist
196 tahun dibandingkan komoditas mentahnya. Hal ini bisa menjadi solusi jika
terdapat kelebihan produksi cabai yang tidak dapat dipasarkan dalam bentuk mentah, atau pada saat harga komoditas cabai segar sedang jatuh.
Produksi cabai pada tahun 2005 adalah 17.481 ton diperkirakan akan meningkat menjadi 18.578 ton pada tahun 2030. Hal ini berarti diperkirakan akan
terjadi peningkatan produksi sebesar 44 tontahun Tabel 45. Peningkatan produksi ini menjadi peluang untuk meningkatkan nilai tambah cabai mentah
menjadi produk olahan. Produk olahan bisa ditunjang oleh keberadaan infrastruktur berupa pabrik rumahan home industry hingga industri moderen.
Saat ini di kawasan agropolitan baru bisa dikembangkan industri pada skala rumah tangga yang mengolah cabai mentah menjadi cabai giling kering kemasan
yang nilainya lebih tinggi dibandingkan produk mentahnya. Tabel 45 Simulasi infrastruktur penunjang pengolahan
Tahun Pengolahan Produksi
Cabai Segar
unit ton
2005 10,00 17.480,54
2010 14,00 18.008,43
2015 19,00 18.303,27
2020 23,00 18.483,20
2025 26,30 18.627,52
2030 26,30 18.578,05
Peningkatan produksi cabai yang memerlukan pengolahan lebih lanjut ini mendorong tumbuhnya industri rumahan pengolah cabai mentah menjadi cabai
kering giling kemasan. Simulasi peningkatan infrastruktur penunjang pengolahan hasil ini disajikan pada Gambar 79. Hasil simulasi menunjukkan keberadaan
industri rumahan pengolah cabai mentah yang berjumlah 10 unit pada tahun 2005 akan meningkat dari tahun ke tahun seiring peningkatan produksi cabai. Unit
pengolahan ini diperkirakan akan mencapai 26 unit pada tahun 2030.
197
197 Gambar 79 Simulasi infrastruktur penunjang pengolahan hasil.