Teori Lokasi Alfred Weber

19

2.2.2. Teori Lokasi Alfred Weber

Alfred Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Jika Von Thunen menganalisis lokasi kegiatan pertanian maka Weber menganalisis lokasi kegiatan industri. Weber mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam perumusan modelnya, asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Bidang bahasan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna. 2. Beberapa sumber daya alam seperti air, pasir dan batu-bata tersedia dimana- mana ubiquitous dalam jumlah yang memadai. 3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas. 4. Tenaga kerja tidak ubiquitous tidak menyebar secara merata tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas. Berdasarkan asumsi itu, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu : Biaya transportasi; Upah tenaga kerja; dan Dampak aglomerasi dan Deaglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi dalam kerangka geografis. Dampak aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang. Biaya transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang memodifikasi lokasi. Biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak. Jadi titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. 20 Aglomerasi memberikan keuntungan antara lain berupa: fasilitas seperti tenaga listrik, air, perbengkelan, pemondokan, dan lain-lain. Sering kali pada lokasi seperti ini sudah terdapat pula tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan menurunkan biaya produksi atau kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh semua fasilitas harus dibangun sendiri. Aglomerasi Versi Weber. Aglomerasi adalah pengelompokkan beberapa perusahaan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus industri. Aglomerasi juga bisa dibagi mencadi dua macam, yaitu aglomerasi primer di mana perusahaan yang baru muncul tidak ada hubungannya dengan perusahaan lama dan aglomerasi sekunder jika perusahaan yang baru beroperasi adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk memberi pelayanan pada perusahaan yang lama. Beberapa sebab yang memicu terjadinya aglomerasi : 1 Tenaga kerja tersedia banyak dan banyak yang memiliki kemampuan dan keahlian yang lebih baik dibanding di luar daerah tersebut; 2 Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain; 3 Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi besar, sehingga menimbulkan perusahaan lain untuk menunjang perusahaan yang membesar tersebut; 4 Perpindahan suatu kegiatan produksi dari satu tempat ke beberapa tempat lain; 5 Perusahaan lain mendekati sumber bahan untuk aktifitas produksi yang dihasilkan oleh perusahaan yang sudah ada untuk saling menunjang satu sama lain. Deglomerasi. Deglomerasi adalah suatu kecenderungan perusahaan untuk memilih lokasi usaha yang terpisah dari kelompok lokasi perusahaan lain. Beberapa sebab yang memicu terjadinya deglomerasi: 1 Harga buruh yang semakin meningkat di daerah padat industri; 2 Penyempitan luas tanah yang dapat digunakan karena sudah banyak dipakai untuk perumahan dan kantor pemerintah; 3 Harga tanah yang semakin tinggi di daerah yang telah padat; 4 Sarana dan prasarana di daerah lain semakin baik namun harga tanah dan upah buruh masih rendah.

2.2.3. Teori Lokasi August Losch

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9