150
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa PKL menempati ruang publik dan ruang privat. Ruang publik merupakan ruang milik pemerintah yang
diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat luas, seperti taman atau hutan kota, trotoar, ruang terbuka hijau, lapangan, dan sebagainya, termasuk fasilitas atau
sarana yang terdapat di dalamnya seperti halte, jembatan penyeberangan, dan sebagainya. Ruang privat atau pribadi adalah ruang yang dimiliki oleh individu
atau kelompok tertentu, seperti lahan pribadi pemilik pertokoan, perkantoran, dan sebagainya. Penggunaan ruang-ruang inilah yang akhirnya menimbulkan konflik
kepentingan conflict of interest antara Pemerintah Kota, PKL, masyarakat dan bahkan pemilik ruang privat yang lahannya dipakai untuk PKL. Bentuk
penyelesaian konflik sangat kompleks. Dari sisi pelaku PKL Tabel 79, penempatan usaha di ruang publik dan
privat tersebut dipandang strategis 96,67 . Dari sisi usaha, PKL akan memilih
lokasi yang mendekati pasar atau pembeli. Mereka akan berusaha agar barang atau jasa yang dijual terlihat oleh pembeli.
Tabel 79. Posisi Lokasi Usaha
No. Posisi Usaha
Jumlah Persen
1. Strategis
116 96,67
2. Tidak Strategis
4 3,33
Total 120
100,00
Sumber : Data primer 2011 diolah
Dari aspek pemasaran, mereka akan memilih lokasi-lokasi yang strategis dan menguntungkan di pusat kota atau lokasi aktivitas masyarakat, seperti lokasi
aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya. Dalam teori lokasi disebutkan bahwa bagi pedagang terdapat
kecenderungan untuk berorientasi kepada konsentrasi konsumen dalam menentukan lokasi tempat usaha Djojodipuro, 1992. Sesuai pula dengan yang
dikatakan dalam ilmu manajemen bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan lokasi adalah dekat dengan pasar Umar H, 2005.
5.3.12. Luas Tempat Usaha B13
Analisis berikutnya diarahkan pada luas tempat ruang yang digunakan oleh PKL dalam menjalankan usaha Tabel 80. Dari keseluruhan responden yang
151
dianalisis rata-rata pemanfaatan ruang PKL adalah 4 m
2
. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil analisis Budi 2005 yang mengkaji penyebaran PKL di Tegal
dimana rata-rata pemanfaatan ruang oleh PKL adalah lebih dari 5 m
2
No.
. Perbedaan hasil ini terkait dengan perbedaan tipologi PKL yang dianalisis. Semakin besar
luas ruang yang digunakan maka akan semakin banyak ruang publik atau privat yang terpakai. Dengan kata lain hasil ini berimplikasi strategis bagi pengaturan
ruang yang dapat dipakai PKL dalam menjalankan usahanya. Tabel 80. Luas Ruang yang Digunakan PKL
Luas Lahan m
2
Jumlah Persen
1. ≤ 1
24 26,67
2. 1 - 3
42 46,67
3. 3
54 60,00
Total 120
133,33
Sumber : Data primer 2011 diolah
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mayoritas responden menempati ruang lebih dari 3 m
2
60,00 , menempati ruang 1 sampai 3 m
2
46,67 , dan sisanya kurang dari 1 m
2
. Luas penggunaan ruang ini berhubungan erat dengan sarana dan prasarana PKL. Budi 2005 menemukan hubungan yang signifikan
antara sarana dagang dengan luas ruang. Implikasinya adalah dalam peraturan daerah perlu diperhitungkan jenis sarana dagang dan luas tempat agar dapat
dibatasi jumlah PKL yang menempati suatu lokasi.
5.3.13. Penilaian terhadap Kondisi Kebersihan B14
Pemanfaatan ruang untuk aktivitas PKL berhubungan dengan kondisi kebersihan sekitarnya. Terdapat pandangan umum bahwa PKL menyebabkan
lingkungan yang kotor dan mengurangi estetika wajah kota. Kondisi kebersihan juga berhubungan dengan rentan-tidaknya pelaku PKL terhadap penyakit.
Untuk menguji pandangan ini maka dilakukan penilaian terhadap kondisi kebersihan untuk aktivitas PKL yang dilakukan oleh petugas survei dengan
melakukan pengamatan kondisi sekitar usaha dan kondisi usaha PKL tanpa sepengatahuan PKL. Hasil analisis kondisi kebersihan aktivitas PKL disajikan
pada Tabel 81.
152
Tabel 81. Kondisi Kebersihan
No. Kondisi Kebersihan
Jumlah Persen
1. Bersih
31 25,83
2. Kotor
89 74,17
Total 120
100,00
Sumber : Data primer 2011 diolah
Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas PKL dikategorikan kotor 74,17 . Hasil ini berimplikasi penting bagi strategi penataan PKL yang membutuhkan
keterlibatkan beberapa pihak secara langsung seperti Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan terutama untuk memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap
masalah kebersihan dan kesehatan. Dalam konteks ini, Mehrotra and Mario 2002 menemukan bahwa masalah kesehatan PKL memerlukan intervensi publik
yaitu perhatian dari otoritas kota untuk memberikan bimbingan kepada PKL.
5.3.14. Keberadaan Usaha di Tempat Lain