Luas Tempat Usaha B13 Penilaian terhadap Kondisi Kebersihan B14

150 Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa PKL menempati ruang publik dan ruang privat. Ruang publik merupakan ruang milik pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat luas, seperti taman atau hutan kota, trotoar, ruang terbuka hijau, lapangan, dan sebagainya, termasuk fasilitas atau sarana yang terdapat di dalamnya seperti halte, jembatan penyeberangan, dan sebagainya. Ruang privat atau pribadi adalah ruang yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu, seperti lahan pribadi pemilik pertokoan, perkantoran, dan sebagainya. Penggunaan ruang-ruang inilah yang akhirnya menimbulkan konflik kepentingan conflict of interest antara Pemerintah Kota, PKL, masyarakat dan bahkan pemilik ruang privat yang lahannya dipakai untuk PKL. Bentuk penyelesaian konflik sangat kompleks. Dari sisi pelaku PKL Tabel 79, penempatan usaha di ruang publik dan privat tersebut dipandang strategis 96,67 . Dari sisi usaha, PKL akan memilih lokasi yang mendekati pasar atau pembeli. Mereka akan berusaha agar barang atau jasa yang dijual terlihat oleh pembeli. Tabel 79. Posisi Lokasi Usaha No. Posisi Usaha Jumlah Persen 1. Strategis 116 96,67 2. Tidak Strategis 4 3,33 Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 diolah Dari aspek pemasaran, mereka akan memilih lokasi-lokasi yang strategis dan menguntungkan di pusat kota atau lokasi aktivitas masyarakat, seperti lokasi aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya. Dalam teori lokasi disebutkan bahwa bagi pedagang terdapat kecenderungan untuk berorientasi kepada konsentrasi konsumen dalam menentukan lokasi tempat usaha Djojodipuro, 1992. Sesuai pula dengan yang dikatakan dalam ilmu manajemen bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan lokasi adalah dekat dengan pasar Umar H, 2005.

5.3.12. Luas Tempat Usaha B13

Analisis berikutnya diarahkan pada luas tempat ruang yang digunakan oleh PKL dalam menjalankan usaha Tabel 80. Dari keseluruhan responden yang 151 dianalisis rata-rata pemanfaatan ruang PKL adalah 4 m 2 . Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil analisis Budi 2005 yang mengkaji penyebaran PKL di Tegal dimana rata-rata pemanfaatan ruang oleh PKL adalah lebih dari 5 m 2 No. . Perbedaan hasil ini terkait dengan perbedaan tipologi PKL yang dianalisis. Semakin besar luas ruang yang digunakan maka akan semakin banyak ruang publik atau privat yang terpakai. Dengan kata lain hasil ini berimplikasi strategis bagi pengaturan ruang yang dapat dipakai PKL dalam menjalankan usahanya. Tabel 80. Luas Ruang yang Digunakan PKL Luas Lahan m 2 Jumlah Persen 1. ≤ 1 24 26,67 2. 1 - 3 42 46,67 3. 3 54 60,00 Total 120 133,33 Sumber : Data primer 2011 diolah Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mayoritas responden menempati ruang lebih dari 3 m 2 60,00 , menempati ruang 1 sampai 3 m 2 46,67 , dan sisanya kurang dari 1 m 2 . Luas penggunaan ruang ini berhubungan erat dengan sarana dan prasarana PKL. Budi 2005 menemukan hubungan yang signifikan antara sarana dagang dengan luas ruang. Implikasinya adalah dalam peraturan daerah perlu diperhitungkan jenis sarana dagang dan luas tempat agar dapat dibatasi jumlah PKL yang menempati suatu lokasi.

5.3.13. Penilaian terhadap Kondisi Kebersihan B14

Pemanfaatan ruang untuk aktivitas PKL berhubungan dengan kondisi kebersihan sekitarnya. Terdapat pandangan umum bahwa PKL menyebabkan lingkungan yang kotor dan mengurangi estetika wajah kota. Kondisi kebersihan juga berhubungan dengan rentan-tidaknya pelaku PKL terhadap penyakit. Untuk menguji pandangan ini maka dilakukan penilaian terhadap kondisi kebersihan untuk aktivitas PKL yang dilakukan oleh petugas survei dengan melakukan pengamatan kondisi sekitar usaha dan kondisi usaha PKL tanpa sepengatahuan PKL. Hasil analisis kondisi kebersihan aktivitas PKL disajikan pada Tabel 81. 152 Tabel 81. Kondisi Kebersihan No. Kondisi Kebersihan Jumlah Persen 1. Bersih 31 25,83 2. Kotor 89 74,17 Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 diolah Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas PKL dikategorikan kotor 74,17 . Hasil ini berimplikasi penting bagi strategi penataan PKL yang membutuhkan keterlibatkan beberapa pihak secara langsung seperti Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan terutama untuk memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap masalah kebersihan dan kesehatan. Dalam konteks ini, Mehrotra and Mario 2002 menemukan bahwa masalah kesehatan PKL memerlukan intervensi publik yaitu perhatian dari otoritas kota untuk memberikan bimbingan kepada PKL.

5.3.14. Keberadaan Usaha di Tempat Lain

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9