208 Penelitian. Hasil wawancara tersebut selanjutnya disintesis untuk mendapatkan
bobot faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengelolaan PKL secara optimal di kota Bogor.
8.1.1 Faktor Eksternal
a. Peluang Opportunity
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, beberapa faktor diidentifikasi sebagai peluang dalam pengelolaan PKL di kota Bogor. Peluang-peluang
tersebut mencakup keberadaan Perda tentang PKL, ketersediaan SDM, kontribusi PKL pada PAD, ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau,
ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan. Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode
perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada Tabel 125.
Tabel 125. Hasil Perhitungan Bobot Faktor Eksternal Peluang
Peluang VE
VP VA
VB λ-
Max CI
RI CR
Keberadaan Perda tentang PKL
2,06 0,29
4,29 14,86
6,51 0,10
1,40 0,07
Ketersediaan SDM 0,86
0,12 0,98
8,16 Kontribusi PKL pada
PAD 1,70
0,24 3,04
12,78 Ketersediaan barang
dan jasa dengan harga terjangkau
0,47 0,07
0,21 3,25
Ketersediaan lembaga keuangan mikro
0,44 0,06
0,31 4,98
Kontribusi terhadap pengentasan
kemiskinan 1,60
0,22 2,54
11,31 7,13
1,00 39,05
Sumber : Data primer, 2011 diolah, n = 8 responden Keterangan :
CR = Konsistensi rasio, CR 0,1 menunjukkan konsistensi yang baik, CR 0.1 menunjukkan data perlu direvisi
VE = Perkalian baris VP = Vektor prioritas atau vektor Eigen.
VA = Vektor antara VB = Vektor baris
λ
max
= Nilai Eigen maksimum CI = Indeks konsistensi
CR = Rasio Konsistensi
209 Hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio CR sebesar 0.07
yang berarti bahwa data pengisian kuisioner dari responden cukup konsisten sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat. Revisi pendapat dilakukan
apabila nilai CR 0,1, dengan pengulangan pengisian kuesioner atau melakukan pengolahan data adjustment Saaty, 1983.
Hasil analisis pembobotan faktor eksternal yang memberikan peluang menunjukkan bahwa keberadaan Perda tentang PKL mendapatkan bobot relatif
tertinggi 0,29 dibandingkan faktor lainnya. Urutan bobot relatif lainnya adalah kontribusi PKL pada PAD 0,24, kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan
0,22, ketersediaan SDM 0,12, ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau 0,07, dan ketersediaan lembaga keuangan mikro 0,06.
Keberadaan Perda tentang PKL 0,29 adalah peluang yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola PKL di kota Bogor. Perda PKL yang saat ini
digunakan adalah Perda No. 13 Tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Keberadaan Perda ini didukung dengan adanya Surat Keputusan Walikota
Bogor Nomor 511.23.45.237 tentang Penunjukan Lokasi dan Penataan PKL. Kedua perangkat legal ini masih didukung dengan Perda Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 1999-2000 dimana kota Bogor memiliki fungsi sebagai kota perdagangan, kota industri dan kota pemukiman,
kota wisata ilmiah, dan kota pendidikan. Peluang kedua adalah kontribusi PKL pada PAD 0,24. Beberapa hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa PKL memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap PAD. Merujuk pada data Disperindagkop tahun 2005, jumlah
PKL di Kota Bogor mencapai 10 ribu orang. Jumlah tersebut dewasa ini diperkirakan telah bertambah.
Meski jumlahnya sangat banyak, kontribusi mereka terhadap PAD sangat kecil, padahal mereka dikenakan setoran Rp 2.000,- sampai Rp 3.000,- setiap hari.
Dengan jumlah PKL sebanyak 10 ribu orang, maka jumlah setoran mencapai Rp 30 juta per hari atau Rp 900 juta per bulan atau dapat mencapai lebih dari Rp 10
miliar per tahun. Sejak 30 September 2009, legalitas PKL di kota Bogor sudah dicabut sesuai
Perda No. 13 tahun 2005 tentang PKL. Sejak saat itu, Dinas Pendapatan,
210 Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DPPKAD Kota Bogor tidak lagi
memungut retribusi PKL. Sejauh ini retribusi yang dibayarkan ternyata dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Apabila Pemerintah Kota Bogor mampu
mengumpulkan serta mengelola dengan baik dan benar maka jumlah ini tentunya sangat signifikan untuk pembangunan kota Bogor..
Terkait dengan pengentasan kemiskinan, PKL turut berpeluang dalam program pengentasan kemiskinan 0,22. Mitullah 2003 menyatakan bahwa
PKL berperan penting sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja sehingga dapat meminimalkan dampak sosial. Widodo 2006 menemukan bahwa sektor
informal berkontribusi positif pada pembangunan DIY melalui peningkatan output
, penyediaan lapangan kerja, dan pendapatan masyarakat. Dalam penelitiannya di Dhaka City, Akharuzzama, et al 2010 menemukan bahwa PKL
adalah sektor perdagangan urban penting di Dhaka City. Semua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PKL mampu memberikan peluang dalam menciptakan
pendapatan bagi para pelakunya. Ketersediaan SDM 0,12 di lingkungan pemerintah kota Bogor adalah
sumber peluang lain bagi strategi pengelolaan PKL. Saat ini terdapat bebeberapa instansidinas yang terlibat langsung dalam pengelolaan PKL di kota Bogor yaitu
Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Disperindagkop, Dinas Tata Kota dan Pertamanan DTKP, Dinas
Kebersihan dan Lingkungan Hidup DLHK, serta Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DLLAJ.
PKL mampu menyediakan barang dan jasa dengan harga terjangkau 0,07 bagi sebagian komunitas kota. PKL merupakan salah satu penggerak roda
perekonomian, karena memberikan kontribusi positif dalam menjalankan aktivitas transaksi keuangan antara penjual pedagang dengan pembeli konsumen.
Dengan harga yang murahterjangkau dan mutu barang yang bagus kaki lima menjadi salah satu alternatif untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Peluang terakhir adalah ketersediaan lembaga keuangan mikro 0,06 yang memberikan peluang pendanaan bagi PKL agar dapat bertransformasi dari sektor
informal ke sektor formal. Dalam dua dasawarsa terakhir keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode
211 untuk mengatasi kemiskinan. Di Indonesia posisi keuangan mikro dalam tataran
wacana dan kebijakan masih marjinal meski sebenarnya keuangan mikro memiliki sejarah yang amat panjang. Beberapa waktu lalu wacana keuangan
mikro kembali diangkat seiring perhatian yang semakin besar untuk mencari pendekatan alternatif dalam menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan
ekonomi rakyat yang peran strategisnya semakin diakui Krisnamurthi, 2002.
b. Ancaman Threath