45 pajak propinsi dibagi-hasilkan kepada kabupatenkota, dengan proporsi disajikan
pada Tabel 6. Tabel 6. Bagi Hasil Pajak Propinsi
No Jenis Pajak
Propinsi Kabkota
1 Pajak Kendaraan Bermotor
70 30
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
70 30
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
30 70
4 Pajak Air Permukaan
50 50
5 Pajak Rokok
30 70
Sumber : UU 32 2004
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus-menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan
beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan di-earmark untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh
pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturan earmarking tersebut adalah: a. Sebesar 10 dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan
untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan serta peningkatan sarana transportasi umum.
b. Sebesar 50 dari penerimaan Pajak Rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
c. Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan penerangan jalan.
Dengan penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik, iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda
pungutan daerah yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari.
2.5. Pemberdayaan Masyarakat
Perhatian terhadap inisiatif pengembanganpemberdayaan masyarakat bukanlah model pembangunan baru. Inisiatif pengembangan masyarakat sendiri
dapat dirunut kembali ke tahun 1920-an, dimana pilot project Etawah, India, telah menggunakan konsep pengembangan masyarakat untuk pembangunan
komunitasnya pasca pemerintahan kolonial. Selanjutnya program pengembangan masyarakat ini telah menyebar di negara-negara berkembang selama tahun 1950-
46 an, tetapi pada pertengahan tahun 1960-an mulai ditinggalkan karena sejumlah
kegagalan Korten, 1996. Menurut Korten 1996 kegagalan ini disebabkan oleh beberapa hal di
antaranya adalah : 1 kurangnya perhatian terhadap kontrol aset dan hambatan struktural penduduk miskin, 2 program dan target pengembangan masyarakat
diformulasikan secara terpusat tricle down process dan dijalankan melalui struktur birokrasi konvensional sehingga kurang mendapatkan perhatian
masyarakat dan 3 kurangnya usaha pemerintah untuk mengembangkan independensi, keterlibatan, kemandirian dan keswadayaan masyarakat sebagai
target pembangunan. Dengan kata lain bahwa kegagalan praktik pengembangan masyarakat lebih disebabkan kegagalan dalam menterjemahkan konsep
pengembangan masyarakat dalam implementasi riil oleh pemerintah. Pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an, keadilan dan partisipasi telah menjadi
bagian dari agenda pembangunan internasional. Teori maupun konsep pembangunan yang menyangkut perbaikan-perbaikan kehidupan masyarakat di
bidang ekonomi, sosial, politik maupun lingkungan hidup telah banyak mengalami perubahan yang mendasar. Konsekuensinya, perencanaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di tingkat lokal maupun regional pada masa sekarang telah banyak mengalami pergeseran yang fundamental
Hilman, 2004. Dalam paradigma baru pembangunan sekarang, kekuasaan pemerintah
seharusnya semakin dibatasi hanya pada bidang public goods dan bidang-bidang dimana pihak swasta dan masyarakat tidak punya insentif untuk melakukannya.
Dengan paradigma pembangunan tersebut, telah berlangsung perubahan ke arah perbaikan secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Dari hasil pergeseran
tersebut dapat disimpulkan bahwa penekanan hakiki tujuan pembangunan adalah tercapainya pemerataan equity, pertumbuhan eficiency, dan keberlanjutan
sustainability dalam pembangunan ekonomi yang lebih berkualitas. Paradigma baru pembangunan ini mengacu kepada apa yang disebut dalil
kedua fundamental ekonomi kesejahteraan The second fundamental welfare economics
, dimana sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang diinginkan melalui cara transfer,
47 perpajakan dan subsidi, sedangkan aspek ekonomi selebihnya dapat diserahkan
kepada persaingan melalui mekanisme pasar. Dengan demikian, penterjemahan dan dalil tersebut kepada paradigma baru pembangunan sejalan dengan
diberlakukannya otonomi daerah Hilman, 2004. Pengalaman empirik menunjukkan bahwa ketidakseimbangan dalam investasi
keempat kapital natural, physical, human, dan social capital dapat menimbulkan kesenjangan tingkat kehidupan dalam masyarakat yang pada gilirannya akan
menjadi sumber dari krisis ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, paradigma baru ini lebih menekankan kepada proses-proses partisipatif dan
kolaboratif participatory and collaborative processes yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan material, termasuk meningkatnya keadilan
dalam distribusi kekuasaan, pengelolaan dan manfaat pembangunan dalam rangka mewujudkan kebebasan dan kemandirian masyarakat banyak.
Menurut Sam Landon 1998, dasar penggunaan model pengembangan masyarakat berakar dari beberapa premis utama. Premis tersebut menunjukkan
bahwa dalam hubungan antara pemerintahan dan masyarakat, pendekatan berbasis masyarakat dan lokal berpotensi untuk :
a. Membuat masyarakat memiliki posisi yang lebih baik untuk merespon dan beradaptasi dengan kondisi ekologi dan sosialnya dan lebih dapat
menunjukkan kepentingan dan preferensinya. b. Lebih mengetahui proses dan praktik-praktik manajemen.
c. Lebih mampu memobilisasikan sumberdayanya melalui akses dan manajemen yang adaptif.
d. Lebih mampu dalam proses pengambilan keputusan bagi kebutuhan hidupnya.
Lebih lanjut, Sam Landon 1998 menyatakan bahwa disamping potensinya, model pengembangan masyarakat juga memiliki resiko dan kendala. Masyarakat
umumnya merupakan kesatuan heterogen berbeda dalam hal jenis kelamin, umur, kondisi ekonomi, status sosial, grup politik, dan sebagainya. Dimana mereka
saling berkompetisi dan memiliki konflik kepentingan masing-masing. Bagi Indonesia, dengan diberlakukannya UU No. 22 dan UU No. 25 tahun
1999 mengenai Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
48 Daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-
wilayah. Kebijaksanaan desentralisasi melalui otonomi daerah sebenarnya memberi isyarat tentang pentingnya pendekatan pembangunan berbasis
pemberdayaan dalam rangka pengembangan masyarakat lokal locality development
dan wilayah regional development dibanding dengan pendekatan sektoral dan terpusat. Dengan kata lain, kebijakan otonomi daerah mendorong
dilakukannya pengembangan masyarakat lokal dan wilayah. Paradigma baru pengembangan di tingkat lokal dan wilayah pada saat ini
didasarkan kepada prinsip-prinsip pembangunan yang menekankan aspek-aspek berikut:
1. Mengutamakan peran-serta participation masyarakat dan memprioritaskan
untuk menjawab kebutuhan hidup masyarakat setempat. Pemerintah sebaiknya lebih berperan sebagai fasilitator pembangunan daripada sebagai
inisiator dan pelaksana. 2.
Menekankan aspek proses interaktif dibandingkan pendekatan-pendekatan yang menghasilkan “produk-produk” perencanaan berupa master plan dan
sejenisnya. 3.
Para pihak stakeholders yang berinteraksi bekerjasama secara kolaboratif dengan kedudukan yang setara, dan bebas dan hierarki birokrasi.
Sasaran utama pengembangan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan dan anak-anak, juga masyarakat lain
yang terabaikan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Tahapan-tahapan umum yang
digunakan dalam proses pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut. Tahap 1. Seleksi wilayah
Tahap 2. Sosialisasi pengembangan masyarakat Tahap 3. Proses pengembangan masyarakat, yang terdiri dari:
Kajian keadaan pedesaan partisipatif Pengembangan kelompok
Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan Monitoring dan evaluasi partisipatif
49 Tahap 4. Pemandirian masyarakat
1. Seleksi Wilayah
Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait, dan masyarakat. Penetapan kriteria ini
penting agar tujuan lembaga dalam pengembangan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin.
2. Sosialisasi Pengembangan Masyarakat
Sosialisasi pengembangan masyarakat adalah suatu kegiatan yang sangat penting untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat.
Sosialisasi pengembangan masyarakat dapat membantu meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses
sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat di dalam program.
3. Proses Pengembangan Masyarakat
Maksud pemberdayakan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya tujuan
umum. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama dilibatkan dalam :
a. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang.
b. Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian.
c. Menerapkan rencana kegiatan kelompok.
d. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus-menerus
Monitoring dan Evaluasi Partisipatif . Pelaksanaan tahap-tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat proses
yang diulangi terus-menerus. Pengembangan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi
pengalaman dan pengetahuan. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan- kegiatan khusus yang berjalan bersamaan dengan kegiatan lain. Berkaitan dengan
pengembangan masyarakat untuk mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya, maka arah pendampingan kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar
benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya. Dalam semua kegiatan sering dimanfaatkan teknik dan alat visualisasi yang
50 mendukung diskusi antara masyarakat dan memudahkan proses pengembangan
masyarakat. Melalui teknik-teknik tersebut, diharapkan bahwa proses kajian, penyusunan rencana kegiatan, penerapan, monitoring dan evaluasi dilakukan
secara sistematis. Teknik-teknik kajian yang sering digunakan antara lain Participatory Rural Appraisal
PRA. Monitoring dan evaluasi merupakan suatu tahap yang sangat penting untuk memperbaiki proses secara terus-menerus agar
tujuan dapat tercapai. Aspek-aspek yang dimonitor dan dievaluasi meliputi proses, pencapaian dan dampak proses pengembangan masyarakat.
Dengan perubahan paradigma pembangunan di atas, model pengembangan masyarakat semakin banyak diadopsi oleh peneliti dalam upaya mengembangkan
komunitas. Model ini digunakan untuk pengembangan masyarakat mulai dari masyarakat industri, kehutanan, pedesaan, pertanian, nelayan, maupun manajemen
sumber daya alam. Ashby dan Sperling 1995, Child 1996, Colchester 1994, Corbridge dan Jewitt 1997 telah menggunakan model pengembangan
masyarakat untuk melibatkan masyarakat dalam sistem manajemen hutan. Davos 1998, Christie dan White 1997, ICLRAM dan NSC 1997 telah menggunakan
model ini untuk menganalisis manajemen masyarakat nelayan dan perikanan. Gubbels 1997, Hirashima dan Gooneratne 1998 telah menggunakan
pendekatan ini untuk pengembangan masayarakat tani dan pedesaan. Terakhir, Dhai 1994 dan Farringtton 1996 telah menggunakan pendekatan ini untuk riset
dan manajemen sumber daya alam. Secara umum, peneliti di atas menyimpulkan bahwa model pengembangan masyarakat masih applicable sampai saat ini
sepanjang pendekatan yang digunakan tepat. 2.6. Strategi Pemberdayaan
Strategi adalah suatu perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana organisasi akan mencapai semua tujuan yang telah
ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan Rangkuti, 1999. Pearce dan Robinson 1997 mendefinisikan strategi sebagai suatu perencanaan, cara, pola,
posisi dalam lingkungan organisasi, dan prospektif. Menurut Jauch dan Glueck 1995, manajemen strategik adalah seni dan
ilmu dari pembuatan, penerapan dan evaluasi keputusan-keputusan strategik antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan
51 masa datang. Untuk mengatasi masalah-masalah strategik perlu berpikir secara
strategik yang muncul seiring dengan berkembangnya perusahaanorganisasi. Karakteristik dari manajemen strategik adalah : 1 berorientasi pada masa depan,
2 biasanya berhubungan dengan unit bisnis yang sangat kompleks, 3 memerlukan perhatian dari manajemen puncak, 4 akan mempengaruhi
kemakmuran jangka panjang dari perusahaan dan 5 melibatkan pengelolaan sejumlah besar sumber-sumber daya perusahaan.
Lebih lanjut, Kotler 2000 mendefinisikan manajemen strategik sebagai seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
keputusan-keputusan lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi mencapai sasarannya. Manajemen strategik adalah ilmu yang memadukan
manajemen pemasaran, keuangan, produksioperasi, informasi, penelitian dan pengembangan untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Menurut Jauch dan William 1995, manajemen strategik terdiri dari tiga tahapan yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
Lebih lanjut, dinyatakan bahwa formulasi strategik mencakup pengembangan misi bisnis, identifikasi peluang dan ancaman, menentukan kekuatan dan kelemahan,
menetapkan sasaran jangka panjang, menyusun alternatif strategi dan memilih strategi tertentu. Implementasi strategik merupakan tindakan dalam strategi
manajemen yang antara lain menetapkan sasaran tahunan dan kebijakan, memotivasi karyawan, mengalokasikan sumber daya secara efektif. Implementasi
strategik dilaksanakan pada tiga tingkat hirarki dalam organisasi yaitu di tingkat organisasi, unit bisnis, dan tingkat fungsional. Evaluasi strategik merupakan tahap
akhir dalam manajemen strategik, dimana terdapat tiga kegiatan utama : 1 mengevaluasi faktor internal dan eksternal yang didasarkan pada strategi saat ini,
2 mengukur kinerja, dan 3 mengadakan perbaikan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan.
Jauch dan William 1995 membagi strategi menjadi tiga tingkatan dalam struktur organisasi yaitu strategi tingkat organisasi, strategi tingkat unit binis dan
strategi tingkat fungsional. Strategi tingkat organisasi menggambarkan arah yang menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai
bidang usaha, untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan.
52 Strategi ini biasanya dibuat sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha
dan strategi fungsional yang disusun. Strategi tingkat unit bisnis menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam suatu industri atau segmen
pasar. Strategi tingkat fungsional menciptakan kerangka kompleks kerja untuk manajemen fungsi seperti produksi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya
manusia. Berpikir strategik memerlukan beberapa tahapan. Menurut Jauch dan William
1995, tahapan berpikir strategik meliputi lima hal yaitu : 1 identifikasi masalah, 2 pengelompokan masalah, 3 proses abstraksi, 4 penentuan metode
pemecahan masalah, dan 5 perencanaan untuk implementasi. Selanjutnya David 1999 menyatakan bahwa dalam identifikasi masalah
dilakukan identifikasi masalah-masalah strategik yang muncul dengan melihat gejala-gejala yang mengikutinya. Pengelompokan masalah dilakukan dengan
mengelompokkan masalah sesuai dengan sifatnya. Proses abstraksi dilakukan dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang paling penting dari tiap
kelompok, kemudian melakukan analisa terhadap masalah tersebut dalam rangka mencari faktor penyebab timbulnya masalah. Penentuan metode yang paling tepat
untuk menyelesaikanmemecahkan masalah yang telah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya. Perencanaan untuk implementasi yaitu produk, pemasok atau
penyandang dana.
2.7. Lingkungan Eksternal dan Internal