233
Penataan lokasi PKL.
Strategi ini dicapai dengan penetapan kawasan-kawasan khusus yang diperbolehkan untuk aktivitas PKL. Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor No.
511.23.45.146 Tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008 telah ditetapkan daftar lokasi pembinaan dan penataan usaha PKL, namun belum mencantumkan jumlah PKL
maksimal yang diperbolehkan di kawasan tersebut. Konsistensi pelaksanaan strategi ini sangat diperlukan sehingga ada kepastian bahwa apa yang sudah
diputuskan benar-benar dijalankan. Lokasi sebagaimana dimaksud dalam keputusan Walikota Bogor di atas,
masih menceminkan lokasi yang umum terjadi untuk sebuah lokasi PKL, yaitu kumuh, kotor becek dan semrawut. Dengan demikian penetapan lokasi tersebut
perlu ditindak lanjuti dengan penataan ruang dan infrastrukturnya. Disamping itu perlu di bentuk suatu entitas sendiri yang dapat mengelola masing-masing lokasi
tersebut dan dapat mereduksi penambahan PKL yang terus menerus Over capacity. Hal sama untuk lokasi-lokasi yang tidak termasuk dalam Keputusan
Walikota di atas, namun di bawah kapasitas, dan masih bisa ditolerir keberadaan PKL perlu dilakukan penataan ruang dan infrastrukturnya.
Sedangkan untuk lokasi yang sudah tidak bisa ditolelir lagi maka tidak ada jalan lain harus di relokasi , apakah ketempat yang sudah ada atau ke tempat yang
baru. Strategi ini akan terlaksana dengan baik apabila pemda sudah punya data PKL serta melakukan dialog yang intensif.
8.2.2 Alternatif Strategi Lainnya
Selain strategi yang telah diuraikan di atas, terdapat strategi-strategi lain sebagai alternatif, yaitu :
Pembangunan pasar sentra kaki lima.
Strategi ini dihadapkan pada kendala terbatasnya alokasi lahan untuk PKL di kota Bogor. Alternatif strategi ini dapat dicapai apabila Pemkot Bogor
mengalokasikan dana khusus untuk pembelian lokasi pembangunan pasar sentra kaki lima. Lokasi yang potensial adalah eks gedung Muria atau eks Gedung Film
Merdeka. Strategi ini harus disertai dengan relokasi ke tempat tersebut dengan
mekanisme yang berpihak pada PKL. Mekanisme tersebut dapat berupa
234 penyediaan angkutan gratis seperti yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah,
kepastian PKL mendapatkan lapak, bantuan dana untuk memulai usaha di tempat baru, dan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung usaha PKL seperti
yang dilakukan di Blitar.
Konsolidasi program pemodalan dan perkreditan.
Strategi ini adalah peran yang harus dimainkan secara intensif oleh Pemerintah Kota Bogor. Pemikiran yang mendasarinya adalah sebagai berikut :
Pertama, dalam melakukan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, terdapat tiga pelaku ekonomi yaitu masyarakat, pemerintah, sektor swasta atau privat.
Ketiganya harus dapat bekerja sama, saling membagi fungsi. Fungsi pemerintah adalah menfasilitasi kegiatan usaha kerakyatan. Kedua, rendahnya akses PKL
pada kredit perbankan atau lembaga finansial disebabkan oleh faktor internal perbankan, internal PKL, dan regulasi yang menyebabkan derajat keleluasaan
perbankan dalam menyalurkan kredit kepada PKL tidak begitu besar. Ketiga, meskipun dalam beberapa media massa sering diungkapkan bahwa usaha mikro
akan menjadi target perbankan, dalam kenyataan perbankan masih menganggap usaha mikro mempunyai resiko yang tinggi. Keempat, aspek lain yang
menyebabkan tingginva resiko penyaluran kredit pada usaha mikro berkaitan dengan regulasi Bank Indonesia. Perbankan hanya dapat menerima sertifikat tanah
dan bangunan sebagai bentuk agunan yang dapat menjadi pengurang PPAP Penghapusan Penyusutan Aktiva Produktif. Di sisi lain, sebagian besar usaha
mikro di Indonesia tidak merniliki agunan seperti yang dipersyaratkan oleh regulasi Bank Indonesia. Perbankan lebih memilih menyimpan dalam bentuk
Sertifikat Bank Indonesia SBI. Dari empat dasar pemikiran di atas jelas bahwa pemerintah mempunyai peran
signifikan dalam mengkoordinasikan program permodalan dan kredit bagi usaha mikro, khususnya PKL. Untuk menjalankan strategi tersebut, beberapa program
yang dapat dilakukan adalah : 1 penyediaan informasi sumber-sumber pembiayaan, 2 menjembatani akses ke sumber pembiayaan tersebut, 3
menyediakan pendampingan advisory role, baik dari segi penyusunan kelayakan usaha, kewirausahaan, pemasaran maupun dari aspek teknis-manajerial, 4
menjaga iklim eksternal yang kondusif untuk dunia usaha.
235
Pengendalian dan pengawasan berkesinambungan dan terpadu.
Konsistensi dalam pengendalian dan pengawasan terhadap aktivitas PKL diperlukan agar aktivitas tersebut dapat ter-managable. Upaya ini dapat dilakukan
apabila ada keseriusan dari pihak-pihak terkait dalam mengelola PKL sehingga tidak menjadikannya sebagai komoditas untuk kepentingan politis praktis dan
lahan korupsi melalui pungutan liar. Harus ada kejelasan tugas dan wewenang setiap stakeholder dalam mengawasi PKL sehingga tidak ada tumpang-tindih
dalam pelaksanaannya. Takim 2011 menemukan bahwa kontrol yang efektif berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan klasik sektor informal.
Pelatihan-pelatihan ekonomi, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain.
Alternatif strategi ini akan membantu kelemahan PKL dalam permasalahan ekonomi, hukum dan kesejahteraan sosial. Mehrotra and Mario 2002
menemukan bahwa rendahnya level pendidikan dan masalah kesehatan pekerja informal memerlukan intervensi publik yang dapat berupa pelatihanl-pelatihan
bagi sektor ini. Takim 2011 menemukan perlunya peningkatan kesadaran sosial melalui pelatihan dalam mengekang sektor informal.
Penguatan kelembagaan PKL.
Alternatif strategi ini diperlukan terkait dengan lemahnya komunikasi antara PKL dan otoritas urban. Mitullah 2002 menemukan bahwa komunikasi yang
lemah antara PKL, otoritas urban, dan asosiasi PKL menyebabkan perlunya fasilitasi dalam berorganisasi. Pemerintah kota perlu memperkuat kelembagaan
PKL yang berfungsi bukan hanya mewakili kepentingan PKL tetapi juga menjadi mitra kerja pemerintah kota dalam mengelola dan mengontrol PKL. Dengan
demikian asosiasi ini seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman yang memperkuat posisi PKL tetapi sebagai partner dalam penataan dan pemberdayaan
PKL. Asosiasi PKL akan lebih baik bila sifatnya lokasional, bukan menurut tipologi barang dagangan karena mereka akan dapat mewakili dan mengontrol
setiap lokasi PKL. Apapun strategi yang dipilih oleh Pemerintah Kota Bogor dalam menata dan
memberdayakan PKL, harus ada persepsi pada pemerintah kota bahwa PKL dapat
236 berkontribusi signifikan dan positif dalam pembangunan kota Bogor apabila
mampu ditata dan diberdayakan secara manusia.
8.3. Usulan Penataan dan Relokasi PKL